Mohon tunggu...
M. Fatah Mustaqim
M. Fatah Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Membaca dan menulis apa saja yang terlintas di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lelucon Pahit Sepak Bola Indonesia

11 Desember 2023   11:46 Diperbarui: 12 Desember 2023   07:35 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Jika kalian bermimpi menjadi bintang besar di sepak bola tentu kalian harus pindah. Namun jika kalian ingin menjadi bintang sepakbola seperti selebriti, maka tetaplah berada di Indonesia." 

Kritik Radja Nainggolan kepada pemain Timnas Indonesia- Dilansir dari Sport77 Official Youtube

Pernyataan Radja Nainggolan yang mengemuka tempo hari (16/11) itu semestinya bisa dilihat sebagai otokritik yang konstruktif terhadap sepakbola Indonesia. Pernyataan itu jelas bukan hanya mempersoalkan para bintang sepak bola Indonesia secara personal yang lebih dikenal sebagai selebritas daripada talenta dan prestasi mereka di lapangan hijau. 

Maka yang perlu dimaknai dari pernyataan Radja Nainggolan adalah bagaimana memperbaiki dunia persepak bolaan Indonesia untuk memulai pembinaan talenta-talenta sepak bola sebagai prioritas utama yang seharusnya mendapatkan spotlight lebih besar dari segenap insan sepakbola Indonesia daripada sisi-sisi selebritas dan kehidupan pribadi mereka.

Kita semestinya melihat realitas timpang dunia sepak bola Indonesia hari ini sebagai inti persoalan yang harus dibenahi segera oleh otoritas sepak bola Indonesia. Realitas timpang yang saya maksud adalah adanya gap antara ekspektasi dan realitas itu sendiri. Ekspektasi dan harapan yang begitu besar dari masyarakat terhadap kemajuan sepak bola Indonesia realitasnya masih jauh panggang dari api. 

Sepak bola Indonesia tetap begini-begini saja meskipun atensi dan perhatian semua pihak begitu tinggi tertuju pada cabang olah raga ini. Bahkan sampai muncul kritikan bahwa sepak bola Indonesia terlalu di anak-emas-kan dari cabang olahraga lain yang padahal jauh lebih mendulang prestasi. Sepak bola Indonesia dianggap overrated karena minim prestasi tapi tinggi atensi. Sementara cabang olah raga lain cenderung terlupakan padahal lebih memberikan sumbangsih prestasi bagi negara.

Persoalan sepak bola Indonesia ternyata juga tidak hanya soal nir-prestasi dan sulitnya menemukan talenta muda berbakat tetapi juga terkait dengan masalah yang lebih luas dan kompleks. Sebut saja beberapa di antaranya seperti konflik kepentingan politik yang menunggangi popularitas isu sepak bola, eksploitasi bisnis sepak bola yang tidak mengindahkan profesionalitas dan keselamatan (apa-apa yang penting cuan, prestasi mah nomer sekian) hingga buruknya manajemen penyelenggaraan event sepak bola itu sendiri.

Puncaknya tentu saja kita semua tahu dan seluruh dunia juga tahu terjadinya tragedi Kanjuruhan yang memilukan dan hingga kini masih menyisakan duka dan ketidakadilan. Tragedi Kanjuruhan dan juga tragedi kekerasan lainnya dalam sepak bola Indonesia telah menyisakan luka yang sulit disembuhkan. Bahkan banyak insan sepak bola Indonesia di media sosial yang mendeklarasikan diri untuk tidak lagi membicarakan dan menonton sepak bola di Indonesia. 

Mereka dengan kata lain men-talak tiga sepak bola Indonesia sampai tercapainya keadilan bagi korban tragedi Kanjuruhan tetapi mereka sendiri sudah tidak banyak berharap akan itu.Sebab bukan keadilan yang didapatkan justru lelucon angin sebagai penyebab tragedi terasa begitu menggelikan dan menyedihkan. Mereka seperti sudah kehilangan harapan sepenuhnya kepada dunia sepak bola Indonesia dan otoritas yang berisisan dengannya.

Siklus kekerasan dalam sepak bola Indonesia yang tak pernah usai sampai menjelma lingkaran setan yang digambarkan netizen di media sosial dengan gambaran yang sangat tepat dimana tragedi pada akhirnya hanya menjadi lelucon pahit yang sebentar dikenang kemudian dilupakan.

Meme Siklus Kekerasan Sepak Bola Indonesia. Sumber Facebook.com/Kita Garuda-Menghadeh
Meme Siklus Kekerasan Sepak Bola Indonesia. Sumber Facebook.com/Kita Garuda-Menghadeh

Di tengah paceklik prestasi dan luka akibat tragedi, sepak bola Indonesia kini masih bertahan terutama karena fungsinya sebagai ladang rejeki banyak orang. Juga yang terpenting sebagai sebuah hiburan dengan lelucon-lelucon ala netizen yang mengandung kritik sekaligus kepahitan. Seperti lelucon template ala netizen misalnya tentang karier bintang sepak bola Indonesia yang seakan sudah bisa ditebak endingnya yaitu menjadi polisi, ASN atau jika beruntung bisa juga menjadi bintang iklan produk kopi instan dan makanan ringan.

Sepak bola Indonesia yang tak kunjung menuai prestasi barangkali bukan karena talenta-talenta muda kita yang kekurangan bakat tetapi bisa jadi karena kita belum mau menuntaskan dosa-dosa masa silam. Perubahan sepak bola Indonesia harus dimulai dengan tindakan nyata memutus lingkaran setan kekerasan dan konflik kepentingan. Dengan demikian lelucon-lelucon ala netizen itu tidak lagi menjadi kenyataan tetapi cukup sudah menjadi masa silam.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun