Mohon tunggu...
M TriWildan
M TriWildan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Khas Jember

Hukum ada karena dibutuhkan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi: Sajak Samar

30 Desember 2022   17:33 Diperbarui: 1 Januari 2023   23:23 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sajak samar, merupakan puisi yang saya buat dikala saya yang sedang sendiri, lalu sesekali memandangi layar HP saya yang penuh goresan. Saya melihat banyak berita-berita dalam negeri yang membuat saya heran.

 Sekilas setelah melihat-lihat berita dari sosmed, memori pikiran saya jadi bertraveling tentang seorang pengukir wajah Indonesia saat ini. Dimana mereka banyak mengukir dengan pahatan-pahatan keringat, goresan-goreaan darah, disitu feel untuk mengolah kata itu tumbuh dan jadilah sajak samar. 

Tentu, sajak samar bukanlah sebuah karya dari saya yang istimewa, masih banyak kata-kata atau sebuah tatanan yang kurang pas. Namun menurut saya, puisi ini dapat memberikan sebuah prespektif yang sangat multimakna atau multitafsir saat membacanya. Saya rasa, saya dapat menerima berbagai sudut pandang apapun tentang bagaimana banyak orang mengartikan, menilai dan mengapresiasi sebuah susunan kata dari bait-bait puisi sajak samar, begitulah karya seni yang selalu bisa di perdebatkan atau di bincangkan. 

Jadi silahkan membaca, memaknai, ataupun menilai dari sudut pandang manapun. 

Berikut puisi Sajak Samar:

Sajak Samar

Oleh: M. Tri Wildan

Jika dulu banyak pengagum sastrawan-sastrawan romantik

Kini penempuh strata satu banyak gemar musik klasik

Jejak reparasi melambai raut wajah rantai sosial baru

Gelap tiada penerangan dari candra yang seperti di oles sinar kalbu

Aku lintang yang sendirian

Tiada bantuan di tengah gelap tanpa terang

Ranting melambai merenungi bayu berlalulalang 

Jatuh tersungkur di sandung sindiran-sindiran sosial

Jiwa rajutan kain wol tebal mendekapi tubuh insan

Caruk maruk masyarakat beropini tak beralasan

Atmamu korsa penuh pelampiasan

Kami jalang pencari kebenaran

Terseok-seok jalan kami ke arah cabang ranting pohon besar

Kutuntut buahnya dari air yang ku berikan

Akan ku tebang jika tak menghasilkan

Mereka tumbuhan-tumbuhan liar yang berkuasa

Tak jenuh mereka mengambil tempat kita

Tak mempan di injak sepatu baja

Lantas mereka merambat menjadi hama

Kidung bersenandung merajut asa

Merajut jengkalan-jengkalan perjuangan 

Sekarang tinggalah masa penikmatan

Lantas kini siapa kita? 

Jember, 30 Desember 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun