Mohon tunggu...
M NASIHUDDIN
M NASIHUDDIN Mohon Tunggu... Jurnalis - tinggal di jombang jawa timur

Manusia amatir di persimpangan jalan, skeptis, tabu dengan segala kenormalan,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Move, Kita Pemuda Perubahan

9 Desember 2020   12:00 Diperbarui: 21 Januari 2021   02:54 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemuda ibarat benih yang sedang ditanam, berusaha menyerap setiap zat yang mampu dicerna dari tanah, seperti pemuda yang diberi edukasi dan pengetahuan, diberi kesempatan untuk menuliskan corak pengalaman.

Kalau benih itu di proses dengan cara yang benar, dirawat, dijaga agar tumbuh dan berkembang melewati terpaan angin, terik panas matahari bahkan hujan badai yang berusaha memporak porandakan, pemuda pun saat berproses dan mampu bertahan mempertahankan prinsip yang dipegangnya maka dia akan mampu bertahan dari setiap cobaan yang dihadapinya.

                Mungkin Analogi itu yang sering kupakai untuk prinsip hidup ku dengan julukan Pemuda dalam fase usia yang di bentuk oleh manusia. Entah kesepakatan apa dahulu kala sehingga gelar pemuda selalu menjadi faktor penentu setiap perubahan zaman (katanya).

                Bahkan Founding Father Indonesia pun pernah mengatakan " Berikan aku 100 orang tua akan ku cabut semeru dari akarnya, dan berikanlah aku 10 pemuda maka akan ku goncangkan dunia." Sebegitu kuatnyakah pemuda? Sampai tokoh perubahan dunia menganalogikan seakan pemuda mempunyai kemampuan 100 kali dari orang tua.

                Perlu waktu untukku mencerna setiap kata dari bung karno, seolah hanya kalimat penambah semangat bagi para pemuda saja yang tengah dilanda kemageran, kebosanan dan kegalauan. Yang bagi kami anak muda, apa yang bisa kami lakukan saat bersepuluh? Paling meninggikan kegengsian kami, mencari perhatian ke lawan jenis kami. Itukah yang disebut mengguncangkan dunia?

                Oh ya, lingkungan sekitarku saja sudah menjadi mindset bahwa pemuda hanya mampu diberi porsi yang membutuhkan tenaga saja, untuk sumbangsih pemikiran? Katanya anak muda pemikirannya masih belum matang, kalau mengambil keputusan pasti salah, cukup orang tua saja yang berpikir, anak muda cukup melakukannya saja.

                Terus apa bedanya pemuda dengan robot yang telah dipasang sistem oleh para orang tua? Inikah yang disebut mengguncangkan dunia? Kebebasan ruang berpikir saja sudah dibatasi. Bahkan diskala kecil pun yang menjadi hasil rumusan anak muda seakan hanya berlaku untuk golongan muda saja dan tidak berlaku untuk golonga tua, sebaliknya kalau hasil rumusan orang tua harus dilakukan pula oleh golongan muda dan porsinya tak jauh beda.

Contoh kecilnya saja, saat rapat lomba-lomba agustusan, jika hasil rumusan itu dari para anak muda maka lomba itu hanya berlaku untuk anak muda saja tanpa dijelaskan secara umum, akan tetapi saat rumusan itu hasil campur tangan dari golongan tua, maka semua golongan akan terlibat.

                Bagaimana dalam skala bernegara? Yang tua yang membuat kebijakan, yang muda yang berdemo. Seperti itukah? Tak pantaskah kami golongan muda turut serta untuk sumbangsih pemikiran? Memang ide dan gagasan anak muda seringkali diluar kenormalan pemikiran orang tua. Hal baru masih menjadi tabu dilingkaran masyarakat ini. Kami tak pernah diberi waktu menjelaskan secara detail dan diberi ruang mempertanggung jawabkan setiap ide dan gagasan kami.

                Memang seringkali mereka menuntut agar kami mengembangkan kreatifitas dan inovasi, tapi saat itu semua sudah terbentuk lagi-lagi taka da ruang bagi kami untuk mengembankan itu lebih, yang dibilang aneh-aneh, nekoh-nekoh (istilah jawa). Pada akhirnya kalimat pamungkasnya " gak usah aneh-aneh, yang biasa --biasa saja, kalau gagal siapa yang akan tanggung jawab nanti?".

                Oh begitukah? Bukankah dari kegagalan kami tau bagaimana cara menggapai keberhasilan? Kalau kami tidak tau rasanya kegagalan bagaimana kami tau rasanya berhasil?

                Setiap permasalahan tersebut seringkali menjadi peperangan dalam setiap pemikiranku. Dan itu menjadi dasar untuk melakukan perlawanan terhadap stigma kolonial yang masih lahir di tengah zaman yang sudah serba maju ini.

                Bukannya aku tidak mau manut dengan mereka orang-orang yang lebih tua dariku. Tapi aku hanya berusaha melawan mindset kolot mereka dengan cara yang bisa kulakukan. Bagaimana masyarakat ini bisa maju kalau ide dan gagasan tidak diberikan ruang. Pemikiran yang out of the box justru lahir dari anak muda, yang masih suka dengan hal-hal baru, kreatifitas, dan pada akhirnya inovasi-inovasi akan lahir lebih banyak dari otak-otak pemuda.

                Bangsa ini siap untuk maju saat ide dan gagasan pemudanya diberikan ruang dan tempat untuk mengekspresikan dan juga diberikan kepercayaan agar mampu diterapkan untuk kemajuan bangsa ini. Pemuda Cukup dikasih batasan batasan saja tapi bukan di kerangkeng dalam jeruji besi. Tapi meski begitu anak muda juga harus mampu berfikir kritis, tidak hanya bisa menyalahkan tapi juga mencari pemecahannya pula. Inilah yang disebut dengan solutif.

                Sudah saatnya pemuda mengambil peran-peran penting dalam perubahan. Menduduki tempat-tempat strategis untuk mewarnai kebijakan.  Sudah bukan saatnya pemuda hanya menyalahkan kebijakan, pemuda hanya menyalahkan pemerintahan, pemuda hanya mampu teriak-teriak. Tapi saatnya pemuda menunjukkan mampu berkarya, mampu mewarnai dengan ide ide gilanya, dan kita tunjukkan dari pundak kitalah perubahan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun