Dari video yang saya temukan melalui sosial media, ada salah satu ormas yang mencabut logo di tenda dari gereja yang memberi bantuan atas dasar kemanusiaan kepada korban gempa Cianjur. Menurut saya pencabutan logo oleh sebuah ormas tersebut tidak etis.Â
Mereka mencabut logo nama gereja tetapi tetap menerima bantuannya. Hal tersebut menunjukkan sikap tidak toleran terhadap suatu agama. Hanya karena title "dari gereja" ormas tersebut tidak terima.Â
Jika memang tidak ingin disebut dapat bantuan dari gereja, maka seharusnya tidak menerima bantuan sama sekali. Sikap tidak toleran ini dapat memicu terjadinya perpecahan sosial agama. Apalagi jika ada orang yang menonton videonya saja dan hanya mendengar sebagian informasi, orang tersebut akan salah mengira, bisa-bisa melabeli Cianjur sebagai kota yang tidak toleransi agama. Padahal hanya sebagian oknum yang mencabut logo nama gereja itu.
Meskipun tindakan ini terlihat sederhana, tetapi dapat memunculkan banyak makna negatif. Gereja pun hanya berniat baik untuk menolong korban gempa dengan memasok bantuan ke posko-posko. Banyak warganet yang juga geram melihat aksi para oknum.Â
Padahal jika terdapat logo gereja di tenda pengungsi bukan berarti iman mereka berkurang, karena gereja tersebut hanya menunjukkan kemanusiaannya. Setelah video tersebut viral, ormas pun memberikan klarifikasi yang menyatakan bahwa pencabutan logo tidak masuk dalam agenda ormas. Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat sangat menyayangkan aksi ini karena dangkalnya pemahaman pancasila bagi sebagian warga.
Kasus diatas masuk kedalam kajian sosiologi karena menyangkut kedalam interaksi sosial manusia. Meyangkut kepada hubungan suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Nilai dan norma juga terkandung pada kasus ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H