Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Program FDS Menuju Perubahan Perilaku

27 Februari 2018   21:13 Diperbarui: 27 Februari 2018   21:22 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Program FDS Menuju Perubahan Perilaku

Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)

Family Development Session (FDS) atau Program Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) merupakan program dari Kementerian Sosial RI bagi Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini berisi materi tentang pendidikan dan kesehatan yang diberikan pada pertemuan kelompok yang diadakan setiap bulan.

Jadi, selain mendapat bantuan uang tunai bersyarat per triwulan, peserta PKH juga "disekolahkan" lagi. Mereka ibarat siswa yang setiap bulan mendapatkan pelajaran tertentu, layaknya kurikulum yang ada di sekolah. Tentunya, ini merupakan sebuah anugerah yang patut disyukuri, karena selain mendapat pemberdayaan ekonomi juga menerima pemberdayaan keluarga. Diharapkan nantinya, selain pendapatan keluarga bertambah; pengetahuan dan wawasannya pun juga bertambah.

Materi FDS dikemas sedemikian rupa, sehingga fasilitator atau Pendamping Sosial mudah untuk menyampaikannya. Dilengkapi pula dengan ilustrasi, cerita, permainan, dan film pendek sebagai pelengkap materi. Di sela-sela materi, fasilitator dapat memberikan intermezzo atau ice breaking untuk mencairkan suasana. Materi FDS biasanya diberikan selama dua jam per sesi.

Komunikasi yang Efektif

Beban materi FDS per sesi cukup banyak, dikhawatirkan tidak semua materi dapat ditangkap atau dimengerti oleh peserta. Maklumlah, mereka kebanyakan hanya berpendidikan rendah, bahkan beberapa di antaranya malah tidak lulus SD atau tidak sekolah sama sekali. Tentu ini menjadi PR bagi Pendamping Sosial untuk menyampaikan materi secara benar dan tepat, agar pesan yang ingin disampaikan kepada peserta dapat diterima dengan baik.

Dari segi bahasa, bagi peserta yang mayoritas tinggal di desa dan berprofesi sebagai petani,  lebih baik menggunakan bahasa Jawa (walau tidak pandai berbahasa Jawa krama inggil/halus, bahasa Jawa ngoko tidak masalah). Atau jika terpaksa, bisa menggunakan bahasa campuran, bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Sayang kan, kalau kita sudah capek-capek bicara, mereka tidak paham.

Salah satu strategi yang dapat dipakai terkait kendala bahasa adalah cobalah sampaikan materi tertentu dengan menggunakan contoh nyata yang dialami peserta dalam kehidupan sehari-hari, tidak perlu menjelaskan teorinya. Sepertinya cara ini lebih mudah untuk diterima. Jika ada istilah-istilah yang rumit atau asing, terutama unsur serapan bahasa asing, carilah padanannya dalam bahasa Indonesia atau bahasa Jawa.

Inti dari komunikasi yang efektif adalah pesan dapat sampai kepada khalayak dan dapat diterima dengan baik. Hal ini sangat erat hubungannya dengan cara kita menyampaikan dan bahasa yang kita gunakan. Selain itu, juga kemampuan untuk menciptakan suasana yang komunikatif. Dalam arti, terjadinya komunikasi dua arah yang dinamis, adanya feedback (umpan balik). Misalnya dengan sesi diskusi, bercerita, dan kemampuan membangkitkan partisipasi peserta secara proaktif.

Perubahan Perilaku

Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku yaitu karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang ditawarkan, interaksi dengan fasilitator yang merekomendasikan perubahan perilaku, dan pengalaman dalam mencoba merubah perilaku yang serupa.

Perubahan perilaku merupakan tujuan utama diadakannya FDS. Tanpa adanya perubahan perilaku, program FDS dapat dianggap sia-sia. Perubahan perilaku memang tidak bisa terjadi dalam waktu yang singkat, perlu adanya proses yang berkesinambungan dan komitmen dari peserta, termasuk komitmen dari fasilitator yang terus-menerus memberikan motivasi dan dorongan yang menggerakkan.

Perubahan perilaku tidak harus sesuatu yang besar atau revolusioner. Terjadi perubahan kecil dalam keseharian sudah merupakan hasil yang patut diapresiasi. Misalnya, dari malas menjadi rajin, dari lambat menjadi lebih cepat, dari suka terlambat menjadi tepat waktu, dari membuang sampah sembarangan menjadi terbiasa membuang di tempat sampah, dll.

Jika perubahan-perubahan kecil tersebut sudah menjadi habitual action (perilaku keseharian), maka untuk menuju perubahan perilaku yang lebih besar tentu tidaklah sulit. Seperti dari pengangguran menjadi produktif, dari belum punya usaha menjadi punya usaha, dari yang kurang perhatian terhadap anak menjadi lebih perhatian, dari yang terbiasa keras/kasar terhadap anak menjadi lemah-lembut dan kasih-sayang, dan sebagainya.

Agar terjadi perubahan perilaku, maka yang lebih tepat adalah menggunakan metode komunikasi persuasif. Sebuah metode yang lebih menekankan kepada pendekatan personal, bujukan, ajakan, atau himbauan. Metode ini lebih mudah diterima karena bersifat dari hati ke hati, tanpa adanya paksaan, ancaman apalagi kekerasan.

*) Pendamping Sosial Kecamatan Simo

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun