Mohon tunggu...
Moch. Dava Septa Putra A.
Moch. Dava Septa Putra A. Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Manusia yang hobi menulis tentang sosial-politik, sejarah dan arsitektur. Semoga bermanfaat :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Persekutuan Ulama-Negara Penyebab Hancurnya Kejayaan Islam

5 Agustus 2023   21:35 Diperbarui: 5 Agustus 2023   21:41 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Source: IslamyCity

Sepertinya kita ketahui, pada pertengahan milenium pertama hingga awal millennium kedua, peradaban Islam menjadi pusat dari ilmu pengetrahuan dari berbagai bidang seperti ilmu kedokteran, filsafat, sains, hingga yang paling sederhana yaitu etika dalam menjalani kegiatan sehari-hari. Semua pencapaian yang telah diraih harus hancur saat islam dicap sebagai agama kekerasan, sarang terorisme, umat yang terbelakang, intoleran, dan masih banyak lagi.

Fenomena ini bisa kita cari jawabannya melalui buku karya Ahmet T. Kuru, seorang peneliti berkebangsaan Turki. Melalui bukunya yang berjudul Islam, Authoritarianism, and Underdevelopment: A Global and Historical Comparasion, ia melakukan penelitian panjang. Dimulai dari periode pertengahan (1250--1800 M) sampai periode modern (1800 M--sekarang), ia mengamati dan menganalisis kondisi sosial, politik, agama, dan ekonomi yang terjadi pada negara Islam.

Penyebab hancurnya kejayaan Islam atau sering juga disebut sebagai Kemunduran umat Islam merupakan masalah yang kompleks karena didalamnya melibatkan relasi antar kelas yang saling mempengaruhi, diantaranya yaitu kelas penguasa, ulama, pedagang, dan intelektual. Menurut kuru relasi antar kelas tersebut sangat berperan dalam kemajuan peradaban islam juga berperan dalam kemunduran peradaban islam.

Menurut para orientalis, penyebab kemunduran umat islam sekarang dikarenakan doktrin islam itu sendiri yang banyak disebutkan oleh para esensialis dan juga ada yang mengatakan bahwa kemunduran umat islam disebabkan oleh kolonialisme yang banyak disebutkan oleh paraantikolonial. Tetapi Kuru dengan tegas membantah semua argumen yang dilontarkan oleh para orientalis, Kuru membantah argumen esensialis dengan menjelaskan bagaimana peradaban Islam mencapai kemajuan di abad pertengahan yang saat itu dipimpin oleh kekhalifahan. Selanjutnya Kuru juga membantah argumen antikolonial dengan jawaban yang sangat sederhana yaitu ketika kolonialisasi dilakukan oleh barat dengan menembus sumber daya negara-negara muslim, orang-orang muslim sudah terlebih dulu menderita krisis politik dan sosio-ekonomi.

Bagi Kuru Penyebab hancurnya kejayaan islam adalah mendekatnya kelas ulama dengan kelas penguasa. Dari persekutuan ulama-negara tersebut menciptakan kerja sama yang saling menguatkan lagi menguntungkan. Di satu sisi negara menjamin monopoli agama bagi ulama dan di sisi lain ulama melegitimasi negara dengan label agama. Di Mesir dan Pakistan, misalnya, pasal tentang syariah dimasukkan ke dalam konstitusi, kemudian peranan hukum pengadilan ulama dan syariah diperkuat. Begitupun di negara yang mengalami perang saudara: Irak, Libya, Somalia, dan Suriah. Mereka mereformasi hukum dengan mengislamisasi dan menetapkan pasal konstitusi yang merujuk syariah.

Dari penjelasan Kuru, masalah utama para ulama, baik dari aliran sunni ataupun Syiah yaitu sikap konservatif dan oposisi terhadap gagasan kemajuan. Menurut pandangan duniawi ulama, pengetahuan keagamaan mencakup semua kebaikan yang sempurna dan kekal; perubahan berarti penyimpangan dan kerusakan. Ulama Salafi sudah melampaui aliran utama ulama Sunni dalam menolak perubahan dan kemajuan. Di antara ribuan hadis, Salafi punya satu hadis kesukaan yang berulang kali mereka sebut-sebut: "Setiap pembaruan (bid'ah) adalah kesesatan dan setiap kesesatan ada di api neraka." (Hlm. 103).

Dalam sejarah Islam, ulama generasi awal merupakan ulama yang sangat mementingkan kemandirian finansial dengan cara berdagang, bahkan mereka menolak semua bentuk bantuan finansial yang diberikan dari penguasa. Ulama dari aliran Hanafi seperti Ahmad bin Hanbal, dan Sufyan Tsauri menyatakan  bahwa ulama dilarang mengambil uang dari Negara. Selain itu ulama masa itu menyebutkan bahwa orang-orang yang berada dalam lingkungan penguasa tidak dapat diandalkan "dalam hal pengetahuan", sehingga periwatan hadis oleh mereka tidak layak dipercaya. (Hlm. 126).

Penyebab Persekutuan Ulama-Negara

Penyebab dari persekutuan ulama-negara ini berpengaruh pada kemunduran intelektual muslim, adanya persekusi baik itu hukuman mati ataupun ancaman keabadian di neraka, menjadikan banyak dari orang-orang muslim patah semangat dalam mencari ilmu pengetahuan dan kreativitas. Hal tersebut diperkuat Ghazali, yang bagi Kuru, berperan penting dalam membuat pandangan ortodoksi Sunni tidak bisa dipertanyakan. Ghazali sendiri memang bukan pendiri ortodoksi Sunni, dia mengikuti jalan seperti Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, Asy'ari, Mawardi, dan Khalifah Qadir. Namun sebagai ulama terkemuka, Ghazali menjadi pemulus bagi para penguasa untuk menuding murtad seseorang.

Hingga abad ke-17, tiga kerajaan Muslim; Selama dua abad terakhir, Osmani, dan Mughal telah mengalami penurunan drastis dan harus menghadapi krisis politik dan sosial-ekonomi. Kuru melihat kesamaan dengan periode sebelumnya, yaitu relasi kelas atau persekutuan ulama-negara. kedua faktor ini sebagian besar telah menghambat munculnya intelektual independen dan pedagang yang terpinggirkan sebagai pemodal swasta untuk para intelektual. Seperti yang terjadi pada imperium Osmani, yang pada waktu itu terlambat mendirikan percetakan disebabkan ulama konservatif.

Di akhir bukunya, Ahmet T. Kuru menjelaskan sebuah solusi alternatif untuk mengembalikan kejayaan islam. Menurut ia umat islam harus bisa menjadi pedagang atau pengusaha swasta yang independen dan juga menjadi intelektual yang kreatif untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara barat. "Muslim memerlukan kaum intelektual yang kreatif dan borjuasi independen, yang dapat mengimbangi kekuasaan otoritas ulama dan negara." Tegas Kuru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun