Kebenaran. Kata yang satu ini di zaman ini amat sulit ditemukan, termasuk sulit untuk didefinisikan, ditafsirkan, atau dimaknai, dipahami. Semakin susah pula untuk menemukan kebenaran universal, hingga kebenaran hakiki. Kebenaran sekarang lebih bersifat subyektif, relatif, dan parsial.
Benar menurut kelompok yang satu, belum tentu benar menurut kelompok yang lain. benar berdasarkan acuan ini, belum tentu benar berdasarkan acuan yang lain. benar yang sejatinya hanya benar sebagian (kecil), sedangkan sebagian (besar) lainnya adalah kebohongan.
Benar dan salah kian samar, kian bias, kian ambigu. Benar dan salah menjadi campur aduk. Benar bisa dianggap salah, dan salah pun bisa dianggap benar. Kesalahan yang dipoles sedemikian rupa bisa tampak seperti kebenaran. Sedangkan kebenaran yang sudah diotak-atik dapat terlihat sebagai kesalahan. Benar dan salah semakin tidak jelas, semakin kabur.
Orang yang dituduh telah melakukan suatu tindak kejahatan tertentu misalnya, bisa menuduh balik si penuduh bahwa ia juga telah berbuat suatu kejahatan. Orang yang mengajak berbuat kebajikan malah dicela dan dihina, sementara orang yang jelas-jelas berbuat tidak patut malah dibela dan dipuja. Orang yang terbukti bersalah dan melanggar hukum belum tentu dipenjara, justru orang yang belum jelas kesalahannya malah dijebloskan ke penjara.
Terlebih di tahun politik ini. Benar dan salah amat sulit untuk dibedakan, terutama yang menyangkut kabar atau berita tertentu. Warna hitam dan putih susah dibedakan, yang tampak adalah abu-abu. Mana yang malaikat, dan mana yang iblis semakin tak jelas. Masing-masing merasa benar sendiri, dan sudah barang tentu menyalahkan pihak lain.
Era Talbis
Inilah zaman kepalsuan, kemunafikan, kebingungan, atau terserah mau menyebutnya. Zaman yang penuh rekayasa, tipu daya, fitnah. Zaman yang bersifat artifsial, hipokrit, lipstik. Zaman yang oleh Cak Nun disebut "Abad Talbis", yaitu masa ketika iblis berkostum dan ber-makeup wajah seperti malaikat.
Neraka diperkenalkan sebagai surga, dan sebaliknya. Baik diburukkan, buruk dibaikkan. Benar dan salah dibalik. Pahlawan dituduh sebagai pengkhianat, dan pengkhianat dilantik menjadi pahlawan. Ilmu pengetahuan, teknologi, pandangan hidup, peta politik, nilai-nilai kebudayaan, dan semua segi kehidupan penuh bergelimang talbis.
Talbis sendiri berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangkap atau tipu daya. Sehingga talbis dapat diartikan sebagai perangkap atau tipu daya iblis untuk menyesatkan manusia. Karena memang kosakata talbis berasal dari kata iblis itu sendiri. Talbis juga dapat diartikan sebagai mencampuradukkan antara kebenaran (haq) dengan kesalahan (bathil).
Siapakah para pelaku talbis itu? Talbis tidak hanya dilakukan oleh penjahat, teroris, atau politisi dll. Talbis bahkan dilakukan pula oleh para dai, pemuka agama, kaum akademisi, filsuf, tokoh masyarakat, atau siapapun yang selama ini kita anggap baik. Orang yang mudah sekali tergoda dengan iming-iming uang, harta-benda, wanita, kekuasaan dll juga termasuk lingkaran talbis.
Cara Menghindari Talbis
Cara yang paling ampuh agar terhindar dari cengkeraman talbis adalah keimanan kepada Tuhan YME. Keimanan yang kokoh dan kuat adalah benteng utama dalam menghadapi jeratan talbis. Iman merupakan proteksi diri dan imunitas. Karena jika keyakinan kita kepada Sang Pencipta begitu kuat, Allah akan menjadi pelindung kita, yang akan menyelamatkan kita.
Selain itu, sikap waspada, hati-hati, teliti harus terinternalisasi dalam kepribadian kita. Sedangkan sikap tergesa-gesa, emosional, silau, ambisius, serakah dll kita buang jauh-jauh. Punya banyak uang tidaklah sulit, punya kekuasaan juga mudah; akan tetapi hidup menjadi selamat tidaklah mudah.
Oleh: Trimanto B. Ngaderi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H