Mohon tunggu...
M Adewansyah
M Adewansyah Mohon Tunggu... -

Inspirator Entrepreneur. Konsultan Investasi Dana Syariah, Penulis Buku Rahasia Rezeki dan Pembicara pada Training Motivasi “The Secret Of Rezeki”.

Selanjutnya

Tutup

Money

4 Jenis Mentalitas Manusia terhadap Uang dan Kekayaan

19 Juli 2014   04:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:55 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Yah, mentalitas atau karakter itulah persoalan besar masyarakat dan bangsa kita hari ini. Inilah PR yang harus segera kita tuntaskan bersama jika bangsa ini ingin segera keluar dari keterpurukannya. Setidaknya ada empat karakter manusia terhadap uang atau kekayaan yang perlu anda ketahui. Kemudian pahami, renungkan dan bertanyalah pada diri anda, termasuk kelompok yang manakah diri anda ?

Pertama, Mentalitas Pengemis.

Inilah mentalitas yang sangat buruk dan rendah sekali. Baik di depan manusia apa lagi di depan Allah. Orang yang memiliki mentalitas pengemis dalam pikirannya hanya ada dua, minta bantuan dan meminta-minta, tidak lebih dari itu. Tapi faktanya, saat ini yang memiliki sikap mental pengemis bukan hanya mereka yang pakaiannya terlihat compang-camping dan badannya lusuh serta semraut dan berbau. Tetapi sebaliknya orang-orang yang secara fisik berpenampilan glamour, parlente dari golongan elite, priyayi, pengusaha, terpelajar, dan para pejabat, sangat bisa terjangkiti sikap mental ini. Inilah yang sangat berbahaya dan perlu kita waspadai.

Mereka selalu berusaha mencari jalan pintas untuk memperkaya diri dan keluarganya. Tidak segan-segan menjilat kiri-kanan sekedar untuk mendapatkan jatah proyek misalnya.Mengemis jabatan, untuk kemudian menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya untuk memuaskan ambisi dan obsesi duniawi. Mari  kita instropeksi diri jangan-jangan sikap mental pengemis itu menempel pada diri kita.  Apabila ada, mari kita perangi. Mari bersungguh-sungguh secara totalitas memerdekan diri kita dari ketergantungan terhadap orang lain. Memerdekakan diri dari penghambaan kepada manusia dan harta benda.

Harus kita sadari bahwa tempat bersandar kita hanya kepada Allah, mengemislah kepada Allah, dengan sungguh-sungguh di keheningan malam, kemudian jemputlah rezeki dari Allah dengan cara berikhtiar di jalan yang di ridhai-Nya.Penyakit mentalitas pengemis yang melahirkan budaya malas dan tidak mau bekerja keras ini harus segera kita akhiri, jika kita ingin menjadi bangsa yang maju dan beradab. Kalau tidak kita mulai dari sekarang lalu kapan lagi ? Kalau bukan kita yang memulai lalu siapa lagi ?

Kedua, Mentalitas Miskin

Jika kita membaca berita dan menyaksikan beberapa kejadian yang diberitakan oleh pelbagai media membuat kita betul-betul prihatin sekaligus bersedih. Ternyata masih banyak sekali kemiskinan yang ada di sekitar kita. Dan hal ini akan semakin parah dengan terkondisikannya “mentalitas miskin”pada masyarakat di negeri ini.Pendapat bahwa mentalitas miskin jauh lebih berbahaya dari miskin harta itu sendiri, tampak ada benarnya. Karena bila seseorang sudah terjangkiti mentalitas miskin, hidupnya hanya mengandalkan belas kasihan orang lain, selalu merasa kekurangan, merasa tidak punya dan merasa tidak mampu. Yang ada adalah keluh-kesah, bisanya menuntut lebih dan suka menyalahkan pihak lain. Dan puncaknya kadang berlaku aniaya terhadap orang lain dengan jalan menipu atau kriminal.

Di zaman ini mentalitas miskin benar-benar sudah merambah hampir di setiap strata dan lapisan masyarakat. Jadi wajar jika saat ini banyak sekali peminta-minta atau pengemis yang masih dalam usia produktif, bahkan di kalangan elite pun sudah membudaya tradisi meminta-minta jabatan. Jadi jangan heran apabila saat ini negeri ini semakin terpuruk karena didukung oleh pola hidup masyarakatnya yang bermentalitas miskin itu tadi.

Mentalitas miskin yang terjadi pada seseorang dalam skala mikro menjadikan seseorang mandul produktifitas, alasan adalah selalu menjadi senjata utama didalam setiap kegagalannya. Menyalahkan kondisi dan situasi adalah hal yang biasa bagi orang semacam ini. Dan dalam skala makro akan menjadi beban sosial lingkungan sekitar, masyarakat luas maupun Negara.Namun, persoalan mentalitas bisa pula menjelaskan fenomena peningkatan jumlah pengemis ini. Kalau mental aslinya adalah pemalas, maunya hidup enak tanpa mau berusaha, apapun program pengentasan dan pemberdayaan bagi keluarga miskin yang dilakukan pemerintah, ya tetap saja tak akan berdampak besar. Karena pokok dasarnya tidak pernah tersentuh.

Oleh karena itu sebagai solusi mari kita berdayakan diri sendiri dalam situasi dan kondisi apa pun. Karena Allah telah memberikan modal pada setiap manusia agar bisa memberdayakan diri sendiri.Hidup adalah perubahan dan keseimbangan. Untuk merubahhidup, harus berimbang antara ihktiar lahir dan ikhtiar batin. Apa pun keadaan yang anda alami dan hadapi sekarang ini jangan pernah anda menyalahkan situasiatau siapa pun. Dan jangan pula mengeluh jika saat ini hidup anda belum seperti harapan dan impian anda. Ingat, setiap kegagalan, keberhasilan dan kesuksesan bermula dari dalam diri anda sendiri, itulah mentalitas. Jangan pernah mencari dan memberi alasan untuk kegagalan anda.Tetap terus lakukan ikhtiar lahir dan ikhtiar batin dengan modal yang sudah diberikan oleh Allah. Tidak perlu berputus asa, karena Allah pasti membenci hamba-Nya yang berputus asa dari rahmat-Nya. Selalu ada solusi dan jalan keluar di setiap kesulitan kita. Karena banyak kunci sukses untuk bisa dipilih. Anda tinggal memilih kunci sukses apa yang akan anda inginkan, karena hidup adalah memilih. Ingatlah pribahasa orang Arab, Man Jadda Wa Jada ; Barang siapa bersungguh-sungguh dia pasti berhasil !

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang ada pada diri mereka” (QS.Ar-Ra’d : 11)

Ketiga, Mentalitas Life Style

Banyak diantara kita yang salah persepsi, beranggapan bahwa orang kaya adalah mereka yang biasa tampil serba wah, kemana-mana selalu pergi dengan mobil bagus dan mewah, rumah megah, bisa jalan-jalan keluar negeri, tamasya setiap bulan, ATM dan Kartu kreditnya berjejer memenuhi dompetnya, jam tangan bermerk mahal pun melingkar di tangannya. Nah, mulai saat ini koreksi persepsi anda tentang orang kaya. Gaya hidup atau life style itulah virus berbahaya yang kadang tanpa di sadari sering menggorogoti kekayaan para pebisnis atau pengusaha pemula. Seseorang yang karena mendadak punya uang lebih banyak dari biasanya kadang jadi labil lalu terdorong oleh keinginan kuat ingin tampil beda, lebih wah... dan tampil lebih berkelas. Kelas papan atas istilahnya. Biasanya perubahan yang paling kasat mata adalah pada pola konsumsi yang meningkat dan jenis merk pakaian yang melekat pada badannya lengkap dengan asesorisnya. Yang biasanya naik mobil biasa seketika ganti mobil dengan type dan merk mobil terbaru. Yang biasa belanja di pasar tradisional mendadak jadi pelanggan tetap di supermarket dan mall. Teman-teman gaulnya pun sudah beda, selalu tampil dengan barang-barang mewah dengan satu tujuan yang semu; agar terlihat kaya dan dipandang sejajar dengan kalangan orang-orang kaya lainnya. Ingat! untuk anda yang sedang membangun kekayaan melalui bisnis, mentalitas life style seperti ini tidak akan pernah mengantarkan anda menjadi lebih kaya atau kaya yang sesungguhnya.Justru akan cepat mengubur impian kaya anda. Camkan ini !

Ingat ! Orang yang lebih mementingkan penampilan life style bukanlah orang kaya yang sebenarnya, mereka hanyalah terlihat seperti kaya. Orang yang seperti ini sebenarnya tanpa menyadari bahwa ia hidup dalam kekayaan dan kehidupan yang semu. Kalaupun di awalnya ia benar-benar kaya tapi sikap hidup yang di jalaninya adalah sikap bisa menghancurkan kekayaannya sendiri. Tidak sedikit orang yang kita dengar kisahnya, yang tadinya jadi orang kaya, ternyata hanya dalam hitungan bulan menjadi miskin dengan setumpuk masalah dantagihan utang. Sebabnya tidak lain, gara-gara gaya hidup yang tak terkendali, hidup boros dan tidak proposional.

Anda ingin menjadi orangkaya yang sesungguhnya ? Buang jauh-jauh sifat Sok Kaya, Sok ng-Gaya dari kehidupan anda. Sekali lagi mentalitas life style atau ng’gaya bukanlah mentalitas orang kaya sesungguhnya. Jika anda benar-benar ingin menjadi orang kaya maka kuburlah dalam-dalam life style anda, agar anda mudah melangkahkan kaki untuk meraih dan mewujudkan impian anda; impian hidup kaya yang sebenarnya. **

Keempat, Mentalitas Kaya

Prinsip hidup orang-orang yang bermentalitas kaya, adalah mereka selalu berupaya meraih penghasilan setiap saat, setiap hari, kemudian mengubah penghasilan atau income tersebut menjadi asset yang produktif. Dengan perhitungan yang cermat, assetdikelolanya secara baik, lalu berkembang sehingga kembali produktif menghasilkan income baru. Dari income itu, proyeksi utamanya adalah untuk di jadikan asset lagi melaui kegiatan bisnis dan investasi yang menguntungkan. Begitu seterusnya. Uangnya akan terus berkembang dari pelbagai sumber bisnis dan investasi. Itulah cara cerdas agar anda bisa menjadi kaya dan terus menjadi kaya raya.Anda mungkin bertanya, mengapa orang kaya semakin kaya, dan orang yang miskin semakin miskin ?

Hal mendasar yang menjadikan orang kaya bertambah kaya dan orang miskin tetap miskin adalah terletak dari cara pandang, sikap dan mental mereka terhadap uang dan kekayaan. Dan itu adalah persoalan mentalitas juga. Coba anda perhatikan ilustrasi dibawah ini. Jika uang Rp 10.000.000,- diberikan kepada orang yang bermental kaya maka dia akan berpikir, Bagaimana caranya agar uang ini bertambah banyak dan menjadi berlipat ganda hingga mencapai Rp 100.000.000,- ?

Namun jika orang yang bermental miskin diberi uang, yang dia pikirkan adalah: “…uang ini akan saya gunakan untuk membeli semua kebutuhan saya,kebutuhan apa saja yang belum saya beli?Nah, anda lihat perbedaannya, bukan ?

Sumber: Buku Rahasia Rezeki >> http://www.rahasiarezeki.com/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun