Mohon tunggu...
M. Fatah Mustaqim
M. Fatah Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Membaca dan menulis apa saja yang terlintas di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

3 Problem Utama Isu Kesehatan Mental di Indonesia

30 Oktober 2023   19:59 Diperbarui: 30 Oktober 2023   20:19 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Masalah Kesehatan Mental. Foto: istockphoto.com

Kini isu kesehatan mental (mental health issue) sedang ramai dibicarakan anak-anak muda gen z dan millenial di Indonesia. Sejak viral kejadian bunuh diri (suicide) di media sosial beberapa waktu lalu, banyak anak muda yang mulai aware terhadap isu kesehatan mental. 

Meskipun isu kesehatan mental sudah berulangkali viral bahkan menjadi long lasting content di media sosial, namun agaknya isu krusial ini masih belum menjadi wacana dan kajian arus utama bagi semua kalangan (bukan hanya kaum muda). Akibatnya literasi mengenai isu kesehatan mental belum sepenuhnya menjangkau semua kalangan. Tentu saja masih banyak kesalahpahaman, stigma hingga stereotipe negatif yang melingkupi isu kesehatan mental karena kurangnya pemahaman yang rasional dan rasa empati.

Masih banyak yang menganggap orang dengan masalah dan gangguan mental sebagai orang lemah, lebay dan caper. Padahal orang dengan masalah mental apalagi dengan gangguan mental, perlu diberikan support dari orang lain dengan empati dan apabila perlu membawa mereka kepada profesional untuk ditangani. Namun alih-alih menolong dan memberi jalan keluar, ternyata masih banyak di antara kita yang justru mengucilkan bahkan menghujat orang dengan masalah mental sebagai orang lemah dan lebay yang tidak patut ditolong.

Stigma dan stereotipe negatif terhadap orang dengan masalah dan gangguan mental adalah salah satu hambatan terbesar dari upaya untuk mewujudkan kesehatan dan kesejahteraan mental masyarakat kita. Banyak orang dengan masalah dan gangguan mental akhirnya memendam masalahnya sendiri karena tidak berani menceritakan masalahnya kepada orang-orang terdekatnya sekalipun. Muncul kekhawatiran dari orang-orang dengan masalah dan gangguan mental untuk mengungkapkan masalah mentalnya. 

Bahkan dengan masih kuatnya stigma dan stereotipe negatif terhadap orang-orang dengan masalah mental ini, juga berdampak pada rendahnya kesadaran untuk menangani masalah kesehatan mental seseorang pada pihak profesional. Akibatnya tentu saja diagnosis atau temuan yang sebenarnya mengenai berapa persen data orang di Indonesia dengan masalah kesehatan mental ini sebenarnya sulit diketahui. Maka bagaimana diagnosa akar persoalan dan seberapa urgen persoalan kesehatan mental ini bisa diketahui untuk kepentingan roadmap suatu kebijakan publik umpamanya, jika tidak diketahui data yang sebenarnya?

Menurut data dari Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey pada 2022, tercatat ada 15,5 juta (34,9 persen) remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta (5,5 persen) remaja mengalami gangguan mental. Dari jumlah itu, hanya sekitar 2,6 persen yang mengakses layanan professional untuk mendapatkan konseling dari psikiater. Data tersebut menunjukkan betapa masih rendahnya kesadaran masyarakat kita khususnya bahkan di kalangan muda yang seharusnya sudah melek terhadap isu kesehatan mental ini.

Menurut hemat saya ada 3 faktor yang mempengaruhi rendahnya kesadaran akan pentingnya penanganan yang tepat pada masalah kesehatan mental. 

1.      Rendahnya Literasi Kesehatan Mental

tentu saja adalah persoalan literasi mengenai kesehatan mental yang masih rendah. Meskipun isu ini berulangkali viral di media sosial tidak berarti sejalan dengan pemahaman yang baik tentang isu ini. Sebab viralnya isu kesehatan mental juga tidak mesti sejalan dengan edukasi karena juga banyak disinformasi dan opini-opini yang menyesatkan di dalamnya. 

2.      Stigma Negatif 

Masih kuatnya stigma dan stereotipe negatif terhadap orang-orang dengan masalah dan gangguan mental sebagai orang yang lemah dan lebay. Stigma ini tentu saja banyak menggiring orang pada pola pikir egoistis untuk tidak perlu ber-empati pada orang yang bahkan tidak bisa menolong dirinya sendiri.

3.      Terbatasnya Akses Pelayanan Kesehatan Mental

Masih terbatasnya akses dan juga pengetahuan (literasi) mengenai pentingnya penangangan kesehatan mental kepada profesional. Di Indonesia, menurut data dari Kemenkes, jumlah psikiater profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya sekitar 1.053 orang. Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk.

Dari banyak persoalan yang menghambat upaya meningkatkan kesehatan mental, satu upaya prioritas yang paling mudah dan bisa dilakukan semua orang untuk berkontribusi adalah bagaimana meningkatkan literasi mengenai kesehatan mental pada semua kalangan. Literasi kesehatan mental sangat penting karena bisa mengubah pola pikir lama yang penuh stigma negatif, tidak rasional dan empatik terhadap masalah kesehatan mental. Literasi mengenai kesehatan mental tidak cukup hanya menjadikan isu ini sebagai konten viral tetapi juga bagaimana menyebarkannya melalui pengarus-utama-an wacana dan kajian kesehatan mental dalam lingkup kurikulum pendidikan hingga media massa dan jurnal-jurnal ilmiah.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun