Mohon tunggu...
Muhammad Reza Zaini
Muhammad Reza Zaini Mohon Tunggu... -

An anthropolgy and sociology enthusiast. Bachelor from FISIP UI.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Renungan Akhir Tahun dari Rumah Makan Tokyo

21 Desember 2015   12:50 Diperbarui: 21 Desember 2015   14:56 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai niat awal, penulis hendak berwisata kuliner dengan mengunjungi sebuah restoran di bilangan Shibuya, Tokyo. Ukurannya yang tidak begitu besar mungkin menjadikannya lebih tepat dianggap sebagai “rumah makan” oleh sebagian orang.

Sambutan ‘irashaimase!’ diserukan si empunya rumah makan begitu penulis masuk. Usut punya usut, rumah makan ini dimiliki oleh Keluarga Koda (甲田) –Sang suami memasak dan sang istri melayani pelanggan. Mereka mulai ngeh dengan logat Jepang saya yang asing dan menanyakan asal-usul saya. Saya menjawab singkat: Indonesia.

Dengan Bahasa Inggris berlogat kental, Pak Koda menimpali: “Indonesia? Jakarta ya? Apakah Anda Muslim? Kalau begitu saya bisa rekomendasikan menu yang tidak mengandung babi dan alkohol.” Sepertinya Pak Koda adalah orang yang sangat berpendidikan!

[caption caption="Penulis (Kiri) bersama dengan Pak Koda (甲田さん)"][/caption]

Tebakan saya benar: Pak Koda ternyata adalah mantan pekerja eksektutif kantoran (salaryman)!

 

Siapakah Sebenarnya Pak Koda?

Pak Koda (Tulisan Jepang: 甲田) lahir di Prefektur Niigata dan terjun ke dunia bisnis hingga merantau ke Tokyo.

Singkat cerita, Pak Koda memiliki karier yang melejit. Namun, diantara hiruk-pikuk kehidupan kantornya, Pak Koda secara pribadi merasa adanya “kekosongan”. Di usianya yang sudah kepala enam, ia merasa memiliki tujuan hidup yang tidak tercapai dengan merasa melakukan hal yang berulang kali dilakukan hingga ia berada pada titik jenuh. Kesehatannya pun sering terganggu. Lebih lanjut, Pak Koda merasa mengejar cita-cita yang bukan berasal darinya. Memang ia hidup di masyarakat yang bersifat “konformis” dan “komunal”. Melebur ke norma masyarakat itulah yang ia lakukan selama berpuluh-puluh tahun belakangan ini.

Namun, mendekati usia pensiunnya, Pak Koda langsung pensiun lebih awal dan membuka usaha rumah makan –Dimana ia menemukan ketenangan. Lepas dari status pekerjaan yang secara sosial dianggap ‘gengsi’ di masyarakat.

 

Renungan Bagi Kita

Kisah Pak Koda ini kemudian menjadi renungan kita bersama. Apakah kita pernah terbesit pertanyaan filosofis ala Pak Koda –Sebuah pertanyaan eksistensialis tentang bagaimana kita memaknai hidup?

Jika Ya, kemudian bagaimanakah kita mendefinisikan “hidup sukses”? Apakah itu definisi kebahagiaan bagi kita? Apakah sukses dan bahagia selalu identik dengan status sosial dalam masyarakat? Apakah kebahagiaan jiwa itu didefinisikan oleh masyarakat luas dan bukan individu-pribadi? Kisah ini mengingatkan saya ke kenalan dengan ambisisunya mengejar karier, namun ia merasa kurang bahagia dengan kehidupannya –Kendati berkecukupan secara materi.

Tahun baru tinggal menghitung hari. Banyak diantara kita (kalau bukan seluruhnya) akan membuat resolusi tahun baru. Semoga filosofi Pak Koda bisa memberi sedikit pencerahan bagi resolusi tahun baru pembaca.

Selamat menyongsong Tahun Baru 2016 dan Selamat Hari Natal bagi yang merayakan.

[caption caption="Penulis yang diberi hadiah oleh Keluarga Koda (甲田)"]

[/caption]

[caption caption="Salad Kentang Racikan Pak Koda"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun