Mohon tunggu...
M Raffi Hadi Putra
M Raffi Hadi Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional, UPN VETERAN YOGYAKARTA

saya memiliki beberapa hobi antara lain olahraga, bermain games dan membaca. konten yang saya sukai dalam membaca maupun menonton berita yaitu Politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kontroversi Relokasi Pemindahan Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan

16 Mei 2024   23:46 Diperbarui: 30 Mei 2024   10:30 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke wilayah Kalimantan Timur telah memicu kontroversi dan perdebatan berkepanjangan sejak pertama kali diusulkan pada 2019 lalu. Proyek ambisius senilai Rp466 triliun ini diharapkan dapat mengatasi masalah kemacetan lalu lintas dan kesemrawutan di Jakarta yang telah membelenggu ibu kota selama puluhan tahun. Namun di balik niat mulia tersebut, muncul berbagai pertanyaan dan kekhawatiran dari berbagai kalangan terkait dampak kebijakan ini.

Salah satu keprihatinan utama adalah dampak lingkungan dari membangun kota dari awal di kawasan hutan hujan Kalimantan yang masih sangat alami. Aktivis lingkungan khawatir ekosistem hutan yang kaya akan keanekaragaman hayati akan terganggu dan mengancam habitat satwa liar. 

Pembangunan infrastruktur besar-besaran berpotensi mengganggu kawasan konservasi dan areal penyangga. Selain itu, pembukaan lahan skala besar bisa memicu peningkatan deforestasi dan degradasi lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Kalimantan sendiri telah kehilangan jutaan hektar hutannya dalam beberapa dekade terakhir akibat pertambangan, perkebunan sawit, dan aktivitas lain. Membangun kota raksasa di tengah kawasan hutan tentu harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menambah kerusakan lebih lanjut.

Isu pembiayaan juga menjadi perdebatan sengit. Anggaran yang diperlukan untuk membangun ibu kota negara baru sangatlah besar, yakni Rp466 triliun yang akan digelontorkan secara bertahap hingga 2045 nanti. Sementara di sisi lain, Indonesia masih dihadapkan pada permasalahan kemiskinan, kesenjangan ekonomi, dan berbagai tantangan pembangunan lain yang mendesak untuk diselesaikan. 

Banyak pihak yang mempertanyakan skala prioritas belanja negara dan menilai akan lebih bijak jika dana tersebut dialokasikan terlebih dahulu untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Angka kemiskinan di Indonesia masih di atas 9% pada 2022 lalu. Kesenjangan ekonomi dan ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan juga masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas.

Dari sudut pandang sosial-budaya, perpindahan ribuan pegawai negeri dan masyarakat dari berbagai latar belakang ke kawasan terpencil seperti Kalimantan Timur juga berpotensi menimbulkan gejolak. Kawasan ini selama ini dihuni oleh komunitas lokal dengan adat istiadat dan budaya yang masih terjaga. 

Kehadiran para pendatang dapat membawa perubahan besar bagi kehidupan masyarakat setempat, baik dari segi tata ruang, mata pencaharian, hingga kondisi sosial-ekonomi. Jika tidak dikelola dengan arif, kesenjangan budaya dan gaya hidup bisa menimbulkan gesekan horizontal dan berujung pada terganggunya keharmonisan sosial.

Dari sisi kebijakan spasial, pemindahan ibu kota juga dinilai berpotensi mengganggu pola persebaran penduduk nasional. Indonesia selama ini dihadapkan pada permasalahan populasi yang terlalu terkonsentrasi di Pulau Jawa. Namun dengan pemindahan ibu kota, bukan tidak mungkin akan muncul titik konsentrasi baru di Kalimantan yang justru menambah permasalahan ketimpangan pembangunan antar-wilayah di kemudian hari. Diperlukan perencanaan tata ruang yang matang agar pemindahan ibu kota tidak justru menimbulkan dampak urbanisasi masif dan permasalahan sosial-ekonomi baru.

Terlepas dari segala kontroversi, pemerintah Jokowi meyakini pemindahan ibu kota adalah solusi penting untuk mengatasi kepadatan Jakarta dan mendorong pemerataan pembangunan di wilayah lain. Pembangunan infrastruktur dan fasilitas kota baru juga dijanjikan akan ramah lingkungan dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan. Langkah ini diharapkan dapat membuka wilayah pertumbuhan ekonomi baru di Kalimantan yang selama ini masih tertinggal. Namun janji tersebut harus dibuktikan dengan perencanaan dan pelaksanaan yang baik agar tidak menjadi jargon belaka.

Mengingat besarnya risiko dan dampak dari kebijakan strategis ini, perdebatan kontroversi kemungkinan akan terus berlanjut di tengah proses pembangunan ibu kota negara baru. Pemangku kepentingan dari berbagai kalangan dituntut untuk terbuka dan mencari jalan tengah dalam menyikapi proyek besar ini. 

Transparansi, keterlibatan masyarakat, dan studi mendalam perlu dilakukan untuk mengurai kontroversi dan memastikan keseimbangan antara biaya dan manfaat yang didapat. Pemerintah juga diharapkan dapat menjamin aspek perlindungan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal agar tercipta pembangunan ibu kota negara yang berkelanjutan dan inklusif. Inilah satu-satunya cara agar harapan besar di balik relokasi IKN benar-benar dapat terwujud tanpa mencederai kepentingan yang lebih luas.

Rencana pemindahan ibu kota ke wilayah Kalimantan Timur ini memang menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Ada beberapa isu krusial yang menjadi sorotan dalam kontroversi ini:

  1. Dampak Lingkungan Salah satu kekhawatiran utama adalah dampak lingkungan dari membangun kota raksasa dari awal di kawasan hutan hujan Kalimantan. Pembangunan infrastruktur dan pemukiman berpotensi merusak ekosistem hutan, mengancam keanekaragaman hayati, serta mendorong deforestasi jika tidak dikelola dengan baik.
  2. Masalah Pembiayaan
    Anggaran yang diperlukan mencapai Rp466 triliun hingga 2045 dianggap terlalu besar bagi sebagian kalangan. Mereka mempertanyakan skala prioritas dan menilai akan lebih baik jika dananya dialokasikan dulu untuk mengatasi masalah kemiskinan, kesenjangan ekonomi, serta pembangunan di daerah tertinggal lainnya.
  3. Dampak Sosial-Budaya Perpindahan ribuan pegawai negeri dan masyarakat ke kawasan terpencil berpotensi membawa gejolak sosial-budaya. Kesenjangan budaya dan gaya hidup dengan masyarakat lokal bisa memicu gesekan horizontal jika tidak dikelola dengan arif.
  4. Isu Persebaran Penduduk Pemindahan IKN juga dinilai bisa mengganggu pola persebaran penduduk yang selama ini terkonsentrasi di Pulau Jawa. Kekhawatiran muncul akan terbentuknya titik konsentrasi baru di Kalimantan yang menambah ketimpangan pembangunan antarwilayah.

Meski begitu, pemerintah tetap meyakini relokasi ini mampu mengatasi kepadatan Jakarta dan mendorong pemerataan pembangunan. Kuncinya adalah perencanaan dan pelaksanaan yang baik dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan dan sosial-budaya.

Kontroversi ini kemungkinan akan terus bergulir di tengah proses pembangunan IKN. Dibutuhkan keterlibatan publik, transparansi, serta studi mendalam untuk menemukan jalan tengah terbaik dari kebijakan strategis ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun