Semenjak menyebarnya kasus Covid-19 di Indonesia pada awal maret tahun 2020 kemarin, banyak sekali dampak yang diberikan terhadap proses kegiatan yang ada di Indonesia, baik itu dampak pada dunia ekonomi, politik, hingga pendidikan.Â
Sehingga banyak sekali perubahan-perubahan yang harus dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat dalam memutus rantai penyebaran virus Covid-19 ini.Â
Saat ini telah diterapkan kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sebagai salah satu tindakan penerapan tatanan hidup baru untuk menjaga produktivitas selama masa pandemi Covid-19, dengan menerapkan perilaku pencegahan penularan Covid-19.Â
Pada awalnya prinsip utama dari kebijakan ini adalah untuk beradaptasi dengan pola hidup baru yang akan menuntun pada terciptanya kehidupan dan perilaku baru pada masyarakat hingga vaksin Covid-19 ditemukan.
Sehingga banyak sekali kebijakan-kebijakan baru yang diterapkan pada saat itu. Salah satu yang sempat menyita perhatian ialah kebijakan kebiasaan baru pada dunia pendidikan, dengan diterapkannya sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) dari yang sebelumnya melalui luring (luar jaringan) atau pembelajaran tatap muka (PTM), guna mengurangi aktivitas yang mengharuskan siswa berkumpul di satu ruangan yang sama.Â
Mengingat Pembelajaran Tatap muka (PTM) ini sendiri telah menyebabkan klaster Covid-19 di beberapa daerah. Seperti yang terjadi di DKI Jakarta pada 22 September 2021 lalu, terdapat 25 klaster Covid-19 yang disebabkan dari kegiatan PTM, berdasarkan data Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).
Lantas, yang menjadi pertanyaan adalah apakah kebijakan pembelajaran daring (dalam jaringan) ini benar-benar dapat mengatasi permasalahan yang ada atau malah sebaliknya?
Seperti surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, pada selasa, 24 Maret 2020. Ia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam masa darurat penyebaran virus Corona.Â
Surat Edaran ini antara lain berisi kebijakan Mendikbud mengenai peniadaan pelaksanaan Ujian Nasional hingga Proses Belajar Mengajar yang dilakukan secara daring/jarak jauh. Hal ini benar-benar menjadi awal revolusi besar-besaran pada dunia pendidikan di tanah air. Sehingga tak heran jika terobosan ini pada awalnya menimbulkan banyak sekali pro dan kontra.
Memang pada saat awal pandemi, metode ini dirasa cukup tepat guna melindungi para murid maupun para pengajar dari penyebaran Virus Covid-19. Namun, permasalahan mulai muncul seiring berjalannya waktu.Â
Para orang tua merasa keberatan dalam menyediakan fasilitas yang mumpuni dalam menunjang kegiatan pembelajaran daring anaknya, sebab pembelajaran daring itu sendiri dilakukan melalui jaringan internet baik itu menggunakan website maupun media sosial. Sehingga para siswa diharuskan untuk memiliki smartphone, laptop, ataupun PC dalam mengaksesnya.Â