Lagi pula mengapa mesti mengutuk, jika diri kita juga belum tentu bersih dan mendapat jaminan masuk surga. Sementara mereka pun masih punya kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri (khusnul khatimah). Bisa baca buku “Tuhan Tak Pernah Iseng” kisah pertobatan seorang gay yang akhirnya menikah dan memiliki anak, penulis Zemarai Bakhin.
Selain itu, ada pula lelaki yang suka kepada lelaki lain, tapi hanya sebatas perasaan saja. Ia masih bisa menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks sejenis. Mungkin ia malu untuk menunjukkan diri sebagai gay di depan publik atau memang ia takut kepada dosa. Kalau dalam Islam, jika orang berniat melakukan kejahatan, tapi belum sampai dilaksanakan, maka ia belum dihukumi sebagai dosa.
Akhir kata, alangkah bijak jika kita menyadarkan mereka dan mengajak bertobat; daripada sekedar men-judge semata.
Catatan: di dalam khasanah Jawa tidak mengenal istilah LGBT, yang dikenal hanya istilah “wandu”.
(Trimanto, ayah dari dua orang anak)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H