Mohon tunggu...
M ZaditTaqwa
M ZaditTaqwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa, pelajar

sosial, sejarah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Imlek di Indonesia : Refleksi Multikulturalisme dalam Kehidupan Bermasyarakat

23 Desember 2024   09:35 Diperbarui: 23 Desember 2024   09:35 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

  • Pendahuluan 

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan keberagaman budaya dan tradisi.  Menjadikannya salah satu negara paling multikultural di dunia. Multikulturalisme merupakan ideologi yang mengakui dan menerima keragaman budaya, nilai-nilai, dan sistem sosial-budaya dalam masyarakat. Sebagai negara dengan lebih dari 300 kelompok etnis dan beragam tradisi, multikulturalisme menjadi fondasi penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu wujud keberagaman tersebut terlihat dalam perayaan Imlek, yang berasal dari tradisi Tionghoa.

Imlek atau tahun baru China mencerminkan bagaimana budaya minoritas dapat beradaptasi dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia. Sering ditemukan bahwa perayaan Imlek tidak hanya dirayakan oleh komunitas Tionghoa saja, tetapi juga beberapa orang dari lintas budaya. Tradisi seperti pemasangan lampion di tempat umum, penyelenggaraan pawai barongsai, hingga hidangan khas Imlek telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat luas, tidak terlalu memandang batas etnis atau agama. Masyarakat yang terdiri dari beberapa golongan yang berbeda, yang hidup berdampingan dalam waktu yang lama akan menciptakan perpaduan diantara keduanya.

Pembahasan ini akan menjelaskan tentang bagaimana tradisi Imlek berinteraksi dengan budaya lokal dalam rangka menciptakan fenomena multikultural dalam suatu masyarakat. Serta memberikan gambaran nyata bagaimana masyarakat Indonesia yang multikultural dapat saling menghormati perbedaan dan membangun kebersamaan.

  • Asal usul imlek di Indonesia

Imlek berasal dari tradisi masyarakat petani Tionghoa di zaman kuno untuk merayakan pergantian musim panen. Tradisi ini dilakukan pada bulan pertama kalender lunar. Dalam pelaksanaannya, perayaan Imlek diwarnai oleh berbagai ritual, seperti pemberian angpao, pemasangan dekorasi serba merah, serta penyajian makanan khas mereka yang melambangkan keberuntungan dan kesejahteraan. Migrasi masyarakat Tionghoa ke nusantara pada abad ke 7 membawa serta tradisi budaya mereka, termasuk budaya merayakan hari Imlek mereka. Setelah berinteraksi dengan masyarakat lokal dalam waktu lama, tradisi Imlek mulai mengalami adaptasi. contohnya dalam penggunaan bahan makanan lokal pada hidangan perayaan, serta pengaruh adat istiadat setempat dalam melakukan ritualnya.

Pada masa kolonial Belanda, masyarakat Tionghoa menjadi salah satu kelompok yang diatur secara khusus oleh kebijakan pemerintah kolonial. Sistem stratifikasi sosial yang diterapkan oleh Belanda memisahkan komunitas Tionghoa dari masyarakat pribumi. Hal ini menciptakan jarak antara keduanya. Sehingga perayaan imlek pada masa ini sering kali hanya dilakukan di kalangan internal masyarakat Tionghoa saja.

Pada masa orde baru (1966--1998), tradisi Imlek juga menghadapi tantangan besar. Pemerintah pada saat itu memberlakukan kebijakan yang membatasi pengekspresian budaya Tionghoa, termasuk perayaan Imlek ini. Akibatnya, perayaan Imlek hanya bisa dilakukan secara privat dalam komunitas kecil atau keluarga.

Reformasi politik tahun 1998 menjadi titik balik bagi komunitas Tionghoa di Indonesia. Pemerintah pada masa itu memberikan kebijakan yang lebih inklusif terhadap etnis lain dalam masyarakat. Pengakuan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003 oleh Presiden Megawati menunjukkan pengakuan terhadap masyarakat multikulturakisme di Indonesia.

Pada era modern, perayaan Imlek menjadi fenomena yang melibatkan berbagai kelompok masyarakat. Lampion, barongsai, dan tradisi berbagi angpao tidak hanya dirayakan oleh orang-orang Tionghoa saja, tetapi oleh masyarakat Indonesia secara luas, sekaligus menjadi bagian dari budaya populer yang dirayakan.

  • Buah dari multikuluralisme

Migrasi masyarakat Tionghoa pada beberapa abad yang lalu menciptakan interaksi dengan masyarakat lokal dan kelompok lainnya dalam waktu yang lama. Komunitas Tionghoa di Indonesia yang telah berinteraksi dengan masyarakat lokal selama berabad-abad, menghasilkan perpaduan budaya yang unik. Tradisi Imlek sebagai bagian dari identitas Tionghoa mengalami transformasi sebagai dampak dari pengaruh budaya lokal di berbagai wilayah yang mereka tempati. Kini, perayaan Imlek juga turut dirayakan oleh berbagai etnis, tidak terbatas kelompok Tionghoa saja. Seperti beberapa contoh berikut :

  • Singkawang, Kalbar

Disini, perayaan Imlek terkadang dipadukan dengan unsur2 animisme lokal. Perayaan ini dinamakan Pawai Tatung. Orang2 Dayak dan Melayu juga ikut serta memeriahkan perayaan Imlek.

  • Medan, Sumut

Disini, perayaan Imlek diwarnai dengan pertunjukan budaya dari beberapa etnis, seperti Melayu, dan Batak.

  • Semarang, Jateng

Klenteng Sam Poo Kong di Semarang menjadi pusat perayaan Imlek yang tidak hanya dibuka untuk orang2 Tionghoa, tetapi juga untuk masyarakat umum. Disini juga sering dimeriahkan dengan kesenian daerah lainnya seperti tari tradisional dan reog.

  • Surabaya, Jatim

Pawai Imlek di Surabaya biasanya tidak hanya menampilkan barongsai dan liong, tetapi juga menggabungkan seni pertunjukan lokal seperti tari remo, menciptakan perpaduan budaya yang unik.

Selain itu, budaya lokal juga turut mempengaruhi Imlek melalui makanannya. Makanan khas Imlek adalah kue keranjang. Tetapi, di berbagai daerah, masakan lokal juga turut disajikan saat perayaan Imlek. Di Jawa misalnya, hidangan seperti opor ayam sering kali disertakan dalam jamuan Imlek sebagai hasil perpaduan tradisi Tionghoa dengan budaya Jawa. Sementara iu, di daerah seperti Solo dan Yogyakarta, pertunjukan gamelan atau wayang kulit kadang disertakan pada bagian dari perayaan Imlek. Hal ini menunjukkan adaptasi tradisi Tionghoa dengan seni lokal yang menambah keunikan perayaan tersebut

Adanya elemen lokal dalam perayaan Imlek menunjukkan bahwa multikulturalisme tidak hanya sekedar keberadaan budaya yang beragam. Tetapi juga bagaimana budaya-budaya tersebut saling memengaruhi dan memperkaya satu sama lain. Interaksi budaya yang tercermin dalam perayaan Imlek menjadi bukti bahwa keberagaman adalah kekuatan dalam membangun masyarakat yang harmonis. Imlek mampu menciptakan momen kebersamaan yang menguatkan hubungan sosial lintas komunitas, serta mencerminkan pentingnya toleransi dalam masyarakat yang beragam.

Kesimpulan 

Perayaan Imlek di Indonesia tidak hanya sekadar acara perayaan bagi komunitas Tionghoa, tetapi juga merupakan cerminan dari harmonisnya multikulturalisme di tengah masyarakat Indonesia yang beragam. Dalam perjalanannya, Imlek mengalami transformasi signifikan. Dari masa pembatasan hingga akhirnya menjadi bagian dari identitas kebudayaan nasional Indonesia setelah diakui sebagai hari libur nasional pada tahun 2001. Hal ini menunjukkan bahwa Imlek tidak hanya menjadi milik satu etnis, tetapi juga menjadi simbol kebersamaan dan penghargaan terhadap keberagaman budaya Indonesia.

Perayaan Imlek adalah tanda bahwa Indonesia sebagai negara multikultural tidak hanya berbicara tentang keberagaman, tetapi juga tentang bagaimana berbagai budaya dapat hidup berdampingan. Integrasi budaya lokal dalam perayaan Imlek di berbagai daerah di Indonesia menunjukkan hal tersebut. Partisipasi masyarakat lintas budaya dalam kegiatan seperti pawai barongsai, pertunjukan seni, dan berbagai tradisi lainnya menunjukkan bahwa perayaan Imlek bukanlah sekadar perayaan internal komunitas Tionghoa, tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sosial yang lebih luas. Hal ini juga berperan dalam membantu memperkuat solidaritas sosial di masyarakat.

Referensi :

Julianto, E. N. (2015). Spirit Pluralisme dalam Klenteng Sam Po Kong Semarang. Jurnal The Messenger, 7(2), 36-41.

Koentjoroningrat, K. (1974). Mentalitas dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta.

Suryadinata, L. (2010). Etnis Tionghoa dan nasionalisme Indonesia: sebuah bunga rampai, 1965-2008. Penerbit Buku Kompas.

Tanggok, M. I. (2015). Perayaan Tahun Baru Imlek Dalam Masyarakat Tionghoa Di Indonesia. Ushuluna, 1(1), 40-57.

Varanida, D. (2016). Komunikasi dalam Integrasi Sosial Budaya antar Etnis Tionghoa dan Pribumi di Singkawang. Jurnal Ilmu Komunikasi, 14(1), 13-21.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun