Riset tersebut dengan kata lain membuktikan bahwa status kelas sosial sangat berpengaruh bagi masa depan seseorang. Orang yang terlahir dari keluarga miskin sebagian besar akan tetap miskin di usia dewasa karena minimnya akses terhadap kebutuhan mendasar dan aktualisasi sosial. Belenggu kemiskinan yang turun temurun inilah yang kemudian disebut sebagai kemiskinan struktural.
Jika persoalan kemiskinan pada dasarnya lebih disebabkan karena faktor ketimpangan struktural, mengapa masih muncul anggapan bahwa persoalan kemiskinan adalah persoalan individual (privat) padahal kemiskinan seharusnya adalah persoalan yang berada di ranah sosial (publik).
Distorsi Cara Pandang
Saya kira, apatisme dan kegagalan pemahaman sebagian di antara kita dalam memandang persoalan sosial seperti kemiskinan juga disebabkan karena distorsi cara pandang terhadap narasi sosial itu sendiri. Bahwa narasi sosial kita hari ini tidak perlu mempersoalkan problem struktural (sistemik).Â
Barangkali mereka mengira bahwa problem sosial seperti kemiskinan akan teratasi dengan menganjurkan kedermawanan personal di ranah domestik/privat dengan aksi charity, seperti di masa Orde Baru dengan Gerakan Orang Tua Asuh (GOT) atau di masa kini dengan berbagai komodifikasi melalui give away, reality show yang hanya menjadi ajang ungkapan belas kasih semata tanpa refleksi terhadap persoalan sosial dan struktural yang lebih urgen.Â
Bahkan seringkali kedermawanan personal, belas kasih dari "orang-orang baik" yang dikomodifikasi di ruang publik tidak mencerminkan kesetaraan harkat dan martabat karena pihak penerima hadiah seringkali digambarkan bernasib papa, memelas, kurang beruntung sebaliknya pihak pemberi amal digambarkan sebagai bernasib baik, menginspirasi dan dermawan. Superioritas moral dan kedudukan yang ditampilkan dalam citra kedermawanan personal sesungguhnya adalah cermin langgengnya persoalan struktural yang menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan kelas sosial tertentu di atas kelas sosial lain.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H