Mohon tunggu...
Lydia Tesaloni Mangunsong
Lydia Tesaloni Mangunsong Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Amatir

Tadinya mau jadi penulis novel. Tapi nggak jadi.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Makan di Tempat Umum Selama Jam Puasa Itu Enggak Ada Akhlak, Ceunah!

5 Mei 2022   21:04 Diperbarui: 5 Mei 2022   21:16 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Puasa itu kewajiban dan sebenarnya bukan dari segi mayoritas atau minoritas agamanya. Harusnya kalau udah tau itu kewajiban, ya harus dilakukan tanpa paksaan dong," ungkap teman kedua saya.

Dia beranggapan, menghakimi orang lain yang sedang makan di jam puasa dengan cap "tidak berakhlak" seperti menyiratkan ketidaktulusan seseorang saat berpuasa. "Puasa gak cuman tahan lapar dan haus, tapi tahan emosi juga. Berarti secara tidak langsung dengan lo ngedumel gara-gara lihat orang makan (di) depan lo, sama aja batal dong, puasanya. Secara kayak gitu aja udah masuk dalam kategori emosi," jelasnya.

"Lo setuju untuk puasa, lo gak bisa nyuruh orang makan ngumpet-ngumpet atau negor orang yang lagi makan hanya karena lo lagi puasa," lanjutnya.

Dia juga membandingkan dengan kondisi puasa ganti. Ungkapnya, tentu saja orang yang sedang melaksanakan puasa ganti enggak bisa meminta orang lain untuk enggak makan di hadapan mereka, karena mereka sendiri yang punya kepentingan. Seharusnya, kondisi tersebut sama dengan puasa wajib di Bulan Ramadan.

Teman 3: "Ada norma sosial yang terbentuk di masyarakat Indonesia."

Teman saya yang ketiga ini melihat fenomena dalam konten yang saya berikan berkaitan dengan norma sosial yang terbentuk di masyarakat Indonesia.

"...'kan di Indonesia memang sudah kebentuk norma kalau di Bulan Ramadan gak boleh makan di tempat umum. Norma ini ada di beberapa daerah. Kenapa bisa kayak begitu? Ya balik lagi, mayoritas penduduk Indonesia itu 'kan muslim, mayoritas orang yang berpuasa. Otomatis, sebagai orang muslim yang paham kalau (tindakan) yang (mempengaruhi) orang berbuat maksiat, meski gak disengaja, itu gak boleh, ya kita menghindari," ungkapnya.

Lebih jelasnya, teman saya menyebutkan bahwa dalam Islam diajarkan untuk tidak melakukan hal yang mengajak kepada keburukan. Dalam konteks ini, makan/minum di depan orang berpuasa--meski tidak disengaja--bisa memicu orang untuk membatalkan puasa. Nah, karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, maka ajaran yang sebenarnya hanya berlaku dalam Islam itu tergeneralisasi menjadi sebuah norma sosial.

Menurutnya, norma yang lahir dari masyarakat tidak terhindarkan dan kuantitas masyarakat dari budaya (agama) tertentu sudah pasti mempengaruhi terbentuknya norma yang berlaku di masyarakat secara umum. Memang, akan ada kesan eksklusif dari norma yang tercipta. Namun, kembali lagi, masyarakat enggak bisa menghindar dari norma tersebut.

Kecaman "tidak berakhlak" barangkali menjadi sanksi sosial dari norma yang berlaku di masyarakat Indonesia--yang mayoritasnya adalah orang-orang berpuasa.

Terlepas dari pendapat ketiga teman saya, isu toleransi di Bulan Ramadan memang selalu menarik. Akan muncul oknum-oknum nyolot yang enggan pasang kuping untuk pendapat kontras. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun