Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kebudayaan Tidur

13 Juli 2016   10:19 Diperbarui: 13 Juli 2016   10:26 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidur adalah siklus alamiah pada setiap manusia. Di waktu malam, manusia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tidur. Tuhan pun mengatakan, bahwa Ia menjadikan malam agar digunakan untuk tidur. Walau tidak di waktu malam, ketika tubuh lelah atau mengantuk, maka tidur pun bisa dilakukan di siang hari.

Tidur pun perkara yang sangat sederhana sekali. Ketika rasa kantuk sudah datang, yang dibutuhkan adalah memejamkan mata untuk tidur. Ia hanya butuh tempat selebar tubuhnya untuk membaringkan tubuhnya. Bahkan, dalam kondisi tertentu, orang bisa tidur sambil duduk.

Namun, di zaman sekarang tidur bukan lagi sebuah kebutuhan dasar alamiah, melainkan sudah menjadi sebuah kebudayaan. Tidur bukan lagi untuk sekedar melepas lelah atau mengantuk, akan tetapi telah diramu dan diproses sedemikian rupa sehingga menjadi hal yang rumit dan kompleks.

Hal ini ditandai dengan adanya penginapan atau hotel-hotel yang mulai menjamur baik di kota besar maupun di kota kecil. Sejak akan tidur hingga bangun tidur nantinya sudah melalui proses yang rumit. Mulai dari memilih hotel, memesan kamar, persiapan perlengkapan yang akan dibawa, transportasi, tidur dengan siapa, memilih pelayanan-pelayanan pendukung, dan seterusnya.

Kemudian terkait kamar tidur. Single bed atau double bed,yang biasa atau lux, model kasur dan bantalnya, selimutnya, fasilitas ruangan, aksesoris dan dekorasi, sarana hiburan, model kamar mandi dan segala kelengkapannya, ada dinner atau tidak, ada pelayanan lain seperti pijat atau jasa lainnya, dan masih banyak lagi.

Untuk tidur saja jauh tempatnya, banyak barang yang mesti dibawa, harus membayar mahal, melibatkan banyak orang dan urusan, membutuhkan banyak waktu dan tenaga,

Belum Ada Jaminan

Dengan berbagai proses dan fasilitas yang ada, diharapkan kita dapat tidur dengan nyaman dan enak. Dengan berbagai kelengkapan dan pelayanan pendukung, diharapkan kita akan merasa senang dan mendapatkan kebahagiaan (kepuasan). Akan tetapi, semua itu belum ada jaminan.

Faktor manusia itu sendiri yang justru paling menentukan. Mungkinkah kita bisa tidur enak dan nyaman, ketika kita sedang banyak pikiran? Mungkinkah kita bisa tidur pulas, jika hati kita sedang susah dan gundah gulana? Atau bisakah kita tidur lelap, jika badan kita sakit atau punya penyakit tertentu?

Sebaliknya, seorang petani bisa tidur lelap di gubuk tua di sawahnya beralaskan belahan bambu atau kayu. Seorang jamaah shalat bisa tidur pulas di serambi masjid tanpa alas tanpa bantal. Seorang pedagang asongan bisa menikmati tidurnya di bus yang sedang berhenti. Bahkan, seorang gelandangan bisa tidur di emperan toko tanpa alas dan tanpa selimut.

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun