Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lamang

3 April 2019   20:15 Diperbarui: 3 April 2019   20:30 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buya Yasril menghela napas panjang. Ia pun akhirnya menyerah. Selanjutnya, ia menuju ke lapau[5] yang berada di seberang kios Uda Ramli. Ia memesan kawa daun[6] yang disajikan di dalam tempurung kelapa dan dialaskan selonjong bambu, ditambah sepiring kecil pisang kapik. Sudah puluhan tahun ia berlangganan di lapau ini, terutama setiap kali ia pergi ke pasar. Lubuk Basung yang berhawa dingin, paling cocok minum kopi disertai camilan ringan. 

Sembari menikmati hangatnya kawa daun, Buya Yasril terus memandangi Uda Ramli yang terlihat sibuk melayani para pelanggannya. Ia masih tak habis pikir, mengapa Uda menolak ketika barang dagangannya hendak dibeli semuanya. Bukankah ia bisa segera pulang, beristirahat di rumah atau melakukan pekerjaan lainnya. Apalagi jika ia mau dibayar lebih, tentu ia akan mendapatkan keuntungan berlipat.

"Ahhh......" ia mendesah panjang. Lalu kembali menyeruput kopi di hadapannya. Menyeruput lagi, dan lagi. Kenikmatan kawa daun pelan-pelan dapat menghilangkan kegelisahannya. Minuman hangat yang rasanya seperti teh sedikit kekopi-kopian itu mampu membuatnya rileks dan segar.

Buya Yasril kembali fokus mengamati Uda Ramli di seberang sana. Uda Ramli nampak sangat menikmati pekerjaannya. Ia selalu tersenyum, melayani para pelanggan dengan penuh keramahan dan ketulusan. Sabar, telaten, sekaligus periang. Sesekali ngobrol santai dengan pembeli. Beberapa di antaranya betah ngobrol berlama-lama. Bahkan, Buya Yasril sendiri terkadang berkunjung ke kios itu tidak hendak membeli lamang, tapi hanya ingin mengobrol dengan Uda yang memang karakter orangnya mengasyikkan. Pun, tak jarang ia pandai berkelakar.

 

***

"Mana lamang tapainya?" tanya Yusnidar keheranan melihat suaminya pulang dengan tangan hampa. "Apa Uda Ramli hari ini tidak jualan?" tanyanya lagi.

"Bukannya tidak jualan, tapi dia keberatan lamangnya aku beli semua".

"Aneh. Sombong sekali dia. Mengapa bisa begitu?" tanyanya penasaran.

"Sudahlah tidak usah dibahas dulu. Kita masih punya simpanan ketan dan kelapa. Minta beberapa santri putra untuk menebang pohon bambu di belakang pondok. Kita masih punya cukup waktu untuk membuat lamang tapai sendiri".

Usai berkata demikian, Buya Yasril segera keliling pondok untuk mengecek persiapan acara besok pagi. Sedangkan Yusnidar masih tampak geleng-geleng kepala menghadapi kenyataan yang baru saja dialami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun