Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mengenal Gaya Hidup Minimalis

16 Juni 2020   14:14 Diperbarui: 16 Juni 2020   14:31 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengenal Gaya Hidup Minimalis

Saya mulai mengenal gaya hidup minimalis baru sekitar seminggu yang lalu, saat saya membeli dua buku. Pertama berjudul "Bahagia Maksimal dengan Hidup Minimal" karya Muhajjah Saratini dan, kedua berjudul "Simple Life" karya Asti Musman. Isi dari kedua buku tersebut memberi kesadaran baru bagi hidup saya dan mengubah cara pandang saya terhadap benda atau barang.

Secara sederhana, gaya hidup minimalis adalah menjalani hidup dengan barang-barang yang benar-benar dibutuhkan. Disebut minimalis karena gaya hidup ini berorientasi kepada kepemilikan barang seminimal mungkin. 

Tujuannya adalah agar barang-barang yang tidak benar-benar dibutuhkan, tidak membebani, mengganggu, atau menyulitkan kehidupan kita. Lebih jauh lagi, jangan sampai merusak kebahagiaan.

Pada kenyataannya, di era industrialisasi dan digitalisasi sekarang ini, manusia memiliki kecenderungan menumpuk dan menimbun barang, alias gaya hidup konsumtif. Mereka terus-menerus membeli barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya yang mereka inginkan. 

Hal ini didukung pula oleh kemudahan mendapatkan barang-barang di manapun dan kapanpun, apalagi sekarang bisa membeli barang secara online. 

Ditambah pula, banyak toko yang menawarkan promo, diskon, cashback, buy 1 get 1, dan semacamnya sehingga merangsang orang untuk membeli, walau barang itu tidak mereka butuhkan, bahkan tidak berguna.

Sifat alami manusia adalah selalu merasa tidak puas. Sebanyak apapun barang yang dibeli, semahal apapun barang yang dibeli; kesenangan dan kepuasan hanya berlangsung sesaat. Kebosanan segera datang menghampiri, yang membuat seseorang untuk membeli lagi. Selanjutnya membeli yang lain lagi. Pada akhirnya, barang menjadi menumpuk, bahkan mubadzir.

Menumpuk barang yang tidak dibutuhkan sangat merepotkan kita. Butuh waktu untuk memilih dan membeli barang, membersihkan dan merapikan, perawatan. Barang yang banyak juga memenuhi ruangan, mengganggu ruang gerak, dan menyulitkan ketika kita mencari suatu barang. Risiko lain seperti lembab, kotor, dihuni hewan-hewan tertentu, kurangnya ventilasi udara, dll.

Sudah saatnya kita mulai memilih dan memilah barang. Mana yang harus dirapikan, mana yang harus dibuang, dan mana yang perlu diberikan kepada orang lain yang benar-benar membutuhkan. 

Kita harus bisa "MELEPASKAN" barang-barang. Melepaskan di sini tidak hanya berarti secara lahiriyah, tapi juga secara batiniah. Kita harus bisa membebaskan hati dan pikiran kita dari berikatan dengan barang. 

Yakini bahwa barang hanya sebatas alat atau sarana saja, bukan tujuan hidup. Coba ingat baik-baik, ketika kita lahir ke dunia tanpa membawa apapun, demikian halnya ketika kita mati, juga tidak membawa apapun. Lalu mengapa kita mesti membebani hidup kita dengan tumpukan atau timbunan barang?

Gaya hidup minimalis sangat sesuai dengan intisari ajaran Islam. Agama ini mengajarkan kepada pemeluknya untuk hidup sederhana, tidak mencintai harta secara berlebihan (tidak diperbudak oleh harta), tidak boros, tidak mubadzir, hemat, suka bersedekah, suka membantu orang lain. 

Kepemilikan harta diharapkan dapat membantu sesama dan membawa kemaslahatan umat, serta dapat menyelamatkan pemiliknya di akhirat kelak. Dalam Islam juga ditekankan bahwa harta hanyalah titipan, bukan milik kita yang sebenarnya. Suatu saat akan bisa hilang atau diambil oleh pemilikNya.

Mari kita mencoba gaya hidup minimalis dari sekarang. Banyak sekali artikel, tutorial via Youtube, dan buku-buku terkait hal ini. Silakan melakukan pencarian sendiri, dan yang paling penting adalah DIPRAKTIKKAN.

Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun