TITIK TEMU DAN TITIK TENGKAR AGAMA IBRAHIMI
Oleh: Trimanto B. Ngaderi
Â
Â
Agama-agama samawi (diturunkan dari langit) yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam sering disebut juga sebagai agama Ibrahimi; karena memang bermuara pada millah Nabi Ibrahim as, yaitu ajaran tauhid, mengesakan Tuhan (monoteisme). Ibrahim disebut juga sebagai bapaknya para nabi, karena dari anak keturunan beliau, lahirlah berpuluh-puluh nabi/rasul. Dari jalur Ishaq melahirkan Musa (pembawa risalah Yahudi) dan Isa (pembawa risalah Nasrani), dan dari jalur Ismail lahirlah Muhammad saw (pembawa risalah Islam).
Oleh karena berasal dari satu muara, tentu di antara ketiga agama tersebut memiliki banyak persamaan (titik temu). Di antara titik temu adalah konsep keesaan Tuhan, khitan, larangan khamr, puasa, berbakti kepada orang tua, mengasihi sesama dan seterusnya. Titik temu antara Yahudi dengan Islam lebih besar daripada antara Nasrani dengan Islam. Dengan kata lain, ajaran Islam cenderung lebih dekat kepada Yahudi daripada kepada Nasrani.
Sedangkan titik tengkarnya, terlebih antara Islam dengan Nasrani adalah mengenai konsep ketuhanan. Dalam agama Nasrani menganut konsep Trinitras, satu Tuhan dalam tiga wujud (oknum), yaitu Allah, Roh Kudus, dan Yesus. Yesus sendiri diyakini sebagai ‘anak’ Tuhan sekaligus Tuhan itu sendiri. Di dalam sejarah Yahudi ada juga keyakinan adanya anak Tuhan (Uzair), tapi tidak sebegitu kentara dan kuat seperti dalam keyakinan Nasrani.
Islam menilai bahwa ajaran Trinitas bertentangan dengan ajaran Isa as (Yesus) sendiri, demikian halnya yang tertera di dalam Alkitab. Termasuk tidak sesuai dengan risalah Ibrahim yang membawa pesan monoteisme (keesaan Tuhan). Terlebih lagi, orang Nasrani tidak mengakui kenabian dan kerasulan Muhammad saw; sedangkan Islam mempercayai Isa as sebagai salah satu nabi/rasul Allah swt dengan kitabnya Injil.
Titik tentang itu mencapai puncaknya ketika terjadi Perang Salib selama ratusan tahun, perang yang amat panjang dan melelahkan. Walau disebut perang, namun dampak positifnya juga tidak sedikit, di antaranya bertemunya Islam dan Kristen secara langsung, kontak antara Barat dan Timur, dan terjadinya pertukaran budaya serta ilmu pengetahuan di antara kedua peradaban.
Â
Menuju Perdamaian Dunia
Kini, ketiga agama samawi tersebut mencoba untuk membuka diri, mengajak dialog, serta membangun hubungan yang lebih harmonis. Mereka lebih banyak mencari persamaan untuk membangun dunia yang lebih kondusif. Menghindari berbagai hal yang bisa memicu konflik dan pertentangan. Masing-masing berusaha menyadari bahwa tidak sepatutnyalah sesama saudara, satu nenek-moyang, satu akar keyakinan; berkonflik dan berseteru.
Untuk itulah, yang perlu dibina pada masing-masing pemeluk agama samawi adalah sikap toleransi, saling menghargai, dan kasih-mengasihi. Hindari sikap permusuhan, kebencian, saling curiga, menyalahkan dan merasa benar sendiri. Perang atau konflik hanya akan menyisakan kesedihan, kehilangan nyawa dan harta-benda. Kita jadi tak sempat lagi untuk memikirkan persahabatan, membangun dunia menjadi indah dan sejahtera.
Menjalin hubungan harmonis tidak hanya sesama agama samawi saja, tapi juga dengan semua agama-agama dan kepercayaan yang ada di dunia ini, termasuk dengan kelompok-kelompok spiritual/keyakinan tertentu. Harapannya semuanya dapat hidup rukun dan damai dalam bingkai keanekaragaman. Semoga.
(Bandung Lor, 23-07-2015; 20: 37)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H