Apakah anda pernah dengar PT Freeport Indonesia? Sebuah perusahaan tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia yang punya wilayah konsesi di bumi Papua. Perusahaan ini mendapatkan persetujuan kontrak karya pada tahun 1976 silam, hanya beberapa bulan setelah Soeharto menjadi presiden Indonesia. Tapi, tahukah Anda di balik cerita persetujuan kontrak karya tersebut terdapat kisah panjang yang sama sekali belum pernah dibongkar oleh dunia? Let us tell you about it.
Sejarah Indonesia dan cuplikan beberapa peristiwa dunia di era sebelum 1970-an, maka bisa jadi di belakang rentetan peristiwa di masa lampau itu, kita akan menyebut sebuah nama yang sama, yaitu Freeport .Pasca menang di Perang Dunia Kedua Belanda yang bergabung dengan sekutu hendak kembali ke Indonesia sebagai penguasa. Namun, bekas jajahannya itu ternyata telah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka. Belanda tidak rela. Selama periode 1945-1949, dengan kekuatan militernya, Belanda bercokol kembali di beberapa wilayah Indonesia tentunya dibarengi dengan rentetan perlawanan sengit dari rakyat Indonesia. Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada 2 September 1949 menjadi ujung dari kekuasaan Belanda di Indonesia. Belanda akhirnya mengakui Indonesia sebagai negara berdaulat dengan wilayah seluruh bekas jajahan Belanda di Hindia-Belanda, tapi dengan pengecualian Irian Barat. Irian Barat, disepakati akan dibicarakan lebih lanjut setahun setelah KMB ditandatangani.
Di sinilah tanda tanya layak diajukan - mengapa Belanda bersedia mengakui seluruh wilayah bekas jajahannya sebagai wilayah Indonesia dengan pengecualian Irian Barat. Kenapa bukan wilayah Sunda Kecil atau Maluku yang dipertahankan?
Belanda memang tak pernah menyebut alasannya. Tapi harta karun teramat besar di perut bumi Irian Barat di duga sebagai pangkalnya karena Belanda jauh hari telah menemukannya. Pada 5 Desember 1936, di pegunungan Cartenz, pada ketinggian 3600 m, para geologist Belanda bernama Colijn dan Jean Jacques Dozy menemukan gunung setinggi 180 m yang berisi tembaga dan emas. Gunung itu diberi nama Ersberg. Genap setahun setelah KMB disepakati, Belanda ternyata tak kunjung membuka pembicaraan soal Irian Barat, Belanda mangkir. Bahkan secara sepihak pada Agustus 1952, Belanda menjadikan wilayah Irian Barat sebagai salah satu provinsinya. Seorang Gubernur Jenderal dikirim dari Belanda sebagai penguasa wilayahnya. Indonesia proses dan mengajukan keberatan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah di antaranya dengan membawa masalah Irian Barat dalam sidang umum PBB tetapi posisi Belanda sebagai negara sekutu yang disokong Amerika, Inggris, dan Australia terlalu kuat untuk digoyang. Suara Indonesia di PBB tak pernah digubris. Irian Barat dikuasai Belanda. Dalam masa penguasaan Belanda inilah penyelidikan lebih lanjut soal harta karun di Irian dilakukan kembali oleh Badan Geologi kerajaan Belanda. Hasilnya sungguh menakjubkan seperti yang diberitakan oleh New York Times pada 6 Maret 1959, pemerintah Belanda mengkonfirmasi penemuan ladang tembaga dan emas yang melimpah di Ersberg. Cerita tentang kekayaan Irian Barat itu menarik minat para pemburu rente di belahan bumi utara. Pada bulan Agustus 1959, beberapa bulan setelah pemberitaan di New York Times, Forbes Wilson, salah satu petinggi Freeport sulfur, perusahaan tambang Amerika skala sedang, bertemu dengan Jan Van Gruisen, East Borneo Company, pembicaraannya seputar temuan ladang tembaga dan emas di Irian Barat. Freeport yang kondisinya sedang sekarat karena konsesi tambang nya di Kuba di ambil-alih oleh pemerintahan Fidel Castro, menaruh minat untuk mengecek kebenarannya. Wilson yang berkunjung ke Irian tak lama berselang, girang tak kepalang saat menginjakkan kakinya di Ersberg. Seharusnya Gunung ini diberi nama mountain gold dan bukan Ersberg - begitulah pengakuannya. Tembaga, emas, dan perak di gunung itu sangat berlimpah. Sekembalinya dari Freeport dan East Borneo Company meneken kontrak kerjasama untuk eksplorasi lebih lanjut. Kalender mencatat tanggal itu pada 1 Februari 1960.
Sementara itu di Indonesia, Presiden Soekarno telah habis kesabarannya dengan sikap Belanda dan sekutu yang tak hirau dengan masalah Irian Barat. Bukan saja tak dukung, bahkan sejarah mengungkap Amerika dan negara sekutu berada di balik gerakan separatis di Maluku dan Sulawesi yang ingin mendongkel posisi Soekarno. Di tahun yang sama, Soekarno mengirimkan pelajar Indonesia untuk belajar ke luar negeri dengan harapan untuk mengelola SDA Indonesia kemudian hari. Namun, ketika Soeharto menjadi presiden, semua paspor pelajar ini dicabut. Presiden Soekarno yang semula aktif menggagas non-blok (negara yang tidak memihak blok Amerika atau Uni Soviet) memainkan skenario seolah-olah condong ke negara-negara Blok Timur untuk mendapat sokongan. Soekarno di masa itu kerap melayat ke Beijing dan Moskow, dua negara pentolan blok komunis dan selalu disambut hangat oleh penguasa negara komunis itu. Amerika dan sekutu mulai blingsatan dengan manuver Soekarno yang menjalin kemesraan dengan blok komunis. Dan sebuah kebetulan pula, pada 18 Mei 1958, salah satu agensi yg bernama Allen Pope, yang menyusup ke Indonesia untuk menyokong pemberontakan Permesta ditangkap Indonesia setelah pesawatnya ditembak jatuh di Morotai, Maluku Utara. Soekarno memegang kartu AS.
Amerika yang tak ingin Indonesia menjadi negara komunis karena posisi strategis nya di kawasan Asia Pasifik serta upaya Washington untuk membebaskan Allan Pope dimanfaatkan Soekarno dengan sangat cerdik. Dalam lawatan ke Amerika atas undangan presiden John F Kennedy pada April 1961, menjadi titik balik hubungan Jakarta dengan Washington yang sebelumnya sarat akan konflik. Amerika yang selama ini menjadi bumper Belanda soal Irian Barat, mulai mengubah 'haluan' dengan mulai mendesak Belanda untuk membicarakan kembali masalah Irian Barat dengan Indonesia. Belanda tentu saja menolak, tetapi Belanda tak berkutik ketika Amerika mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan ke Belanda. Pada tahun 1961, Soekarno gencar merevisi kontrak perusahaan asing, dengan 60% keuntungan perusahaan asing untuk Indonesia dan itu membuat perusahaan asing murka dengan kebijakan tersebut. Lalu hubungan Indonesia dan Belanda memanas, bahkan Soekarno menempatkan pasukan militer di Irian Barat. Pemerintahan AS dibawah pimpinan Kennedy justru membela Indonesia dan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan kepada Belanda jika tetap ngotot mempertahankan Irian Barat. Belanda menyadari kekuasaannya di Papua tak akan langgeng tanpa dukungan Amerika. Belanda yang rela Papua menjadi wilayah Indonesia, segera membuat manuver politik. Menteri luar negeri Belanda kala itu, Joseph Luns, membuat proposal untuk pembentukan negara Papua Barat.
Belanda, di awal tahun 1961, merancang pembentukan dewan New Guinea, sebuah dewan yang bertugas untuk mempersiapkan pembentukan negara New Guinea-Belanda, negara berdaulat yang terpisah dari Indonesia dan Belanda. Pada 5 April 1961, dewan New Guinea tersebut terbentuk melalui pemilihan umum yang diikuti oleh sejumlah partai politik lokal dan selanjutnya, pada 1 Desember 1961, untuk pertama kali bendera Bintang Kejora resmi dikibarkan di tanah Papua. Pembentukan negara New Guinea-Belanda ini lantas di bawa Joseph Luns ke PBB untuk mendapatkan pengesahan, namun Amerika dan beberapa negara lainnya tak menggubrisnya. Justru pada Maret 1962, Amerika melalui diplomat senior nya di PBB, Ellsword Bunker, merancang sebuah proposal tandingan berupa skenario penyerahan Irian Barat dari Belanda ke Indonesia. Belanda yang mangkir dari meja perundingan sejak KMB tahun 1949, tak bisa melawan kehendak Amerika.
Di depan Amerika, pada 15 Agustus 1962, Belanda dan Indonesia akhirnya menandatangani perjanjian New York, yang berisi kesepakatan penyerahan Irian Barat ke Indonesia secara bertahap. Perjanjian ini memang punya sejumlah klausul persyaratan, salah satunya akan dilaksanakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, yaitu suatu jejak pendapat yang melibatkan seluruh rakyat Papua untuk menentukan apakah mereka ingin menjadi bagian NKRI atau berdiri sebagai negara sendiri. Kesepakatan ini yang membuat petinggi Freeport geram tak kepalang, sebab rencana yang sudah dibangun dengan East Borneo Company buyar di tengah jalan. Peluang untuk menggarap Eastberg seolah tertutup rapat, setelah pada 1 Mei 1963, Irian Barat resmi berbendera merah putih dan berganti nama menjadi Provinsi Irian Jaya.
Tapi, masa bulan madu Soekarno dan J. F. Kennedy hanya seumur jagung. Petinggi Freeport dan petinggi perusahaan asing merasa geram setelah mengetahui John F. Kennedy menawarkan paket bantuan ekonomi ke Indonesia sebesar 11 juta USD, dengan melibatkan IMF dan Bank Dunia. Awalnya memang terjadi perbedaan pendapat di senat AS. Namun, pada 19 November 1963, JFK menyetujui paket bantuan khusus untuk Indonesia. Tiga hari kemudian, pada 22 November 1963, presiden J. F. Kennedy ditembak mati oleh sebuah konspirasi yang hingga detik ini belum terungkap motifnya. Lalu, Lyndon B. Johnson (presiden AS setelah JFK), yang kemudian membatalkan paket bantuan khusus untuk Indonesia yang telah disetujui oleh Presiden sebelumnya. Salah seorang di balik keberhasilan Johnson dalam kampanye presiden AS ialah Agustus C. Long, yang merupakan petinggi direksi Freeport dan pemimpin di Texas Company. Long juga diyakini salah satu tokoh perancang kudeta terhadap Soekarno yang dilakukan AS dengan gerakan Perwira Angkatan Darat Indonesia yang disebut Long sebagai Our Local Army Friends. Karena Long tidak suka dengan kebijakan Soekarno pada 1961 tentang merevisi perusahaan asing dan 60% keuntungan untuk Indonesia. Kudeta Soekarno benar-benar terjadi dengan memelintir dan menyalahartikan Supersemar 1966 yang dibuat Soekarno berisi memberi mandat untuk mengatasi keadaan negara yang kacau-balau kepada Soeharto; yang diartikan justru memerintahkan Soeharto menjadi presiden RI.
Balik lagi ke Tanah Air - Soekarno pernah terlibat konfrontasi dengan Malaysia terkait wilayah Kalimantan yang dituding oleh Soekarno akan dijadikan negara boneka Inggris. Jakarta meminta dukungan Amerika, tetapi Amerika di bawah presiden Johnson, enggan berseteru dengan Inggris. Soekarno pun meradang. Keluarlah kalimat terkenal dari mulut Soekarno: "Inggris kita linggis, Amerika kita setrika" - sebagai ungkapan kemarahan Soekarno atas sikap Amerika dan Inggris. Hubungan Amerika-Indonesia pun jatuh di titik paling nadir dan ternyata dukungan dalam negeri kepada Soekarno untuk mengganyang Malaysia tidak bulat. Sejumlah petinggi angkatan darat di antaranya Jenderal Ahmad Yani dan kawan-kawan tidak memberi dukungan penuh. Alasannya, mereka menilai isu Malaysia ini sekedar pelampiasan ambisi politik luar negeri Soekarno saja. Satu-satunya komponen yang mendukung bulat adalah Partai Komunis Indonesia. PKI mengirim banyak relawannya untuk melakukan konfrontasi di garis depan. Inilah yang menjadi salah satu pangkal kedekatan Bung Karno dengan PKI, sementara di Amerika, sepeninggal Kennedy, Washington menilai Jakarta tak ingat pamrih Amerika yang telah mendukung pembebasan Irian Barat. Di tambah lagi, Soekarno pasca-konfrontasi dengan Malaysia, disinyalir menjalin kedekatan dengan tokoh-tokoh komunis serta memberikan kader-kader PKI posisi strategis di pemerintahan. Amerika yang gerah dan takut komunis berkuasa di Indonesia, lalu merancang skenario untuk segera menggulingkan Bung Karno. Salah satunya melalui tangan beberapa Jenderal Angkatan Darat yang telah dibina oleh CIA. Adalah sebuah kebetulan yang menarik, karena Long yang adalah salah satu dewan direksi Freeport yang akrab dengan Presiden Johnson, beberapa bulan sebelum peristiwa G30S PKI, ditunjuk sebagai anggota dewan penasehat intelijen kepresidenan Amerika dan terlibat aktif dalam mengendalikan CIA. Yang pasti, sebelum peristiwa berdarah Gestapu, Agustus C. Long, tercatat beberapa kali mondar-mandir ke Jakarta tentunya bukan lagi hendak pelesiran - estafet taktis dan langkah suksesnya berujung pada kisah sejarah di mana Soekarno tumbang dari kursi kepresidenan dan Soeharto didapuk menjadi presiden ke-2 RI.