Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kedokteran Modern Mendidik Kita Berpikir dan Bersikap Sekuler

28 April 2016   16:10 Diperbarui: 28 April 2016   16:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Kita semua tahu bahwa manusia terdiri dari dua unsur, jasmani dan rohani, raga dan jiwa, jasad dan ruh, lahir dan batin. Unsur yang satu kasat mata, bisa dilihat, bisa diraba; sedangkan yang lainnya tak kasat mata, tak bisa dilihat, tak bisa diraba, namun bisa dirasakan kehadirannya dan disadari keberadaannya.

Kedua unsur tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. keduanya saling berinteraksi, saling berkomunikasi, dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Kondisi fisik akan berpengaruh kepada kondisi kejiwaan, demikian sebaliknya. Jika badan sakit, jiwa akan terpengaruh, jika jiwa yang sakit, maka badan pun akan merasakannya. Sakit yang diderita jasmani, bisa jadi disebabkan oleh jiwa yang sakit, pun jiwa yang tidak beres bisa jadi karena jasad sedang tidak sehat.

Perlakuan Dunia Kedokteran

Secara umum, praktisi kedokteran memperlakukan pasiennya cenderung sebagai objek semata, dalam arti ia hanya makhluk fisik semata. Sakit mereka sering dihubungkan dengan turunnya sistem kekebalan, terserang bakteri-virus, kelelahan, pola makan, dan sebaginya. Perhatian secara rohaniah nyaris tidak ada.

Padahal bisa jadi sakit kepala yang diderita pasien disebabkan oleh kondisi/peristiwa kejiwaan, seperti tertekan, kecewa, marah, dan semacamnya. Bisa jadi sakit perut yang dirasakannya karena faktor batin/emosi, seperti kecemasan, iri dengki, kesombongan, dll. Bisa jadi gangguan jantung yang menderanya diakibatkan oleh nafsu serakah, gila harta/jabatan, takut korupsinya terbongkar.

Pertanyaan yang biasa dilontarkan praktisi kedokteran ketika memeriksa pasien seputar: apa yang sekarang dirasakan, berapa lama, bagaimana pola makan, pola tidur, merokok tidak, dll. Diagnosa yang sering diterapkan seperti pemeriksaan denyut nadi-jantung, tensi darah, cek lidah atau mata.

Jarang sekali menanyakan sedikit latar belakang pasien, seperti pekerjaan, latar sosial-ekonomi, perilaku atau kebiasaan sehari-hari, apa yang sedang dipikirkan atau dirasakan, adakah masalah yang sedang dihadapi, dan berbagai aspek yang berkaitan dengan ruhani atau spiritual; yang sangat mungkin berkaitan dengan penyakit yang diderita.

Bahkan, jika pasien yang mengantri membludak, proses pemeriksaan/pengobatan hanya berlangsung kurang dari 5 menit, atau malah hanya 2-3 menit saja. Ditanya sekilas, tensi darah, langsung dikasih resep/obatnya. Bisa dibilang, kita datang bukan untuk periksa/berobat, tapi sekedar beli obat.

Pengobatan Holistik

Jika pasien diperlukan tak lebih sebagai objek atau makhluk fisik semata, sebenarnya manusia tak ubahnya seperti benda-benda mati lainnya, seperti tanah, batu, air, gunung, kayu dan sebagainya. Manusia seakan tak punya jiwa, ruh, rasa, emosi. Manusia telah diabaikan aspek ruhaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun