Mohon tunggu...
M Muttaqin Al Mutawakil WSJ
M Muttaqin Al Mutawakil WSJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa di Universitas Negeri Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Harapan Dunia Kerja yang Justru Menjadi Penyumbang Pengagguran Terbesar

28 November 2024   22:48 Diperbarui: 28 November 2024   23:44 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang terampil dan siap pakai di dunia industri. Namun, meskipun secara teoritis lulusan SMK dipersiapkan untuk bekerja langsung setelah lulus, kenyataannya justru menunjukkan angka pengangguran yang tinggi di kalangan mereka. Permasalahan ini tidak hanya terletak pada sistem pendidikan yang ada, tetapi juga pada dinamika pasar kerja, perkembangan teknologi, serta kebijakan-kebijakan yang kurang memadai dalam mendukung lulusan SMK agar siap bersaing di dunia kerja.

Data Pengangguran SMK yang Meningkat

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2023 tercatat sekitar 5,86%, dan sebagian besar dari angka ini berasal dari lulusan SMK. Pada tahun yang sama, angka pengangguran di kalangan lulusan SMK mencapai 10,53%, yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lulusan perguruan tinggi (3,89%) dan lulusan SMA (6,73%) (BPS, 2023).

Tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan lulusan SMK ini mencerminkan adanya ketidaksesuaian antara kemampuan yang dimiliki oleh lulusan SMK dengan kebutuhan dunia kerja yang terus berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun mereka memperoleh pendidikan keterampilan, lulusan SMK sering kali tidak siap menghadapi tuntutan industri yang sesungguhnya.

 Kesenjangan Keterampilan antara Kurikulum SMK dan Dunia Kerja

Salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan SMK adalah kesenjangan antara kurikulum yang diajarkan di sekolah dan kebutuhan industri. Meskipun SMK dirancang untuk memberikan pendidikan vokasi dengan keterampilan yang relevan, kenyataannya banyak lulusan yang merasa kurang siap dalam menghadapi tuntutan dunia kerja.

Menurut survei World Bank pada 2021, sekitar 60% lulusan SMK di Indonesia tidak bekerja sesuai dengan bidang keahliannya. Salah satu alasan utama adalah bahwa kurikulum yang diterapkan di banyak SMK sering kali tidak disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan pasar yang dinamis. Sebagai contoh, banyak program keahlian yang masih mengajarkan keterampilan-keterampilan yang sudah usang atau tidak relevan dengan teknologi terbaru, seperti di sektor manufaktur, di mana otomatisasi dan penggunaan robot semakin mendominasi.

Selain itu, sejumlah program keahlian di SMK tidak fokus pada keterampilan yang lebih umum dibutuhkan di pasar kerja, seperti keterampilan digital, kemampuan analisis data, atau manajemen proyek. Keterampilan seperti ini menjadi semakin penting, mengingat semakin banyak industri yang beralih ke teknologi digital dan otomatisasi.

 Krisis Industri dan Ketidakstabilan Ekonomi

Selain masalah ketidaksesuaian kurikulum, faktor ekonomi dan krisis industri juga berkontribusi besar terhadap tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan SMK. Pasar tenaga kerja Indonesia yang terus berubah, ditambah dengan krisis global dan dampak pandemi COVID-19, menyebabkan banyak perusahaan mengurangi perekrutan tenaga kerja baru atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pada tahun 2020, Indonesia mengalami dampak besar akibat pandemi COVID-19, yang menyebabkan banyak perusahaan, terutama di sektor informal dan manufaktur, mengalami penurunan produksi dan penutupan usaha. Data BPS menunjukkan bahwa pada Agustus 2020, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 7,07%, yang didominasi oleh kalangan lulusan SMK.

Di sisi lain, sektor-sektor yang sebelumnya menjadi penyerap utama tenaga kerja, seperti sektor manufaktur, semakin banyak digantikan oleh teknologi otomatisasi dan kecerdasan buatan. Hal ini membuat banyak lulusan SMK yang terlatih di bidang teknik atau manufaktur kesulitan untuk menemukan pekerjaan yang sesuai.

 Persaingan dan Stigma Sosial terhadap SMK

Lulusan SMK juga sering kali menghadapi persaingan ketat dalam pasar kerja, baik dengan sesama lulusan SMK maupun dengan lulusan perguruan tinggi. Dalam beberapa sektor, ada anggapan bahwa lulusan SMK memiliki kemampuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan lulusan perguruan tinggi. Hal ini menambah kesulitan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka.

Menurut survei dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2021, sekitar 25% lulusan SMK tidak bekerja sama sekali setelah lulus. Banyak dari mereka yang berusaha mencari pekerjaan di luar bidang keahlian mereka karena tidak adanya kesempatan yang sesuai di bidang yang mereka pelajari. Selain itu, stigma sosial yang menyatakan bahwa "lulusan SMK lebih rendah daripada lulusan SMA" masih ada di masyarakat dan di dunia kerja, memperburuk persepsi terhadap lulusan SMK.

Keterbatasan Akses ke Pelatihan dan Sertifikasi

Selain masalah kurikulum dan kompetensi, masalah lain yang sering dihadapi oleh lulusan SMK adalah kurangnya akses terhadap pelatihan lanjutan atau sertifikasi profesional yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas diri mereka. Banyak lulusan SMK yang tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau memperoleh sertifikat keterampilan yang diakui industri, yang bisa meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja.

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), sekitar 50% lulusan SMK di Indonesia tidak memiliki akses terhadap pelatihan lanjutan atau sertifikasi. Padahal, sertifikasi ini sangat penting untuk meningkatkan peluang kerja, terutama di sektor-sektor yang membutuhkan keahlian teknis atau yang berbasis teknologi.

Solusi untuk Mengatasi Pengangguran Lulusan SMK

Untuk mengurangi angka pengangguran di kalangan lulusan SMK, dibutuhkan pendekatan yang komprehensif dan terkoordinasi antara pemerintah, dunia pendidikan, dan sektor industri. Beberapa langkah yang dapat diambil adalah:

  1. Pembaruan Kurikulum yang Relevan: Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu memperbarui kurikulum SMK agar lebih sesuai dengan kebutuhan industri, terutama yang berbasis teknologi dan digital.

  2. Kerja Sama dengan Industri: Kolaborasi antara sekolah SMK dan sektor industri perlu ditingkatkan agar lulusan SMK dapat memperoleh pengalaman praktis yang langsung relevan dengan kebutuhan industri.

  3. Peningkatan Akses Pelatihan dan Sertifikasi: Penyediaan lebih banyak program pelatihan dan sertifikasi untuk lulusan SMK dapat membantu mereka meningkatkan keterampilan dan daya saing.

  4. Peningkatan Pengakuan terhadap SMK: Meningkatkan citra dan pengakuan terhadap pendidikan SMK di masyarakat akan membantu lulusan SMK untuk lebih dihargai di dunia kerja.

Angka pengangguran yang tinggi di kalangan lulusan SMK bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan tunggal. Hal ini melibatkan berbagai faktor, mulai dari kesenjangan keterampilan, ketidakcocokan kurikulum, hingga dinamika pasar kerja yang berubah dengan cepat. Oleh karena itu, perlu adanya reformasi besar-besaran dalam sistem pendidikan SMK, pengembangan kurikulum yang lebih relevan, serta dukungan lebih besar dari sektor industri dan pemerintah untuk menciptakan peluang kerja yang lebih luas bagi lulusan SMK. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, pengangguran di kalangan lulusan SMK dapat diminimalisir, dan mereka dapat berkontribusi lebih signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun