Mohon tunggu...
M KHOTIB
M KHOTIB Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah sebagai Guru dan pendidik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri di Kota Tangerang Selatan. hobi saya selain olahraga, saat ini sedang merintis untuk menjadi penulis di berbagai media online

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji

6 Maret 2024   13:47 Diperbarui: 6 Maret 2024   14:02 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Untuk sementara, saya sudah terjadwal di TPQ lain pada hari Selasa, sedangkan hari yang lain masih kosong"

"Ya udah terserah mas aja, lagian Vania kan nggak punya kesibukan apa-apa, paling nonton TV dan mainan HP sambil menunggu adzan Maghrib" sambil guyonan.

"Baik Bu, kalau begitu hari Senin, Rabu, Kamis dan Jum'at. namu, kalau hari sabtu biasanya ada kegiatan organisasi yang tidak terduga" sedikit serius.
Mereka pun sepakat dengan jadwal yang telah ditentukan bersama, hanya saja  mereka belum menentukan berapa lama Aji mengajar di sana, karena saat itu waktu liburan Vania dari pondok cuma satu bulan, namun mereka tidak membahasnya kala  itu, yang terpenting  bagi Aji bisa berangkat dan Vania siap menerima pelajaran. Tak lama kemudian saat mereka asyik ngobrol dan saling memperkenalkan diri, tiba-tiba suara merdu mengalun dari corong masjid bertulisan TOA pada sisi lingkarannya dan agak sedikit berkarat, namun masih terdengar jelas. Bahwa isyarat tersebut menunjukkan waktu berbuka sudah tiba, mereka pun sama-sama meneguk teh  manis yang sedikit pudar warnanya, segelas es buah yang menantang tenggorokan tak sabar untuk masuk ke mulut yang mulai dari  fajar hingga sore ini belum tersentuh apapun. Tak terasa hidangan pembuka di meja ruang tamu pun ludes tak tersisa, padahal mereka belum menunaikan shalat maghrib, saat itu jarum jam perlahan menuju angka dua belas.

Setelah shalat, mereka langsung menyantap hidangan inti yang sudah  tersedia di meja makan sejak sore tadi. Tidak sampai lima belas menit meja yang dipenuhi beraneka hidangan tahunan pun sudah tidak tersisa. Kemudian mereka berbincang sebentar sambil menghabiskan segelas air putih yang agak dingin karena baru saja di keluarkan dari lemari es  yang letaknya tidak jauh dari ruang tamu. Senandung shalawat nabi pun bergema sambil menunggu adzan Isya, Aji langsung pamit pulang, karena ia berencana akan sholat Tarawih berjamaah di masjid dekat kost yang Ia tempati.

Aji mulai privat hari keduanya pada rabu sore, tepatnya jam 16.00 tepat dan berakhir sekitar 30 menit menjelang adzan magrib. Karena jarak antara kost dengan rumah Vania sekitar 15 menit, sehingga Aji harus menggunakan kendaraan roda dua milik teman se-kostnya sebagai transportasi paling efektif. Tak terasa aktivitas Aji sudah berjalan satu minggu, Ia pun agaknya merasa canggung dan malu sendiri ketika setiap hari akan berangkat mengajar harus meminjam sepeda motor terus. Dengan sangat terpaksa dan perasaan yang tidak karuan Aji mencoba tidak meminjam kendaraan tersebut, privatnya  pun terbengkalai tidak karuan.

Kala itu, matahari sedikit condong ke barat namun tidak terlalu miring, jarum jam pun mengarah angka sembilan dengan jarum pendek sedikit di atas angka  empat, tiba-tiba bunyi tanda WA masuk, seperti dugaannya  ketika ada pesan masuk paling dari teman-teman yang minta dikirimi pulsa, maklum selain sebagai mahasiswa yang pas-pasan ia pun harus mencari sesuap nasi dengan jerih payah sendiri, menjadi 'Counter berjalan' menjadi alternatif nomor wahid bagi Aji. 

Ternyata isi pesan yang masuk tidak seperti biasa, sms tersebut terkirim jam 16.30 atas nama Bu Rukmini ibunya Vania.

"Mas ko engga berangkat? Kasihan Vania udah nunggu dari tadi, kalo mas ada halangan tolong beri kabar supaya Vania tidak terlalu berharap".

Dengan berat hati dan sedikit berbohong, Aji membalas pesan tersebut,

"Oh iya bu, saya lupa kasih tahu, bahwa hari ini ada acara buka bersama di kampus, jadi saya tidak berangkat".

Padahal Aji tidak kemana-mana dan tidak ada acara, yang menjadi kendalanya adalah sepeda motor yang biasa dipinjam digunakan  oleh empunya, sehingga Ia bingung tujuh keliling seperti orang linglung yang baru saja jatuh miskin. Hari  selanjutnya, kendala ia hadapi tidak jauh berbeda dengan hari kemarin, ketika roda dua yang ingin di pinjam ternyata hal serupa terulang kembali. Kejadian tersebut berulang hingga satu minggu. Sesekali ia tidak berangkat mengajar memang keadaan tidak memungkinkan, seperti hujan dan kegiatan kampus dadakan.  Namun, yang lebih sering adalah karena kendala transportasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun