Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Kanan Disebut "Right"

8 Mei 2020   07:14 Diperbarui: 8 Mei 2020   08:01 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: https://hohero.com

Dalam dunia pendidikan kita, hanya masa di Taman Kanak-Kanak kita menggunakan otak kanan. Sedangkan mulai dari SD hingga perguruan tinggi kita cenderung menggunakan otak kiri. Cara berpikir dan menilai secara urut, runut, terstruktur, terencana, matematis, dan logis.

Setelah lulus kuliah kita telah terpola sedemikian rupa untuk lebih berpikir dan bertindak dengan otak kiri. Dengan demikian, hampir seluruh masa kehidupan kita menggunakan otak kiri.

Otak kiri cenderung mengunggulkan sesuatu yang pasti-pasti. Semuanya mesti kelihatan masuk akal, bisa dihitung, bisa dianalisis, eksplisit. Mau melangkah satu kaki saja, perhitungannya begitu rumit dan njelimet.  Sampai-sampai tidak jadi melangkah sama sekali. Ini sangat merusak imajinasi.

Bekerja dulu, hidup mapan, punya rumah; baru menikah. Punya uang banyak dulu, kaya, melimpah; baru bersedekah. Inilah paradigma sebagian besar dari kita.

Dampaknya, tak sedikit orang yang sudah cukup umur (bahkan tua) tak kunjung menikah dengan alasan belum mapan. Orang juga enggan berbagi karena menunggu menjadi kaya dulu.

Hidup berkecukupan dulu baru berbakti kepada orang tua. Mampu dulu baru berhaji atau umrah. Mendapat nikmat dulu baru bersyukur, baru berprasangka baik. Merasa berdosa dulu baru istighfar, baru shalat Taubat. Sesuatu  yang selama ini kita yakini. Itu semua adalah cara berpikir otak kiri.

Padahal, konsep yang diajarkan oleh Allah swt di dalam Al Qur'an berbeda dengan paradigma yang selama ini kita yakini. Kitab suci mengatakan, bersedekah dulu baru rejeki melimpah, menikah dulu baru rejeki berlebih.  Inilah cara berpikir otak kanan.

Allah memerintahkan, "nafkahkanlah sebagian dari rejekimu!". Allah tidak menyebutkan sebagian besar atau sebagian kecil. Sebagian besar mungkin bisa sekitar 70-90%, sebagian kecil mungkin sekitar 10-30%. Kalau hanya disebut "sebagian" saja, bisa berarti hampir setengah dari harta kita, atau setengah lebih sedikit.

Kesuksesan 80-90% ditentukan oleh kecerdasan emosional. Ini adalah spesialisasi otak kanan. Imajinasi, intuisi, kemampuan interpersonal, pemahaman holistik, visioner, kreatif, lebih impulsif, empati, memahami hal-hal tersirat; semuanya pekerjaan otak kanan.

Kalau pekerjaan otak kiri, seperti hitung-hitungan, perencanaan-perencanaan, analisis dll; bisa didelegasikan kepada orang lain. Tapi untuk pekerjaan otak kanan harus dimiliki oleh setiap orang, tidak bisa tergantikan oleh orang lain.

Lihatlah para pemimpin hebat dunia atau para milyader. Mereka cenderung tidak menguasai detail, tidak terlalu mengetahui kalkulasi, cenderung tidak fokus; makanya mereka sering disebut sebagai "orang gila".

Sedangkan cara berpikir otak kiri hanya mencetak bawahan, orang kecil. Sedangkan yang bisa menyeimbangkan otak kiri dan otak kanan, paling banter jadi manajer madya.

Golongan Kanan

Dalam ajaran agama sering dianjurkan untuk selalu mendahulukan yang kanan: makan dengan tangan kanan, memberi dengan tangan kanan, berjabat tangan dengan tangan kanan, memulai segala sesuatu dengan yang kanan terlebih dahulu (memakai baju, masuk ke rumah, dll). Kanan identik dengan kebaikan.

Dalam Al Qur'an, di hari kiamat nanti ada "golongan kanan". Dalam Injil pun ada istilah "domba sebelah kanan". Orang Minangkabau punya istilah "langkah kanan", sedang orang Batak punya istilah "jalan sebelah kanan". Dalam sebuah perusahaan atau hierarki sosial, ada istilah "tangan kanan". Kesemuanya itu identik dengan keutamaan.

Boss is always right. Bos selalu benar (kanan). Inilah mengapa dalam bahasa Inggris "Right" selain berarti benar, juga berarti kanan. Sedangkan left, selain berarti kiri juga bermakna ketinggalan.

Dalam rambu-rambu lalu lintas pun, ada peraturan "Gunakan lajur kanan untuk mendahului!". Ini bisa bermakna, gunakan otak kanan untuk mendahului pesaing. Sebaliknya ada pula "Gunakan jalur kiri untuk lambat-lambat!", yang juga bisa berarti silakan pakai otak kiri jika ingin tertinggal atau dikalahkan pesaing.

Ketika kita naik angkot, kita berteriak "Kiri...kiri!" untuk turun atau ke pinggir. Jadi otak kiri adalah bagian yang bawah(an) atau pinggir. Demikian halnya ketika kita wisuda, rektor akan memindahkan tali wisudawan ke sebelah kanan. Hal ini dimaksudkan bahwa selamat tinggal dunia kiri (kampus) dan selamat datang dunia kanan (hidup yang sesungguhnya).

Dalam hal menikah mengikuti gaya otak kiri, sangat panjang ceritanya: dimulai dengan perkenalan, pendekatan, pacaran, cari kerja, punya kendaraan, beli rumah, mengisi perabotan rumah, tunangan, lamaran, menentukan hari baik, ada seserahan, sebar undangan, akad nikah, resepsi pihak istri, resepsi pihak suami, bulan madu, dst.

Sangat ribet dan sangat besar pula biayanya. Sedangkan menikah gaya otak kanan, cukup: kenalan, lamaran, dan akad nikah. Simpel dan praktis.

Kita mudah stres dan jenuh dalam bekerja, karena kita didominasi oleh gaya berpikir otak kiri. Oleh karena itu, mari kita kembangkan otak kanan kita dengan: membaca fiksi, menggambar/melukis, olahraga, bernyanyi/mendengarkan musik, meditasi.

Dalam Islam, kita bisa melakukan ibadah sunnah, berdoa, berdzikir, bershalawat, beramal, dll. Akhirnya, selamat menjalankan ibadah puasa, semoga segala amal ibadah kita diterima dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Amin.

(tulisan ini terinspirasi dari novel "Keajaiban Rezeki" karya Tasaro GK).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun