“Kasihan Mak Suliki” ucap salah seorang warga Desa Arum Seger.
“Ia kau benar. Padahal ia wanita yang baik hati dan suka menolong orang yang kesusahan, aku merasa sangat kehilangannya”
“Mungkin ia ingin mengakhiri kesepian hidupnya selama ini. Kesepian tak berujung”
“Mungkin kau benar, mana ada wanita yang sanggup hidup sendiri hingga masa tuanya. Apalagi ia seorang wanita buta yang selalu menutup matanya dengan kain mori”
“Aaah… sudahlah. Walaupun ia buta, Tuhan masih memberinya kelebihan untuk menolong orang lain”
“Ya kamu benar. Meskipun kita tahu pertolongan itu datangnya dari makhluk “lain” dari dunia lain”
Upacara pemandian jenazah Mak Suliki segera dilaksanakan. Beberapa warga desa sudah siap memandikan jenazah Mak Suliki.
“Ustadz… apakah sekarang?”
“Iya. Segera kamu mandikan Mak Suliki”
Beberapa warga wanita sejumlah tiga orang mulai membopong jenazah Mak Suliki kedalam bilik pemandian. Memangku jenazah itu. kemudian melepas seluruh pakaian Mak Suliki. Tak terkecuali penutup mata Mak Suliki.
Siraman air mengguyur tubuh kaku Mak Suliki. Udara mendadak dingin. Angin berembus cukup kencang. Anehnya, hembusan angin itu hanya dapat dirasakan oleh tiga wanita yang sedang memandikan jenazah Mak Suliki.