Mohon tunggu...
M. Fatah Mustaqim
M. Fatah Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Membaca dan menulis apa saja yang terlintas di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pangeran Diponegoro, Sang Inspirator Kemerdekaan Indonesia

23 Oktober 2023   09:39 Diperbarui: 10 Januari 2024   08:38 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh. Sumber Ilustrasi: wikipedia.org

Disebutkan bahwa pecahnya Perang Jawa dipicu pemasangan patok oleh Belanda di tanah leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo untuk kepentingan pelebaran jalan. Kasus pelebaran jalan yang menyerobot tanah leluhur Pangeran Diponegoro adalah fakta sejarah yang memicu pecahnya Perang Jawa namun tidak pernah dijelaskan mengapa Belanda dengan lancang memerintahkan pemasangan patok jalan di tanah leluhur Sang Pangeran?

Tidak pernah dijelaskan bahwasanya tindakan Belanda yang lancang itu adalah salah satu peristiwa atau fenomena yang menjelaskan suatu akibat dari perubahan tatanan lama di Jawa. 

Peter Carey dalam bukunya, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 Jilid 1 menjelaskan bahwasanya dalam kurun lebih dari dua dasawarsa (1808--1830) tatanan lama Jawa dihancurkan dan sebuah pemerintah kolonial baru didirikan---suatu peristiwa yang mendorong kekuatan identitas kembar, Islam dan kebangsaan Jawa, ke dalam suatu perseteruan sengit dengan gelombang imperialisme yang dibawa oleh gubernemen Hindia Belanda. 

Perseteruan sengit itu dikenal sebagai Perang Jawa (1825--1830). Perseteruan itu berakhir dengan kekalahan dan pengasingan Diponegoro. Pasca perang besar itulah lahir suatu zaman baru di nusantara, zaman kolonial, yang berlangsung hingga pendudukan militer Jepang (1942--1945).

Melihat gambaran besar itu maka kasus pelebaran jalan di tanah leluhur Pangeran Diponegoro sesungguhnya dapat dibaca sebagai percikan api yang mengobarkan Perang Jawa. Sedangkan api besar dalam sekam yang sesungguhnya menjadi bahan bakar pecahnya Perang Jawa adalah perubahan nilai-nilai dan tatanan lama Jawa yang dipaksakan sepihak dan tidak adil oleh Belanda sejak beberapa tahun sebelum pecahnya Perang Jawa.

Menurut Peter Carey--dalam Kecamuk Perang Jawa, National Geographic, Edisi Agustus, 2014--Perang Jawa sesungguhnya memang sudah dipersiapkan setidaknya sejak 12 tahun sebelumnya. Terbukti dari stempel beraksara jawa atas nama 'Bendara Pangeran Arya Dipanegara' yang tertinggal beserta sejumlah uang saat pasukan Belanda menyerbu kediaman Sang Pangeran di Tegalrejo yang juga menandai dimulainya Perang Jawa. Stempel itu mengindikasikan bahwa Perang Jawa sudah dipersiapkan sejak lama. (Peter Carey, Suratan Tragis Sang Pangeran yang hidup di zaman edan. 

Berdasarkan fakta itu maka sesungguhnya akar penyebab yang memicu pecahnya Perang Jawa adalah akibat dari akumulasi peristiwa dan serangkaian kejadian atau fenomena dari kondisi aktual waktu itu. Sebagaimana dikatakan lagi oleh Peter Carey--dalam Kecamuk Perang Jawa, National Geographic Indonesia, Edisi, Agustus 2014--disebutkan bahwa penyebab pecahnya Perang Jawa yang pertama adalah akumulasi dari kemuakan dan penderitaan rakyat Jawa menghadapi kesewenangan pemerintah kolonial Belanda yang memaksakan pemungutan pajak yang memberatkan. Beberapa tahun menjelang pecahnya Perang Jawa, Belanda mulai memperluas penerimaan pajak tak langsung yang dipungut melalui orang-orang cina. Di tengah paceklik ekonomi dan bencana alam yang melanda, rakyat Jawa masih dibebani berbagai macam pajak yang dipungut dengan paksa kepada mereka. 

Penyebab kedua adalah sikap melampaui batas moralitas dari para pembesar Belanda yang gemar mencemari Keraton Yogyakarta dengan perilaku cabul dan minum-minuman keras. Belanda juga banyak mencampuri urusan rumah tangga hingga tradisi sakral di Keraton Yogyakarta. Padahal Pangeran Diponegoro, hingga beberapa tahun sebelum pecahnya perang Jawa, adalah wali kerajaan bagi Sultan Yogyakarta yang juga keponakannya (Hamengkubuwono V) yang masih balita. 

Tindakan melampaui batas para pejabat Belanda di Keraton Yogyakarta jelas mengusik harga diri Sang Pangeran bukan hanya sebagai pribadi namun juga terkait martabat Keraton Yogyakarta dan leluhurnya yang ia junjung dan cintai sepenuhnya. Dengan demikian Perang Jawa sesungguhnya adalah perang mempertahankan asa kehidupan dan martabat bangsa Jawa yang tertindas oleh penjajahan kolonial Belanda. 

Dus, pecahnya Perang Jawa bukan sekadar aspirasi elitis para bangsawan yang terdesak oleh perubahan tatanan lama Jawa yang tidak menguntungkan kedudukan mereka. Perang Jawa adalah gabungan dari dua persoalan utama (pemaksaan pajak dan perubahan tatanan suprastruktur politik) itu yang pada hakikatnya bermuara kepada suatu aspirasi patriotik untuk mempertahankan hak-hak martabat dan kehormatan bangsa dan rakyat Jawa dari penindasan kolonial Belanda. 

Namun demikian Pangeran Diponegoro juga disebut oleh sebagian sejarawan dengan tendensi yang kurang simpatik sebagai pemimpin Perang Jawa yang semata berusaha mempertahankan status quo tatanan lama di Jawa dari perubahan yang dipaksakan oleh Belanda. Perubahan tatanan lama Jawa dianggap kurang menguntungkan klan bangsawan, yang memegang otoritas status quo waktu itu, dimana Sang Pangeran adalah salah satu di antaranya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun