Mohon tunggu...
Mahameru
Mahameru Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wahai Sahabat, Fitnah Itu Sebagai Ujian Kesabaran

14 Maret 2016   10:07 Diperbarui: 14 Maret 2016   10:15 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pagi itu dipengungsian, seperti biasa aktifitas warga pengungsian disibukkan membeli penganan tambahan buat sarapan. Maklum, menu makanan yang lebih banyak penyedapnya kadang membuat air liur tak pernah putus, keluar sendiri. Sudah beberapa hari ini gejala itu terasa. Entah apa maksudnya, setiap masakan hanya dijejali penyedap rasa. Si mbok pemasak bilang, memang sudah begitu perintahnya. Hemm....

Karena itu, tiap keluarga kemudian mensiasati untuk menggunakan nasi putihnya saja. Sementara sayur dan lauk yang full penyedap disingkirkan. Demi kesehatan, sebagai penggantinya, setiap pagi anak maunpun bunda sudah tampak keluar penampungan untuk belanja lauk atau penganan pengganti. 

Mencari makanan ringan tak begitu sulit di tempat pengungsian. Ada warga sekitar yang memang berdagang makanan di depan pagar. Cukup datang ke depan pagar pengungsian, dari sela-sela pagar besinya kita sudah dapat memilih aneka ragam makanan yang disediakan si embak diatas meja panjangnya. Ada aneka kue, sayur, ikan, dan penganan lainnya. Pedagang lain, disebelah si mbak juga jual tiwul, pisang rebus dan bubur kacang hijau. Tak perlu merogoh kocek dalam-dalam, dengan seribu, dua ribu perak sudah dapat pisang atau bubur.

Kabar Mengejutkan

Siang itu dipengungsian. Warga pengungsian kelihatan sepi mendekati dagangan si mbak. Mungkin pada makan siang semua. Tak banyak warga yang beraktifitas di luaran. Si mbak pun hanya bisa melongo bengong lihat kesana kemari.

Ada dua bunda siang terik ini yang menghampiri meja simbak dari balik pagar. "Mbak beli sayur daun ubi, ikan dan telur dadar ya" pesan bunda. Simbak pun dengan perlahan memenuhi pesanan si bunda. Sambil memasukkan ikan ke plastik, si mbak yang sudah akrab dengan di bunda nanya, "bunda aku mau tanya", katanya membuka dialog. "Tanya aja mbak", kata si Bunda.  "itu loh, apa benar warga pengungsian disini bisa tukar menukar suami, saya ada mendengar dari warga sini juga loh bunda",.

Si bunda disergap tanya begitu, tentu saja terperanjat. Tak menyangka akan ada pertanyaan seperti itu. Si bunda pun menjelaskan, bahwa isu itu sama sekali tidak benar. Tak mungkin warga pengungsian melakukan seperti yang dituduhkan. Si bunda memastikan, justru mereka ada di dalam perjalanan ini semata mengikuti akhlak Abraham. Abrahamlah yang mengajarkan akhlak kepada anak cucunya dari ishak hingga Muhammad bahkan setelahnya. 

Diberi penjelasan seperti itu gantian si mbak yang terperanjat. Ia tak ngerti perjalanan Abraham. Diapun bilang "saya pun tak percaya, bunda, makanya saya beranikan nanya pada bunda". Si mbak menjelaskan, jika warga disekitar pengungsian selalu mendapat cerita tak sedap tentang perilaku seksual warga pengungsian. Entah siapa yang menyebarnya, namun ada saja warga yang dengan sengaja menyampaikan kesana kemari, seperti sudah dirancang.

Fitnah yang Sama

Kabar dari si mbak, oleh bunda kemudian di sharing ke teman-teman pengungsi lainnya. Anehnya, ternyata bunda-bunda lain pun sudah mendapatkan pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda. Kemarin bunda A ditanya oleh si mbak tukang sapu, bunda B ditanya oleh penjaga toko roti seberang jalan, sementara bunda C ditanya oleh ibu penjaga warung pulsa.

Beberapa suami teringat, bahwa berita fitnah seperti itu sudah ada sejak di desa tempat tinggal di Borneo. Menjelang evakuasi dan pengusiran, di desa dan di kota ramai tersebar berita-berita yang negatif umumnya terkait perilaku seksual, aliran sesat dan pendirian negara. 

Bahkan, selidik punya selidik, kasus pembakaran pemukiman di Mempawah juga diawali dengan isu-isu miring amoral yang dilakukan oleh warga eks-gafatar. Isu bertujuan untuk membakar emosi dan amarah warga. Sehingga sipembuat isu tak perlu susah bekerja. Cukup membenturkan antara warga setempat dengan para warga eks-gafatar. 

Semakin jelas, saat beberapa warga setempat yang tidak tega dengan perlakuan warga kepada eks-gafatar, kemudian membuat kesaksian bahwa mereka menolak ajakan untuk membuat aksi pengusiran warga eks-gafatar. Tidak hanya itu, banyak warga desa yang menolak. Itu sebabnya yang melakukan pembakaran di dapati warga yang bukan berasal dari desa setempat.

Fitnah Sebagai Ujian

Fitnah itu memang sejatinya lebih kejam dari pembunuhan. Karena yang dibunuh itu bukan fisiknya melainkan juga jiwanya atau karakternya. Orang yang difitnah terbunuh karakternya tanpa bisa berbuat apa-apa. Itu sebabnya kala kita difitnah melakukan perbuatan yang tidak kita lakukan, itu adalah tindakan yang paling kejam lebih kejam dari pembunuhan fisik. Dampak fitnah bahkan bisa meluas hingga ke anak cucu.

Meskipun fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan (fisik) namun fitnah itu sudah biasa dalam kehidupan manusia. Orang yang tak mampu dan tak memiliki iman biasanya menjadikan fitnah sebagai senjatanya. Menebar fitnah demi memprovokasi masyarakat agar menimbulkan kebencian kepada kelompok tertentu sudah selalu dilakukan dalam berbagai operasi. 

Saat Amerika menyerang Irak, kampanye keburukan rezim Saddam Husein sudah berlangsung berbulan-bulan sebelumnya. Setelah provokasi kedunia internasional dirasa cukup matang, baru serangan udara dilakukan dan kemudian ditutup dengan serangan darat hingga melakukan persidangan penjahat perang. Itulah operasi yang tergolong sempurna. Irak luluh lantak, cadangan minyaknya dapat dikontrol, dan Saddam Husein diseret ke depan pengadilan serta dijatuhi hukuman mati sebagai penjahat perang.

Fitnah tumbuh subur tidak hanya jaman modern saja, pada jaman nabi dan rasul pun fitnah justru lebih luar biasa lagi. Para penguasa Arab saat itu dari mulai Abu Jahal, Abu Sofyan dan Abu Lahab sudah menebar fitnah yang bertubi-tubi sejak Muhammad mendakwa dirinya sebagai nabi. 

Setelah menjadi nabi Muhammad tidak lagi menjadi manusia terpuji seperti yang mereka gelari selama ini. Kini Muhammad mereka beri gelar orang gila, orang mabuk, tak tau malu, merongrong kewibawaan pemerintah, menista agama bangsa Arab, pembawa aliran sesat hingga pembuat makar. 

Pada abad informasi saat ini pun fitnah-fitnah sungguh luar biasa tumbuh subur bak cendawan di musim hujan. Fitnah-fitnah tak berdasar terutama muncul pada media sosial. Berita fitnah, hoax bertebaran, mengaburkan kebenaran dan membenarkan kebathilan. Tanpa filter, banyak orang memakan hidangan yang disajikan oleh syetan. Tanpa kita sadari, pemahaman dan doktrin kebenaran yang kita yakini bersemayam dalam diri, hanyalah sampah melulu.

Penutup

Tidak ada yang perlu kita lakukan dalam dunia kegelapan ini kecuali sabar. Sabar adalah senjata sekaligus perisai yang diberikan Allah Tuhan Semesta Alam kepada hambanya yang konsis. Orang yang sabar adalah orang yang apabila ditimpa musibah ia selalu mengatakan, sesungguhnya semua adalah kehendak Tuhan, karena itu kami kembalikan kepada Tuhan.

Adanya Fitnah ini dengan begitu kami terima dengan positif, dan kesudahannya kami serahkan kepada Allah Tuhan Semesta Alam. Kami tahu ini memang pekerjaan mereka, jadi mereka tak salah. Kami juga tahu bahwa ini harus kami alami, jadi kami terima dengan lapang dada. Keduanya sedang melaksanakan skenario Tuhan Yang Kuasa. Maha benar Tuhan dengan semua tanda yang diberikan-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun