Ketika bibirku ingin bergetar,
Mengucap sholawat yang penuh cahaya,
Mengalunkan ayat kursi, Al Fatehah, Asmaul husna yang menggetarkan jiwa,
Aku merasa takut, tertahan dalam sepi,
Seolah ada dinding, menghalangi langkah hati.
Benarkah kuingat, Dia Maha Kasih,
Maha Dekat, lebih dekat dari urat leher ini,
Bukan murka yang Ia cari,
Hanya cinta dan hamba yang kembali.
Takutku menghalangi,
Benarkah, Ia hanyalah ujian dari Tuhan,
Menguatkan niat, membersihkan niat,
Agar dzikirku menjadi cahaya yang hangat.
Maka, aku mulai perlahan,
Menyebut nama-Nya dengan penuh harapan,
Bismillah, aku ucap dengan cinta,
Hilangkan takut, hadirkan cahaya.
Sholawat mengalir bagai sungai jernih,
Doa menembus langit yang tinggi,
Hizib dan rotib menjadi benteng yang kokoh,
Aku menjadi tenang, tak ada lagi resah yang singgah.
Masih bergetar, Ketika takut menyelimuti jiwa,
Akankah dzikir senjata utama,
Karena cinta-Nya selalu ada,
Menghapus takut dengan pelukan cahaya.
Dalam sunyi, hatiku bergetar,
Rasa takut menyelimuti langkahku,
Ingin kuucap nama-Mu, Ya Rabb,
Namun lidahku kelu, nafasku terhenti.
Bisikan-bisikan menggema di dada,
"Apakah aku pantas? Apakah aku layak?"
Namun di balik takut, ada rindu,
Rindu pada Rahmat-Mu yang tak berbatas.
Aku mencari cahaya di antara gulita,
Lalu kutemukan janji cinta-Mu,
"Datanglah, meski penuh cela,
Aku adalah Tuhan yang Maha Pengampun."