Mohon tunggu...
Muhammad Krishna Vesa
Muhammad Krishna Vesa Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Hukum - Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Fiat justitia ruat caelum

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengulas Naskah Akademik dan Latar Belakang Revisi UU KPK

17 September 2019   21:49 Diperbarui: 18 September 2019   16:29 13204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskusi tentang revisi Undang-Undang No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) saat ini menjadi salah satu topik utama yang sedang di bahas di masyarakat. 

Mungkin karena terlalu banyak kepentingan dan insentif yang beradu, banyak sekali opini yang dengan mudahnya membenarkan atau tidak membenarkan dilakukannya revisi UU KPK dan substansi dalam draft revisi UU KPK tersebut. 

Dalam artikel kali ini, ketimbang membahas substansi draft revisi UU KPK secara komprehensif, saya akan membahas latar belakang diusulkannya revisi UU KPK, dan bagaimana keadaan pemberantasan korupsi di Indonesia hari ini. Dengan memahami kedua isu tersebut, saya berharap pembaca bisa memiliki informasi yang lebih baik dalam menentukan apakah kita memang membutuhkan revisi UU KPK.

Untuk dapat memahami latar belakang diusulkannya revisi UU KPK, ketimbang mengambil informasi dari akun anonim di sosial media, saya lebih ingin memahaminya dari Naskah Akademik rancangan revisi UU KPK yang telah disediakan secara resmi oleh pihak yang mengusulkan dilakukannya revisi UU KPK, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

Ketika membaca paragraf pertama dan kedua dari latar belakang Naskah Akademik tersebut (halaman 5), dapat dengan sangat mudah dipahami bahwa alasan diperlukannya revisi UU KPK adalah karena beberapa norma khususnya mengenai hukum acara dalam UU KPK sudah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga dibutuhkan legislative review untuk melakukan penyesuaian dan perlindungan hak-hak seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. 

Paragraf-paragraf tersebut tersusun sedemikian rupa secara memanjakan sehingga secara sekilas tidak ada yang aneh bagi pembaca, kecuali Naskah Akademik ini menggunakan putusan MK sebagai alasan utama dan pertama tapi sayangnya sama sekali tidak menyebutkan putusan MK mana yang dimaksud. 

Dengan melakukan penelusuran sederhana di internet, kita dapat menemukan bahwa beberapa norma UU KPK memang pernah dinyatakan inkonstitusional oleh MK berdasarkan tiga putusan MK berikut:

Putusan MK No.012-016-019/PUU-IV/2006.

MK menyatakan dalam putusannya bahwa Pasal 53 UU KPK yang terkait dengan keberadaan dan posisi pengadilan tindak pidana korupsi dalam UU KPK adalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD) dan tidak berkekuatan hukum terhitung 3 tahun sejak putusan MK ini diucapkan (yaitu pada tahun 2009).  

Syukurnya, pada tahun 2009, DPR dan Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No.46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagai tindaklanjut atas putusan MK.

Putusan MK No.133/PUU-VII/2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun