Mohon tunggu...
Theodorus E.K
Theodorus E.K Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Anak Bisa Stress?

22 Februari 2011   13:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:22 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_90860" align="alignleft" width="300" caption="Pendampingan Orang tua atas pembelajaran Anak"][/caption]

Stress ternyata tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, tetapi terjadi pula pada anak-anak. Padahal jika dipikir sepintas tidak begitu terpikir pada diri kita bahwa anak bisa stress. Huh ternyata. Dilangsir di beberapa media memang seperti itu adanya. hemmmt.....

Anak-anak kan masih ikut ortu, cuma maen, belajar, ga perlu mikirin kebutuhan sehari-hari apalagi mikirin jodoh (walah ceilah....)... Aku coba mikir-mikir apa iya se seperti itu. Ternyata memang iya... Tuntutan belajar terkadang menjadi beban tersendiri bagi anak. Dari sekolahan anak dituntut untuk mempunyai nilai yang bagus, dari orang tua (keluarga) menuntut untuk berprestasi maka sang anak pun dijejali dengan berbagai kegiatan yang sebegitu padatnya (les akademik, ekskul dsb)  dan pola didik orang tua yang sebegitu kerasnya sehingga sebegitu beratkah beban sang anak sehingga bagi sang anak sangat terbatas dengan "waktu-waktu"nya itu. "Huft kapan gue bisa hidup normal kayak anak-anak yang lain? bermain petak umpet, ketawa-ketiwi dan 'bertingkah normal' selayaknya umur gue".

Emang se sekarang jadi perhatian khusus bagi orang tua selaku pendamping anaknya untuk memberikan metode pembelajaran yang variatif bagi sang anak sehingga anak tidak jenuh dan mudah ditangkap sesuai masanya, pemberian waktu luang untuk bersama serta memberikan pengawasan untuk pengerjaan tugas-tugas supaya tidak tertunda pengerjaannya.

Yang terberat ketika anak harus berada di dalam keluarga broken dan penuh pertengkaran. Huh jangan salahkan anak yang terkandung dan lahir di dalam keluarga ini (untungnya saya tidak,, syukur..^_^).  Secara otomatis sang anak akan merekam setiap kejadian-kejadian yang terjadi yang membuat sang anak akan mengalami traumatik di kemudian harinya. Parahnya. Anak akan mengalami depresi terhadap kehidupan keluarga dan anak tidak mempunyai perlindungan akan afeksinya. Ya ga bisa di cegah seandainya sang anak harus berlari ke kehidupan jalanan (sekarang yang menjadi tren lifestyle; anak-anak hidup menggelandang padahal ia masih mempunyai keluarga), bahkan sang anak akan memberontak dengan keadaan normal psikisnya (baca - menjadi anak nakal, pemberontak, preman). waduh-waduh... Solusi yang dapat diambil, menurut hemat saya, banyak badan perlindungan anak untuk keluarga seperti ini. Sang anak akan dididik secara khusus mengenai healing, perlindungan akan afeksi dan akademisnya. Perlu diingat juga bahwa peran seorang kakek-nenek sangat diperlukan sebagai ganti orang tua. Misalnya memang tidak bisa? ya kembali ke awal, kita serahkan kepada badan perlindungan anak.

Selain keadaan fisik ternyata masih ada sekelumit persoalan masalah psikis juga ya... Memang kita tetap memberikan yang terbaik bagi anak kita dengan memberikan porsi perhatian yang cukup bagi si anak sehingga bisa meminimalisir stress pada anak. (t)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun