Oh begitukah? Bukankah dari kegagalan kami tau bagaimana cara menggapai keberhasilan? Kalau kami tidak tau rasanya kegagalan bagaimana kami tau rasanya berhasil?
        Setiap permasalahan tersebut seringkali menjadi peperangan dalam setiap pemikiranku. Dan itu menjadi dasar untuk melakukan perlawanan terhadap stigma kolonial yang masih lahir di tengah zaman yang sudah serba maju ini.
        Bukannya aku tidak mau manut dengan mereka orang-orang yang lebih tua dariku. Tapi aku hanya berusaha melawan mindset kolot mereka dengan cara yang bisa kulakukan. Bagaimana masyarakat ini bisa maju kalau ide dan gagasan tidak diberikan ruang. Pemikiran yang out of the box justru lahir dari anak muda, yang masih suka dengan hal-hal baru, kreatifitas, dan pada akhirnya inovasi-inovasi akan lahir lebih banyak dari otak-otak pemuda.
        Bangsa ini siap untuk maju saat ide dan gagasan pemudanya diberikan ruang dan tempat untuk mengekspresikan dan juga diberikan kepercayaan agar mampu diterapkan untuk kemajuan bangsa ini. Pemuda Cukup dikasih batasan batasan saja tapi bukan di kerangkeng dalam jeruji besi. Tapi meski begitu anak muda juga harus mampu berfikir kritis, tidak hanya bisa menyalahkan tapi juga mencari pemecahannya pula. Inilah yang disebut dengan solutif.
        Sudah saatnya pemuda mengambil peran-peran penting dalam perubahan. Menduduki tempat-tempat strategis untuk mewarnai kebijakan.  Sudah bukan saatnya pemuda hanya menyalahkan kebijakan, pemuda hanya menyalahkan pemerintahan, pemuda hanya mampu teriak-teriak. Tapi saatnya pemuda menunjukkan mampu berkarya, mampu mewarnai dengan ide ide gilanya, dan kita tunjukkan dari pundak kitalah perubahan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H