"Aku malu," aku gadis bermata bening itu menampakkan wajah merah merona.
"Ya ampun La, ngapain malu sih?, ini kan untuk masa depan kamu juga!," seru Marlyn menyemangati.
"Kamu gak tau sih Lyn, sulit banget klo di depan orang banyak," jelas gadis itu ragu.
"Duh aku gak ngerti deh, yang jelas, klo kamu tetep kayak gini dan gak berani coba, kamu gak bakalan bisa maju!! Sampai kapan kamu gini terus,La?," seru Marlyn gregetan.
"Taulaah.." katanya pasrah.
Sheila Amara Melodi, namanya. Gadis semata wayang dari pemilik tunggal warisan keluarga besar Wargadisastra, keluarga ternama di kalangan sundanis. Tiga minggu lagi tepatnya young pianist audition "Ananda Sukarlan" yang akan berlangsung di kota Surabaya. Sheila termasuk salah satu pianis berbakat di tempat lesnya, namun karena sanggar musiknya itu jarang melakukan show ke berbagai tempat, Sheila tidak terbiasa memainkan musik di depan orang banyak. Ia sering memainkan musik di tengah keluarga kecilnya, namun tidak untuk orang banyak. Baginya, memainkan musik di tengah orang banyak bisa membuyarkan konsentrasi, belum lagi gugup dan pastinya demam panggung. Pokoknya gak banget bagi Sheila. Marlyn, teman sepermainan Sheila sejak SD, terus-terusan mendukung Sheila untuk menjadi musisi kenamaan Indonesia. Namun lagi-lagi, Sheila merasa tidak percaya diri akan kemampuannya dalam bermain piano.
"Hmmm..panas banget niy hari !" gumam Sheila
"Iya La, panas beneeerr,,, gggrrrrr,,, eh, kita beli es cendol bandung yuk!" usul Marlyn semangat.
"Ayooo... es cendol bandungnya Kang Erwin!! Muantabb!!" sambung Sheila.
"Hoookkeehh,,ayo ayo!!" sahut Marlyn tak sabar
Mereka pun berjalan santai menelusuri trotoar sepulang kuliah. Kampus mereka terletak di daerah Grogol yang banyak dikelilingi oleh pusat perbelanjaan. Namun, kalau urusan es cendol bandung, Kang Erwin tujuan mereka. Cendol bandung Kang Erwin sudah terkenal sejak tahun 1998, saat krisis ekonomi melanda Indonesia dan di saat para pejuang kampus menonjolkan idealisme mereka demi Indonesia. Di saat dimana terjadi pergolakan sengit antara mahasiswa dan aparat keamanan, korban bergelimpangan dimana-mana, terutama mahasiswa. Masalah yang masih menjadi big question mark di Negara ini. Kang Erwin merupakan salah satu korban tragedi 1998. Kaki kanannya terkena tembakan peluru nyasar ketika ia bersama pacarnya pergi ke daerah Mangga Dua. Pacarnya, Mba Sari, kini meninggalkannya karena melihat dirinya yang berjalan pincang. Andai saja pacarnya itu menerimanya apa adanya dan setia, tentunya mereka akan hidup bahagia seperti kehidupannya bersama istri sekarang. Namun itulah bagian dari skenario Allah SWT dan pasti ini pilihan terbaik dari-Nya.
Kini Kang Erwin telah memiliki kedai di beberapa penjuru Jakarta. Usahanya bisa dibilang sukses. Walau dengan keterbatasannya, ia mampu berdiri membangun masa depan yang lebih baik. Hmm.. salut buat Kang Erwin, gumam Sheila. Sheila dan Marlyn sudah sejak dulu menjadi penglaris Kang Erwin. Terkadang mereka memesan puluhan gelas es cendol bandung untuk acara kerohanian islam di kampus. Ternyata bukan mereka saja yang menyukai es cendol bandungnya Kang Erwin, tapi teman-teman yang lain juga menyukainya. Dahulu Kang Erwin sering ditemani Mba Sari meracik adonan cendol bandung, namun sekarang tidak lagi. Kini Kang Erwin ditemani oleh seorang wanita yang lebih mulia dan menerima Kang Erwin dengan segala keterbatasan, Mba Sukma.
"Assalamualaikum !!," salam Sheila dan Marlyn kompak.
"Wa'alaikumsalam,,, eh kalian,," jawab Mba Sukma lembut.
"Mba Sukma, masih ada es cendol bandungnya? Hardang euy.." tanya Marlyn tak sabar sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke arah muka.
Mba Sukma mengangguk pelan dan tersenyum.
"Hooreeee!!" teriak Marlyn
Hari itu Kang Erwin tidak ada di warungnya karena ada pesanan gubuk di acara pernikahan. Mba Sukma yang ada di kedai es cendol bandung itu. Baru jam 2 siang saja, es cendol bandungnya sudah hampir habis. Muantabb!!
"La, serius deh. Kamu ikutan aja audisi young pianist itu," saran Marlyn lagi sambil menyeruput es cendol bandungnya.
"Saha yang mau ikut audisi?," tanya Mba Sukma memotong pembicaraan.
"Itu tuh, siapa lagi, si Sheila ogah-ogahan!," seru Marlyn
"Yee,, kamu Lyn! Musik klasikku masih condong ke arah barat! Gak cocok kalau ikutan audisi Ananda Sukarlan! Apalagi buat Rhapsodia Nusantaranya!" tukas Sheila.
"Ya Ampun,, ga papa kali,, kan gak harus musik tradisional!!," seru Marlyn sok tau.
"Huu,, sok tau kamu, Lyn! Jelas-jelas acaranya Sukarlan, ya dia pasti ngelirik pianis yang bawain lagu-lagu komposernya," ujar Sheila menduga-duga.
"Tuh kan, kebiasaan! Jangan-jangan.. Pasti.. Dasar Ms. Sheila sok tau!!" seru Marlyn memojokkan.
"Sudahlah Lyn, aku lagi malas berdebat. Apalagi sama kamu!" ujar Sheila kesal.
"Hus,,hus,, sudah jangan berantem. Gak enak diliatin orang. Ya sudah atuh teh Marlyn, kalau neng Sheila gak mau, jangan dipaksa, nanti dia liyeur lagi," ujar Mba Sukma menengahi.
"Bukannya gitu La, aku sahabat kamu dari kecil, aku tau betul impianmu. Aku pasti selalu dukung buat capai cita-citamu,La!" sahut Marlyn memberi pengertian ke Sheila.
"Kamu gak ngerti Lyn!!," bentak Sheila kesal.
"Capek ngomong sama kamu, La! Punya ilmu tapi disimpen aja! Udah ah,, aku duluan!," seru Marlyn dengan muka masam.
...Kemana aku bawa ilmuku? Benar kata Marlyn, aku hanya menyimpannya sendiri, tidak diamalkan..pikir Sheila.
Bersambung...
Cerpen Karya :
Lydia Desvita Sari
March 1, 2010
www.catatan-pianissimo.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H