Buku adalah jendela pengetahuan & dunia. Tetapi, bagaimana sebuah buku yang dinilai "ilmiah" hanya mampu ditulis dan diakui oleh para akademisi di seluruh dunia dengan bermodalkan prinsip-prinsip ilmiah semata? Para kaum skolastik dengan kesombongan intelektual (akademik) berhasil mengendalikan psikologi global dengan menyusun strategi filosofis yang matang untuk memperkuat otoritas mereka yang dianggap berkuasa atas dunia intelektual.
Secara tidak sadar, New World Order yang dianggap sebuah konspirasi sebenarnya sudah menjalankan langkah demi langkah mereka guna mengendalikan & menstrukturisasi semua aspek kehidupan masyarakat global secara teratur dan bertahap, namun dalam framework yang lebih halus sehingga tidak heran apabila ada istilah-istilah seperti malas dan rajin dalam hal membaca.
Percaya atau tidak, membaca buku hanya punya daya guna ilmiah dan teoritis semata. Implikasi praktis dari membaca buku sebenarmya merupakan hasil dari refleksi intelektual atas semua praktik kehidupan sederhana & kompleks yang turut ditransfusikan ke dalam zona ilmiah, sehingga apa yang berlandaskan pengalaman pada akhirnya berujung pada sebuah penciptaan teori yang dirangkum dalam sebuah media yang diklaim valid secara ilmiah, yang dinamakan buku. Padahal, pengalaman-pengalaman tersebut sebenarnya tidak berbau ilmiah, tetapi 'dibungkus' dengan framework "ke-ilmiah-an" agar dianggap valid.
Buku - entah dianggap ilmiah atau bukan - sebenarnya merupakan produk ideologi kaum skolastik untuk melanggengkan dunia "ber-ilmiah-ria". Dasar kreativitas berpikir alamiah manusia di-framing sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kisah multi-dimensional (bisa masuk dalam kategori literatur yang telah diciptakan oleh para teoritikus) yang kemudian akan melahirkan istilah pintar dan bodoh dalam dunia akademik. Finalitasnya merujuk pada satu arah - kekuasaan atas dunia di balik topeng ideologi skolastik klasik/modern.
Percaya atau tidak, ideologi ciptaan kaum skolastik ini telah mampu mengubah daya berpikir masyarakat global - dari zona moralitas tinggi ke zona status sosial yang lebih dinamis. Orang yang sekolah tinggi-tinggi akan dihargai secara sosial. Dengan sendirinya, aspek ekonomi akan mendongkrak posisi orang tersebut di samping kekuatan intelektualnya yang dianggap "tidak perlu diragukan lagi". Pada akhirnya, segala hal yang berbau pengalaman pribadi dinilai hanya sebagai imajinasi fiktif dan non-ilmiah.
Orang yang malas membaca buku akan dianggap bodoh, miskin dan pemalas. Siapakah yang mampu meruntuhkan framework berpikir global seperti ini? Haruskah sesuatu yang "sah" dan punya nilai tinggi seperti moralitas hanya bisa divalidasi dengan ucapan atau menyertakan kutipan dari kaum skolastik klasik/modern (profesor, doktor, atau kaum intelektual setara) sehingga dapat dikatakan ilmiha dan trusted?
Hotspot inilah yang perlahan menciptakan 'jurang pemisah' antara pengalaman ilmiah dan pengalaman mistik - dua zona yang merupakan entitas dari manusia yang justru diperdebatkan. Jangan terkejut bila produk ini adalah salah satu bagian dari misi New Worl Order - membangkitkan semangat brainware untuk meruntuhkan dominasi faithware manusia. Mereka menciptakan kekacauan, kemudian menciptakan perdamaian dari kekacauan itu sendiri. New World Order - kreator provokatif sekaligus mediator dalam pemikiran global.
Ilmu pengetahuan awalnya dipersiapkan untuk meruntuhkan ideologi yang berkaitan dengan teologi (atau sesuatu yang bersifat mistis dan transendental), yang kemudian 'didamaikan' kembali dengan dalil "jangan menggabungkan keduanya" atau "jangan menelisik satu aspek dengan menggunakan perspektif aspek yang lain". Artifisial framework ini akan senantiasa dijalankan manusia selama komposisi "Yang Kuasa" dan "yang berkuasa" tidak mampu disetarakan dengan nalar manusia.
Coba saudara/ri bertanya: "pernahkah ada sebuah penelitian tentang seseorang yang hidup tanpa membaca/membuka buku sekalipun dan berjalan menurut pengalaman hidupnya sehari-hari? Perbandingannya dengan seseorang yang hidup dengan membaca/membuka buku dan tidak pernah berjalan menurut pengalaman hidupnya sehari-hari? atau bandingan ketiga dengan orang yang melaksanakan keduanya sekaligus?". Pertanyaan ini adalah ciptaan para provokator intelektual/akademik yang kemudian akan dijawab oleh mereka sendiri dengan mengutip setiap pernyataan dari para pemikir/ilmuwan/akademisi sehingga dianggap valid dan ilmiah.
Yang membaca postingan ini pasti bertanya-tanya: "darimana tulisan ini Anda dapatkan?". Kalau saya menjawab: "ini adalah framework murni pemikiran manusia (dari diri sendiri)" - mereka akan menjawab: "tidak ilmiah"; kalau saya menjawab: "ini dari buku bla bla bla bla..." - mereka akan menjawab: "ini tetap tidak ilmiah, karena tidak ada kutipan". Produk psikologi skolastik inilah yang membentuk jawaban-jawaban dari para akademisi dalam menanggapi sebuah fenomena/literatur yang dijumpai.
"Cerdas secara ilmiah tapi rapuh secara moral - melihat kreativitas otak kiri dan kanan manusia secara tidak seimbang atau terpisah adalah hal yang mengerikan sekaligus memilukan."
Anda mempunyai teori untuk membantah/menyanggah/mematahkan tulisan ini, tetapi tidak dengan moral berpikir penulisnya. Anda dapat merumuskan semua teori yang Anda temui, tetapi Anda belum sah untuk menciptakan sebuah teori untuk mematahkan pemikiran penulis, karena Anda belum mencapai tingkat akademik tertentu dalam framework kaum skolastik mutlak (status akademik dalam tingkatan struktur kolonialisasi intelektual).
Tidak mengherankan jika manusia yang pada dasarnya adalah raja akal budi di antara makhluk-makhluk yang ada di muka bumi ini justru 'diperbudak' oleh akal budi-nya sendiri - ilmu pengetahuan sebagai "pedang bermata dua" dalam kacamata moralitas - sebuah misi New World Order yang paling sukses.
*postingan ini tidak akan Anda temui di Google karena dicekal terus-menerus. 1001 Rahasia Dunia tentang Manusia dan New World Order hanya bisa Anda temui di deepweb/darkweb dengan domain yang berubah-ubah setiap 15/20 menit sekali browsing. Saya tidak akan menyertakan dalam postingan ini karena setelah di-post, tentu saja domain-nya akan merujuk pada homepage "404 Not Found". Dengan demikian, berjuanglah untuk terus mencari apa yang disembunyikan manusia cerdas secara global namun rapuh secara moral.
Akan ada diary yang saya tulis pada "artikel" lainnya terkait hal serupa. Untuk saat ini, saya hanya bisa bercerita singkat tentang apa itu buku dari sudut pandang yang sama sekali asing buat para akademisi dan praktisi.
*translated by 404 - found on Jan, 23th, 2002.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H