Kedua, tidak suka kepada lawan jenis. Ia lebih suka kepada sesama jenis. Nah, fenomena yang akhir-akhir ini merebak di mana-mana. Jumlah penyuka sesama jenis dari tahun ke tahun terus meningkat.
Kemungkinan yang ini ada dua. Ia memutuskan untuk tidak menikah sampai tua, atau walaupun suka sesama jenis tapi ia tetap menikah hanya demi menjaga status sosial atau pertimbangan lainnya.
Ketiga, trauma. Trauma terhadap perjalanan perkawinan kedua orang tuanya yang sering dilanda pertengkaran, kekerasan, konflik berkepanjangan, hingga perceraian. Hal tersebut membuatnya merasa takut untuk menikah.
Keempat, memang tidak ingin menikah. Jawaban ini yang agak sulit untuk ditafsirkan atau ditebak. Kalau dikejar lagi dengan pertanyaan "kenapa", jawabannya lagi-lagi "Pokoknya tidak ingin nikah aja". Terkait hal ini, diperkirakan bisa jadi ia ingin hidup bebas, ingin hidup sendiri, punya penyakit atau kendala tertentu jika ia menikah, dll.
Kelima, tidak menemukan jodohnya. Ini terkesan aneh. Masak iya sih nggak ada yang mau sama dia. Hal ini biasanya terjadi pada perempuan. Sebenarnya ia pingin juga menikah, tapi hingga usia tua tak kunjung ada yang datang melamarnya.
Tiadanya seorang lelaki yang datang melamar, bisa jadi karena terkait masalah fisik (rupa), sifat angkuh, atau justru terlalu sempurna. Terlalu sempurna di sini dalam arti si perempuan berwajah cantik, kaya-raya, status sosial tinggi, punya banyak kelebihan dll; sehingga si lelaki yang mau datang melamar justeru merasa minder dan balik kanan (mundur teratur).
Nah, untuk mengetahui alasan hidup melajang secara akurat, perlu diadakan penelitian ilmiah secara khusus agar data yang didapatkan bisa valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
Kerugian Hidup Melajang
Mungkin saja hidup melajang merasa dirinya bebas dan tanpa beban. Akan tetapi kerugiannya juga banyak, diantaranya tiada teman mengobrol, segalanya dilakukan sendiri, dan kalau tua tiada yang merawat.
Manusia semakin lama semakin tua dan lemah, bahkan kemudian menjadi sakit. Kalau sudah demikian, siapa yang akan merawat kita.
Tua dan sakit itu sendiri sudah suatu penderitaan, ditambah lagi tiada yang mengurus kita. Masih mending jika hanya sakit ringan. Jikalau sakit berat seperti jantung, diabetes, stroke, lumpuh, cacat, dll. Bisa dibayangkan betapa besar penderitaan yang mesti ditanggung.
Okelah. Katakanlah ia masih punya saudara dan sanak-famili. Sekiranya mereka berkenan merawat kita, tentu sifatnya terbatas dan dalam kadar tertentu. Tentu jauh berbeda jika yang mengurus kita adalah anak kita sendiri. Atau kita punya anak angkat misalnya, tetap saja anak angkat berbeda dengan anak kandung.