Memaksa orang kaya hidup seperti standar orang miskin bukanlah hal yang adil. Begitu pula sebaliknya. Orang miskin tak bisa dipaksa hidup layaknya orang kaya.
Mungkin bagi orang kaya, seperti selebgram tersebut, makan rame-rame hingga habis belasan juta; hanya seperti saya makan bakso pinggir jalan bersama kawan-kawan. Jika dicari persamaannya, barangkali kami sama-sama hanya mengeluarkan satu-dua persen dari penghasilan kami.
Tentunya bakal jadi masalah jika saya melihat jumlah bill yang fantastis itu lewat 'kacamata' saya yang berpenghasilan 'segitu doang'. Sembilan belas juta bukanlah angka yang kecil bagi saya.
Bakal jadi masalah juga ketika sang selebgram, misalnya, meminta saya yang berpenghasilan pas-pasan ini, menghabiskan duit belasan juta untuk sekali makan karena menganggapnya sebagai harga yang sepele. Bisa-bisa, sehabis makan, saya harus puasa daud selama setahun.
Di ujung tulisan ini, kopi di gelas sudah tandas, menyisakan ampas belaka. Ya benar, tangan saya gatal betul sehabis membaca artikel tersebut sehingga saya harus menuliskan uneg-uneg saya saat itu juga. Mumpung dapat feel-nya.
Saya beranjak untuk membayar. Kopi plus sebungkus kacang goreng total hanya lima ribu perak. Murah sekali. Saya bangga dan bersyukur atas itu. Bisa ngopi tiap pagi merupakan suatu kenikmatan bagi saya, yaa walaupun cuma kopi murah. Hehe...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H