dibalik sumringah yang menggebu-gebu, diiringi telapak tangan mengepal penuh kegembiraan. Lupa.. bagai tersungkur kesedihan yang di suguhkan.
Siapa suruh? Siapa yang meminta? Siapa yang menuai harap setinggi gedung pencabik langit?... ( renung sejenak)
Gema yang disulam menjadi benih, gegap-gempita yang diubah menjadi remah-remah derita. ( tertegun dan prihatin)
Tali asa yang tersulam jadi empati yang tuli. Seolah ingin menjerit dari jebakan yang menjerat
Baru ingat... Rupanya tengah tersedak harapan yang mengarah pada kehampaan .
---
Demikian dan salam puisi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H