Mohon tunggu...
Lygia Pecanduhujan
Lygia Pecanduhujan Mohon Tunggu... Penulis - Creative Writer, influencer, Blogger, Content Contributor, Social Worker, Backpacker, Founder Digiefood Indonesia, Founder of Baklavanesia

Bookografi A Cup of Tea for Single Mom (Stiletto Books, 2010), A Cup of Tea for Complicated Relationship (Stiletto Books, 2011), Storycake for Ramadhan (Gramedia Pustaka Utama, 2011), Emak Gokil, the Anthology (Rumah Ide, 2011), For the Love of Mom, the Anthology (2011), Storycake for Amazing Mom, the Anthology (Gramedia Pustaka Utama, 2011), Hot Chocolate for Broken Heart (Cahaya Atma Pustaka, 2012), Hot Chocolate for Dreamers (Cahaya Atma Pustaka, 2012), Storycake for Backpackers (Gramedia Pustaka Utama, 2013), Balotelli versus Zlatan (Grasindo, 2013), Jurus 100% Pensiun Kaya (Bisnis Sapi) with Raimy Sofyan (Grasindo, 2014), Ronaldo versus Messi, duet with Astri Novia (Grasindo, 2014), World Cup Attack (Grasindo, 2014), AC Milan versus Inter Milan (Grasindo, 2014), Van Persie versus Luiz Suarez (Grasindo, 2014), 101 Kisah Cinta Sepanjang Masa (Grasindo, 2014), As Creative as Steve Jobs (Grasindo, 2014), Peluk ia Untukku (ghostwriter) (Grasindo, 2014), Peruntungan Cinta Menurut Zodiak & Shio di Tahun Kambing 2015 (Menggunakan nama pena: Tria Astari, Penerbit Grasindo, 2015), 50 Ritual Malam Miliader Dunia bersama Honey Miftahuljannah (Grasindo, 2015)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Romantisme Hujan

11 Januari 2014   10:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 2369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Begini cara menikmati hujan ala saya :-)

H-U-J-A-N

Berungkali saya eja nama itu, dan masih selalu menimbulkan efek yang sama. RINDU.

Entah mengapa selalu kata RINDU yang saya ingat pertama kali ketika melihat HUJAN. Mungkin suatu kala di masa lalu, saya pernah merindu pada seseorang saat hujan turun, atau mungkin hujan yang menyebabkan saya merindukan seseorang sedemikian hebat. Entah, saya lupa untuk mengingatnya.

Yang pasti, sejak dulu saya menyukai hujan. Tergila-gila, mungkin itu sebutan yang lebih pas untuk saya. Itu sebabnya, saya selalu mengaitkan setiap nama yang saya buat dengan hujan. Awal membuat blog di dunia maya, saya memakai alamat www.pecintahujan.multiply.com. Meski sekarang blog itu sudah almarhum seiring dengan dihapusnya Multiply dari perinternetan di muka bumi (hasyah, bahasanya belibet).

Saat pertama kali membuat akun Fesbuk, nama akun saya masih terus berubah, pernah memakai nama Lygia Rainaddict, pernah juga memakai nama Lygia Pecintahujan, sampai mengganti jadi Neng Hujan sebelum akhirnya saya berani memakai nama pena saya yang sebenarnya, yaitu Lygia Pecanduhujan. Waktu itu, saya belum berani mengusung nama “Pecandu” karena takut dikotonasikan negatif. Walau akhirnya ternyata saya tahu ada banyak akun yang saat itu memakai nama pecandu meski aneh-aneh.

Sejak SMA saya sudah memakai nama Pecanduhujan, meski saat itu belum sering saya publish dan tidak banyak teman saya yang tahu. Maklum saja, saat itu kegiatan menulis saya masih ngumpet-ngumpet karena malu. Saya juga masih tertatih karena tidak memiliki informasi yang cukup tentang kepenulisan. Saya Cuma suka menulis puisi dan cerpen di buku harian saya, sesekali membiarkan beberapa orang sahabat membacanya dan saya juga menerima pesanan puisi dari teman-teman yang sedang jatuh cinta, ahai ….

Kembali ke H-U-J-A-N.

Mengeja kata ini seperti mengeja rindu yang saya miliki untuk seseorang. Untuk siapa? Biarlah itu menjadi rahasia pribadi saya saja. Sosoknya mungkin bisa berganti datang dan pergi, namun hujan, akan senantiasa ada di hati. Hujan tak akan pernah pergi, karena saya yakin, seberapa lama pun ia menghilang, hujan pasti akan selalu datang kembali, di waktu-waktu yang pasti. Hujan selalu setia pada bumi, kekasihnya. Hingga ia senantiasa mengirimkan jutaan rinai agar bumi terasa sejuk dan sedikit nyaman.

Hujan, enak dinikmati sambil menghirup uap panas dari secangkir cokelat yang nikmat. Bisa juga dinikmati dengan cara yang tidak biasa, yaitu dengan berdiri di bawah derasnya, dengan wajah menengadah ke atas, menyambut jutaan tetes yang tepat membasahi wajah dan seluruh tubuh. Rentangkan kedua tangan ke samping, dan sambut hujan dengan hati. Kurang kerjaan? Mungkin iya, tapi saya melakukannya nyaris setiap kali hujan datang bertamu ke kota saya.

Begini cara menikmati hujan ala saya :-)

Hujan adalah RINDU. Adalah CINTA. Adalah ROMANTIS. Adalah KENANGAN. Yang tak akan pernah bisa luput dari hati saya. Keindahan yang dikirimkan oleh Tuhan, salah satu keajaiban penciptaan yang sungguh luar biasa. Dalam hujan, senantiasa ada berjuta kisah dibaliknya, selalu ada lagu yang hanya bisa didengar oleh mereka yang merindu.

Pernahkah kalian menghirup wangi yang senantiasa muncul selepas hujan turun? Saya senang sekali menghirupnya. Cobalah buka jendela dan hirup dalam-dalam udara kala hujan reda. Ada wangi luar biasa yang tipis menyergap hidung kita. Dulu, saya sering ditertawakan orang ketika saya bercerita bahwa hujan itu memiliki aroma. Mereka menganggap saya mengada-ada. “Ah, wadul!”, ujar mereka. (Wadul=bohong, bahasa sunda, Red).

Mungkin banyak yang belum tahu bahwa hujan memang menyimpan aroma. Bukan air hujan yang memilikinya, namun ketika hujan jatuh membasahi tanah, maka aroma itu akan menguar dan mampu tercium oleh siapa saja yang mau berhenti sejenak untuk menikmatinya. Bahkan, aroma ini punya nama lho! Namanya adalah Petrichor. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh sepasang peneliti yang berasal dari Australia, yaitu Bear dan Thomas, dalam jurnal ilmiah bernama ‘Nature’ pada tahun 1964.

Petrichor, berasal dari Petra yang berarti batu, dan Ichor yang diartikan sebagai cairan yang mengalir di pembuluh darah para dewa dalam Mitologi Yunani. Petrichor ini sendiri adalah suatu zat atau senyawa yang dikeluarkan oleh bebatuan dan tanah, terkadang disebut sebagai “dust after rain”.

Bebatuan dan tanah mengeluarkan zat atau senyawa ini karena ada bakteri yang hidup di dalamnya, bernama actinomycetes, yaitu sejenis bakteri berfilamen (benang  halus). Bakteri ini biasa hidup di tanah yang basah, namun ia akan mudah mati ketika tanah itu kering atau kehilangan kelembabannya. Sebelum mati, bakteri tersebut meninggalkan telur-telurnya dalam bentuk spora yang memiliki daya tahan jauh lebih kuat. Jika tanah yang didiaminya kering, spora tersebut mengalami hibernasi sehingga bisa hidup bertahun-tahun,

Nah, air hujan yang membasahi tanah menyebabkan spora yang berukuran kecil ini terangkat ke udara karena kelembaban udara bertindak sebagai aerosolnya. Udara lembab inilah yang membawa spora-spora tersebut ke udara yang kita hirup, sehingga menimbulkan bau hujan yang bernama petrichor tadi.

Well, indah sekali ya? Spora itu ibarat Puteri Tidur yang telah tertidur berbulan-bulan di saat musim panas dan akan bangun ketika hujan membasahi tanah tempat berdiamnya. Jadi, nggak salah dong kalau saya bilang hujan itu ROMANTIS? Itu buktinya, proses terjadinya wangi tanah basah saja sedemikian romantis, apalagi berjuta kisah yang dialami banyak manusia di atasnya.

HUJAN dalam hidup saya, tak pernah bisa dilepaskan dari kata-kata yang tadi saya sebut di atas. Rindu, Romantis, Kenangan, dan Cinta. Oh iya, ada satu lagi yang lupa belum saya sebut di sana, yaitu AIRMATA. Ya, hujan selalu mampu menyembunyikan airmata yang saya miliki dengan rapi, tanpa diketahui oleh siapapun. Hujan setia menyimpannya tanpa menyampaikan ke seisi dunia bahwa saya sedang bersedih. Ia selalu tahu bagaimana menghapus airmata itu dan membiarkan saya dipeluk oleh rinainya yang berderai jatuh satu persatu ke pangkuan saya.

Itu Indah. Itu Luar Biasa.

Dan saya, akan selalu mencintai H-U-J-A-N.

Seperti saya mencintainya, lelaki berlogat Betawi yang kental itu …

Rindu Gerimis

Apakah hati kita masih menyisa cinta, Ketika pada malam2 panjang kuurai gerimis Dari mata yang mengalirkan duka ?

Apakah Rindu itu masih tereja , Kala lautan teramat luas merentang batas Melemparkan angan hingga mabuk terbuai ombak ?

Apakah kau dengar pekikan camar, Yang nyaring melengking tinggi Menjeritkan nada-nada keputusasaan mencekik leher Hingga melelahkan sayapnya mengepak pulang ?

Sayang, Gerimis menyisa milyaran tanya Muntahkan letih yang membebat rasa Melabuhku pada rentang waktu

( Timur Bandung, 28 Mei 2010 )

13894107971431877454
13894107971431877454

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun