Kini Kang Erwin telah memiliki kedai di beberapa penjuru Jakarta. Usahanya bisa dibilang sukses. Walau dengan keterbatasannya, ia mampu berdiri membangun masa depan yang lebih baik. Hmm.. salut buat Kang Erwin, gumam Sheila. Sheila dan Marlyn sudah sejak dulu menjadi penglaris Kang Erwin. Terkadang mereka memesan puluhan gelas es cendol bandung untuk acara kerohanian islam di kampus. Ternyata bukan mereka saja yang menyukai es cendol bandungnya Kang Erwin, tapi teman-teman yang lain juga menyukainya. Dahulu Kang Erwin sering ditemani Mba Sari meracik adonan cendol bandung, namun sekarang tidak lagi. Kini Kang Erwin ditemani oleh seorang wanita yang lebih mulia dan menerima Kang Erwin dengan segala keterbatasan, Mba Sukma.
"Assalamualaikum !!," salam Sheila dan Marlyn kompak.
"Wa'alaikumsalam,,, eh kalian,," jawab Mba Sukma lembut.
"Mba Sukma, masih ada es cendol bandungnya? Hardang euy.." tanya Marlyn tak sabar sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke arah muka.
Mba Sukma mengangguk pelan dan tersenyum.
"Hooreeee!!" teriak Marlyn
Hari itu Kang Erwin tidak ada di warungnya karena ada pesanan gubuk di acara pernikahan. Mba Sukma yang ada di kedai es cendol bandung itu. Baru jam 2 siang saja, es cendol bandungnya sudah hampir habis. Muantabb!!
"La, serius deh. Kamu ikutan aja audisi young pianist itu," saran Marlyn lagi sambil menyeruput es cendol bandungnya.
"Saha yang mau ikut audisi?," tanya Mba Sukma memotong pembicaraan.
"Itu tuh, siapa lagi, si Sheila ogah-ogahan!," seru Marlyn
"Yee,, kamu Lyn! Musik klasikku masih condong ke arah barat! Gak cocok kalau ikutan audisi Ananda Sukarlan! Apalagi buat Rhapsodia Nusantaranya!" tukas Sheila.