Bagian ini bisa dilihat dalam selipan drama yang sebetulnya tak terlalu kaya, mengingat film ini memang mengandalkan aksi sebagai bahan bakar utamanya. Meski tak digali secara serius, setidaknya itu bisa memberi kita gambaran guncangan macam apa yang tengah menggangu kehidupan normal Hutch, utamanya sejak kunjungan si pencuri.
Secara beruntun, orang-orang di sekelilingnya kehilangan rasa hormat padanya. Dimulai dari istrinya yang memandangnya dengan tatapan kecewa saat ia melewatkan truk sampah; salah seorang polisi yang berkomentar meremehkan saat tahu ia tak berbuat apa-apa buat melindungi keluarganya; begitu pun tetangga samping rumahnya; bahkan abang iparnya membekali ia pistol setelah menceramahinya soal menjadi laki-laki. Namun guncangan terbesar datang dari putranya yang mengharapkan Hutch melawan. Sejak malam perampokan, putranya itu kerap melontarkan komentar meremehkan padanya. Dan kita tahu, bagi seorang ayah, kehilangan rasa hormat dari putranya, merupakan derita yang tak terperi.
Mereka semua terus sok pintar mengajari Hutch caranya menjadi laki-laki sungguhan, pejantan yang tangguh. Padahal Hutch jauh lebih mampu menjadi lelaki semacam itu ketimbang mereka. Dan saat Hutch mulai mendatangi kembali masa lalunya, menjadi dirinya yang dahulu, makin tampilah sosok tersebut. Hutch menjadi sosok lelaki sungguhan tanpa bergantung pada pistol atau mobil yang "laki banget" atau tanda pengenal FBI. Bahkan saat menggali informasi soal tato yang dilihatnya di tangan salah satu pencuri, alih-alih berkelahi ia lebih memilih membayar. Ia diakui sebagai lelaki sungguhan lewat reputasinya selama ini dari mereka yang mengenalnya.
Meski pada akhirnya Hutch memenuhi kriteria "menjadi laki-laki" dari mereka yang memandangnya rendah, dengan berkelahi dan melawan musuh-musuhnya yang datang, menaiki mobil yang "laki banget" dan kebut-kebutan, dan membumi hanguskan rumahnya; kau pasti bakal sepakat kalau Hutch memang layak untuk itu semua, tanpa bisa ditawar lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H