Mohon tunggu...
Shofyan Kurniawan
Shofyan Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Arek Suroboyo

Lahir dan besar di Surabaya. Suka baca apa pun. Suka menulis apa pun.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Quarantine Tales: Kisah-kisah di Masa Pandemi, Mana yang Paling Oke?

23 Februari 2021   12:03 Diperbarui: 23 Februari 2021   12:20 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Quarantine Tales rilis di bioskoponline.com pada tanggal 18 Desember lalu. Film ini merupakan film omnibus. Artinya, film ini terdiri dari beberapa film pendek dengan tema serupa. Di Quarantine Tales sendiri tema utamanya adalah soal bagaimana manusia dengan berbagai latar belakang, merespon pandemi Covid-19.

Ada lima film pendek dari lima sutradara di dalamnya. Ada Dian Sastro Wardoyo dengan film debutnya. Sisanya diisi nama-nama lawas yang sudah lama berkecipung di dunia perfilman.

Setelah menonton film ini sebanyak dua kali, saya akhirnya memutuskan memberikan peringkat kelima film itu. Rating yang saya berikan dimulai dari film yang menurut saya 'b-aja' sampai film yang layak diberi tepuk tangan meriah. Berikut peringkatnya:

#5 Nougat

Film ini merupakan film debut Dian Sastro Wardoyo sebagai sutradara. Ada tiga tokoh di sini dan semuanya adalah perempuan. Ubay sebagai si sulung yang mandiri, diperankan oleh Marissa Anita. Lalu Ajeng sebagai si anak tengah yang introvert akut diperankan oleh Adinia Wirasti. Terakhir Deno sebagai si bungsu yang manja dan nangisan diperankan oleh Faradina Mufti.

Garis besar film ini menggambarkan bagaimana hubungan ketiga kakak-beradik ini sebagai keluarga. Tinggal sekota namun tak pernah lagi bisa kumpul, bisa diartikan lunturnya keutuhan mereka sebagai sebuah keluarga sejak kedua orangtua mereka meninggal. Ada empat lini masa di sini. Tahun 2010, 2013, 2018, 2020.

Keempat linimasa itu menggambarkan bagaimana hubungan keluarga dari tahun ke tahun semakin renggang. Puncaknya ketika Ajeng mengeluhkan naiknya PBB rumah peninggalan orangtua yang tak dapat ditanggungnya lagi. Ajeng mengharapkan solusi, tetapi Ubay justru menyarankan untuk menjual rumah itu karena mengikuti saran suaminya yang patriarki. Ajeng menolak keras. Menjual rumah dianggapnya sebagai menjual kenangan yang dulu pernah menyatukan mereka.

Judul film ini sendiri diambil dari jenis es krim, nougat, yang menjadi bagian kenangan mereka semasa kecil dulu. Nougat inilah yang setidaknya merekatkan kembali hubungan mereka di akhir cerita.

Untuk sebuah film pendek, Nougat terlihat dipaksakan. Konflik yang diusungnya cukup kompleks, tak muat dimampatkan ke dalam film yang durasinya hanya sekitar dua-puluh menitan. 

Banyak sekali perasaan-perasaan yang tak sampai ke benak saya dan meninggalkan bekas. Hal ini logis belaka, mengingat ada tiga tokoh sentral di sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun