Tak Putus Dirundung Duka
Oleh: Trimanto B. Ngaderi
Ceramahnya begitu antusias, suaranya keras menggelegar bagai petir, semangatnya berapi-api. Diikuti ekspresi yang dinamis, gerakan tangan yang lincah, dan kemampuannya dalam menguasai forum. Ketika ustadzah muda ini sudah naik mimbar, para hadirin akan terpukau, khusyu' menyimak, dan bagai tersihir oleh rangkaian kata-kata yang begitu hidup, mudah dicerna, sekaligus menyentuh.
Dalam beberapa tahun ini, sang ustadzah begitu terkenal. Ketika ada informasi kajian dan pembicaranya adalah beliau, masyarakat akan berduyun-duyun untuk hadir. Namanya bak seorang artis, yang selalu ditunggu-tunggu kehadirannya, dipuja-puji, dinanti-nanti buku karyanya, termasuk yang ngebet hanya ingin sekedar foto selfie usai ceramah selesai.
Ustadzah yang spesial. Ceramahnya didominasi tema-tema seputar bagaimana menjalani hidup yang damai dan bahagia, Â bagaimana mengatasi berbagai persoalan dan kesulitan hidup, bagaimana bisa sabar dan tabah menanggung dukalara dan derita. Ditambah kemampuannya dalam menjawab berbagai pertanyaan hadirin tentang persoalan hidup, keluarga dan rumah tangga, serta menyembuhkan berbagai trauma dan rasa takut.
***
Setelah beberapa kali Hasna membujuk kedua orang tuanya untuk merestui rencana pernikahannya dengan Rizal, hasilnya tetap nihil. Mereka tetap menolak Rizal hanya karena alasan status sosial. Alasan itu tidak dapat diterima oleh Hasna, mengapa hanya karena status sosial bisa menghalangi seseorang untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
Cinta terlanjur bersemi. Keduanya sudah saling merasa cocok. Komitmen untuk lanjut ke jenjang pernikahan juga sudah bulat. Mereka tidak ingin hanya sekedar berpacaran, mereka ingin membina hubungan yang serius dan resmi. Oleh karena orang tua Hasna tak merestui, akhirnya mereka memutuskan untuk kawin lari.
Usai ijab qabul di depan KUA, mereka mengontrak kamar di pinggiran kota. Kamar sederhana, murah, dan hanya dengan fasilitas yang seadanya. Lingkungan yang padat dan kumuh. Berbeda sekali dengan kehidupan Hasna sebelumnya yang tinggal di rumah bagus dengan fasilitas yang lengkap. Tapi mereka sudah siap untuk hidup susah, yang penting mereka bisa hidup bersama dan saling mencintai. Mereka sadar betul segala risiko yang harus dihadapi ketika memutuskan untuk kawin lari.
Hari demi hari berlalu dengan cepatnya. Setahun kemudian, anak mereka lahir. Laki-laki. Mereka begitu bahagia.
"Bagaimana kalau kita membawa anak ini kepada orang tuaku?" tanya Hasna ketika sedang menyusui bayinya.