Mohon tunggu...
Miftahul Arifin
Miftahul Arifin Mohon Tunggu... lainnya -

Bekerja Untuk Keabadian

Selanjutnya

Tutup

Money

Saya Bekerja di Laudry, Gaji Saya Dipotong Semena-mena

22 Juni 2014   18:32 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:49 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semarang, Catatan hari Jumat, 20 Juni 2014

Saya kerja banting tulang,membuang waktu dan tenaga. Saya lakukan semua yang diperintahkan pemilik perusaah itu; saya telah telah memenuhi kewajiban saya sebagai karyawan. Tapi, gaji saya dipotong dengan alasan yang tidak tidak masuk akal. Alasan yang absurd, alasan yang dibuat-buat. Pemilik perusahaan yang tidak punya hati dan nurani, seorang sarjana kualitas anak SD. Ingat pak, pendidikan itu tidak hanya soal otak dan materi. Tapi soal hati yang berbuah kebijaksanaan, sikap dan tindakan.

Hari ini, jum’at 20 Juni 2014, setelah berhenti dari kerja di sebuah perusaahn laundry bulan lalu, saya bermaksud meminta gaji saya selama sebulan. Karena, sesuai sistem penggajian yang berlaku diperusahaan itu, penggajian dilakukan setiap tanggal 20. Sesuai kesepakatan awal, gaji saya sebesar 720 ribu selama sebulan dari hitungan 24 ribu perhari dengan rata-rata delapan jam kerja per hari.

Sekitar jam 16.00 WIB soer itu saya mendatangi tempat saya bekerja di daerah beringin, tepatnya Bringin Hills Estate no 2 Ngaliyan Semarang. Dengan memakai motor pinjaman dari teman, saya berangkat dari kampus IAIN tempat saya kuliah. Ada perasaan tidak sebenarnya pada saat itu, tidak tahu alasannnya, saya merasa kurang enak saja.

Sesampainya di sana, saya ditemui bernama Tina, ia adalah istri Dedi Tri Putra, pemilik perusahaan Laundri Asri. Saya katakan maksud kedatangan saya. Kebetulan saja Dedi tidak ada di sana. Dia bilang tidak tahu soal gaji dan disuruh mengurusi langsung kepada suminya. Dia bilang tidak tahu suaminya sampai di sana jam berapa ketika saya bertanya kapan suaminya kembali ke rukonya. Akhirnya, saya pulang dan saya bilang bahwa saya akan kembali lagi malam harinya.

Sambil menunggu malam, saya mencoba menghubingi Dedi melalui pesan singkat di mana keberandaannya dan kapan kira-kira akan kembali ke rukonya. Dalam pesan singkat itu pula saya katakan bahwa saya sudah sampai di rukonya. Beberapa jam saya menunggu tidak ada balasan dari Dedi.

Karena tidak ada balasan,saya pun membernikan diri menghubunginya lewat telfon. Saya menanyakan langsung. Melalui telfon ia mengatakan tiga hal. Pertama, bertanya soal kerja saya, mau lanjut kerja lagi atau tidak. Ketika berhenti kerja bula lalu saya memanghanya izin kalalu bulan ini saya tidak bisa lanjut karena ada pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan. Kedua, Dia mengatakan kalau sampai saat ini ia belum merekap absensi saya karena tidak ditemukan data absen saya di data base komputer. Saya masih punya absen cetaknya dan saya katakan padanya bahwa saya masih punya absensi cetaknya. Jadi Ketiga,soal pertanggung jawaban dua celana yang hilang ketika saya bekerja. Saat itu saya bekerja denga teman saya M. Syahid lelaki paruh baya asal Kota Demak.

Seketika, tanpa tahu sebabnya koneksi telpon terputus. Awalnya saya mengira pulsa saya habis lantaran menelfon ke lain operator. Setelah Saya lakukan cek pulsa saya ternyata pulsa saya masih lumayan banyak, masih cukuplah untuk menelfon. Setelah itu, melalui pesan singkat, saya minta maaf karena koneksinya terputus dan saya katakan bahwa saya akan ke tempatnya. Kebetulan ketika saya menelfon Dia sudah di Rukonya.

Saya bergegas kembali ke kontrakan di perumahan Bhakti Persada Indah (BPI) Ngaliyan untuk mengambil absensi cetak yang saya simpan rapi. Saya cek absensi, masih lengkap 30 hari kecual tanggal 18 dan 20 karena memang jatah libur. Kira-kira adzan isya’, sendirian saya menuju ke ruko. Masih dalam perasaan yang tidak enak sebenarnya. Mulanya saya ingin mengajak teman, tapi kebetulan teman yang biasa saya ajak sedang ada kerjaaan saat itu. Badrun ada rapat di cabang dan Hasan lagi kerja di sebuah perusahaan catering. Akhirnya, bismillah, saya ke sana sendirian.

Dengan perasan yang masih kurang enak namun tidak saya tampakkan, saya menemuni Dedi. Ia menyambut saya dengan santai dan sedikit senyum. Seperti biasa tidak ada masalah apa-apa. Ia memulai pembicaraan dengan pertanyaan “bagaimana”. Saya membalasnya juga dengan kata “bagaimana”, memperjelas apa “bagaimana” yang ia maksudkan. Saya sebenarnya mengerti maksud pertanyaan itu seperti yang ia katakan di telfon.

Benar rupanya, seperti yang ia tanyakan di telpon, pertanyaan pertama soal lanjut-tidaknya saya bekerja. Saya tidak mau lanjut, kataku, dengan alasan bulan ramdhan. Saya ada rencana pulang kampung bulan ramdhan mendatang. Di kedalaman hati, alasan saya sebenarnya tidak sesederhan itu. melainkan beberapa hal lain diantaranya karena ketidaknyamanan. Bayaranya pas-pas an dan beberapa kali saya sempat merasa tertekan ketika saya bekerja. ceritanya klik di sini

Dedi kemudian meminta absensi cetak saya. Ia mengeceknya setelah saya berikan. Seperti yang ia katakan sebelumnya, ia belum meghitungnya karena di data base komputer tidak ditemukan. Tidak mungkin, pikirku. Saya tahu Dedi adalah lulusan teknik komputer. Tidak mungkin persoalan sederhana itu terjadi. Apa lagi, setelah sebelumnya saya sering dibantah ketika menyalahkan mesin karena keterlambatan dalam proses kerja. Bagaimana mungkin persoalan absen saja bisa tidak tidak terdeteksi di komputer.

Ketika itu saya merasa akan ada perlakuan yang tidak adil bagi saya. Pembacaraan bertele-tele, tidak langsung pada poin pembicaraan. Bebicara soal pelatihan di laundry, step-stepnya dan hal lain yang menurut saya tidak penting untuk keperluan saya.

Pembcaraan berlangsung saya mendengarkannya dengan santai. Ia lantas mengatakan, bahwa saya akan dikenakan finalti karena saya berhenti kerja. Saya perjelas dengan pertanyaan, finalti bagaimana maksudnya pak? Ia tidak langsung pada jawaban yang saya tunggu-tunggu. Ia masih menjelaskan bahwa di laundry itu hanya sistem workshop atau pelatihan. Dan pelatihan itu berbayar.

Saya tanggapi pernyataannya, sesuai dengan di iklan lowongan kerja bahwa dibutuhkan lowongan kerja, bukan pelatihan seperti yang ia katakan. Ia tidak meberikan jawaban yang memuskan saya. Jawabnnya serba ngambang dan tidak pada poin.

Soal finalti, saya memahaminya bahwa saya akan kena denda. Padahal sebelumnya tidak ada kontrak kerja demikian. Ia menyuruh saya, seharusnya bersyukur karena tidak dipungut bayaran dalam pelatihan. Ah, saya kurang mengerti dengan pernyataan ini. sangat tidak masuk akal.

Kembali pada soal gaji, saya masih diminta untuk mengkalkulasi sendiri melaui absen cetak itu secara manual. Berkali-kali saya jelaskan, gaji saya 720 ribu dengan rata-rata delapan jam kerja perhari. Tapi Dedi masih tetap meminta saya untuk menghitunya dengan tujuan yang tidak jelas dan bertele-tele. Saya semakin merasa bahwa saya dipersulit mengambil gaji saya selama satu bulan. Padahal sangat sederhana, saya katakan padanya. Tapi prosedurnya sangat rumit.

Saya berfikir, saya tidak akan mendapatkan bayaran malam ini karena masih disuruh menghitung secara nanual. Sementara Dedi tidak mau menghitungnya sendiri dengan alasan wegah dan masih banyak kerjaan.Menurut saya ini adalah tugasnya, karena data saya yang katanya tidak masuk ke data base komputer bukan kesalahan saya.

Karena saya tidak mau berlamalam dan berurusan telalu panjang, saya tegaskan, bahwa malam ini, di sana pula, saya akn menghitunya secara manual seperti yang ia katakan, asal setelah semuanya jelas gaji bisa saya dapatkan. Ia pun menyetujui permintaan saya. Beberapa menit saya menghitung secara manual. Dedi pun setelah itu ikut mengkalkulasinya. Hasil saya meleset lebih rendah setelah dihitung ulang oleh Dedi. Hasil penghitungan saya sesuai jam kerja yang saya jalani 686.000, sedangkan hasil penghitungan Dedi 705.500. ia sempat mengulangi penghitungannnya namun hasilnya sama. Alhamdulillah, pikirku.

Tapi sial, betapa kagetnya saya ketika tiba-tiba 705.500 itu itu dipotong 3000 ribu karena ketika saya kerja sempat menghilangkan dua celana. Katanya, potongan itu berdasarkan permintaan konsumen. Saya sudah merasa ini hanya asal-asalan saja. Tidak mungkin konsumen meminta ganti rugi sampai sebesar itu. apalagi konsumen yang hilang celananya itu adalah tetangga sendiri.

Saya tidak terima dengan kebijakan yang menurut saya sangat semena-mena itu. saya menerimanya karena memang tidak tahu yang sebenarnya. Yang saya permasalahkan dan saya perjelas, mengapa 300 ribu itu dilimpahkan kepada saya. Padahal ketika itu saya tidak bekerja sendirian. Seharusnya, ini adalah tanggungjawab berdua dengan teman saya yang saat ini masih bekerja. Ini bukan kerja perorangan melainkan kerja tim, saya dan teman saya.

Dedi berdalih bahwa pakaian yang saya bawa dari ruko ke sebuah hotel bulan lalu itu adalah tanggung jawab saya sendiri. Padahal berkali-kali ia mengatakan bahwa ini adalah kerja tim. Ini jelas perkataan yang tidak konsisten. Hanya sekadar mencari alasan, untuk memotong gaji saya. Ngotot ia tidak bisa mentolerirnya sampai ada perkataan bahwa loudry itu adalah perusahaan miliknya sendiri dan terserah dia mau melakukan apa saja.

Jelas saya semakin panas karena merasa diperlkakukan tidak adil. Alasannya kemudian karena saya berhenti bekerja sedangkan teman saya masih lanjut. Bagi saya ini tetap tidak adil karena tidak ada tanda tangan kontrak ketika saya mau masuk kerja. Kerja itu soal kenyamanan. Jika saya merasa tidak nyaman, maka itu pilihan saya untuk berhenti atau lanjut. Lagi saya juga sudah pamitan dengan baik-baik. Dalam hal ini saya mengundurkan diri. Apa salah saya mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman, sedangkan sebelumnya tidak ada tanda tangan kontrak.

Istrinya pun pula ikut campur dengan perkataan lantang membela suminya. Saya tidak mau panjang lebar, karena selogis-logisnya penjelasan saya, ia tak mungkin bisa menerimanya dan memberikan hak saya secara utuh. Emosi sudah memuncak, saya mencoba berbicara dari hati ke hati dan perasaan tidak juga bisa mengubah pendiriannya. Saya lebih memilih berhenti dan menerima dengan sangat terpaksa potongan itu.

Ia kemudianmencetak surat keterangan bahwa saya telah menerima potongan itu dan meminta saya untuk menanda tangini surat itu. Saya tidak mau karena bagi saya tidak penting. Sebenarnya saya paham, ia ingin agar saya menerima kebijakannya secara tertulis dan sah sehingga saya tidak bisa menuntut.

Ketika tulisan ini dibuat, di kedalaman hati, saya masih ingin mengungkit masalah itu dengan mencari data-data kejanggalanitu. Salah satunya tentang denda 300 ribu yang katanya permintaan konsumen.

Tuhan, selesaikan persoalan ini dengan sangat gampang. Kawan-kawan, doakan saya. Sebenarnya ini bukan hanya soal uang 300 ribu, tapi lebih pada soal keadilan, dan ketidak sewenang-wenangan kepada saya. Ini soal harga diri yang diinjak-injak.

Selain itu, saya memang sudah melihat ketidakadilan yang lain ketika masih bekerja. lihat disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun