Mohon tunggu...
M. Fatah Mustaqim
M. Fatah Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Membaca dan menulis apa saja yang terlintas di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Anggur dan Cinta yang Fana dalam Sajak-Sajak Chairil Anwar dan Umar Khayyam

17 November 2023   13:27 Diperbarui: 19 November 2023   00:16 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umar Khayyam. Sumber Gambar: zen.yandex.ru via pinterest.com

Dalam bait sajaknya yang lain, Khayyam bahkan menggambarkan dunia dengan perumpamaan sebuah rumah tumpangan yang ringsek, seperti juga rumah bedeng yang berdebu dan menyedihkan. 

Gugatan akan hakikat eksistensi diri bahkan sikap nihilis-nya demikian terlihat dalam penggalan bait sajak berikut ini;

....Di rumah tumpangan yang ringsek ini tak ada yang lebih baik
Daripada tak datang, tak ada, tak pergi.

Dari sajak-sajaknya yang skeptis dan pesimistik dalam memandang kehidupan dunia, Khayyam nyaris selalu dalam semua bait-bait sajaknya mengajak kepada yang membaca rubaiyyat-nya akan pencapaian kebahagiaan saat ini, di sini, yang ia gambarkan sebagai pencapaian yang lebih baik dari kekuasaan kerajaan dunia dan seisinya. 

Khayyam selalu menggunakan perumpamaan anggur, meminum anggur sebagai kawan pelipur duka dari kehidupan dunia yang fana.

Kini di saat bahagia cuma tinggal namanya,
Tiada lagi kawan yang matang selain anggur perkasa;
Biarkan tangan tetap melekap di kendi anggur,
Hari ini ketika kendi adalah segalanya tangan pun telah mendapatkannya.

Khayyam juga mendambakan anggur bukan hanya sebagai pelipur duka saat ini dan di sini tetapi dalam angan akan takdir masa depan dirinya, saat ia telah meninggalkan dunia dan dibangkitkan kelak di kehidupan berikutnya.

Andai kau ingin mendapatkan aku di Hari Kebangkitan nanti,
Cari aku dalam debu di pintu kedai anggur

***

Sajak-sajak yang menggambarkan kehidupan dunia yang fana dari kedua penyair termasyhur itu, sebagaimana galibnya para penyair, diciptakan melalui pengalaman romantik yang soliter. 

Keduanya menciptakan sajak-sajak yang indah itu di dalam kontemplasi dan kesendirian, yang lebih dimaksudkan untuk mengungkapkan katarsis dan kegelisahan diri yang implisit daripada suatu penjelasan yang eksplisit. 

Meski sajak-sajak mereka diciptakan dalam momen estetik yang soliter, namun kita bisa memetik nasehat dan hikmah yang tersirat di dalamnya jika kita menginginkannya dengan membaca dan merenungkannya tentu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun