Mohon tunggu...
Lydia Maudy  Anthoriene Abast
Lydia Maudy Anthoriene Abast Mohon Tunggu... -

Saya perduli karena memang saya selalu perduli dengan anak-anak dan orang-orang yang minim pendapatan dan pengalaman. Apalagi dengan kasus spt ini, yang kebetulan saya tahu dengan baik apa yang akan dilalui seorang pasien penyakit jantung. Jadi saya akan bantu mereka sampai mereka mendapatkan fasilitas yang memang dibutuhkan dan layak mereka terima. Saya memang tidak punya materi yang cukup untuk membantu mereka tetapi saya punya Allah yang luarbiasa, yang akan membuka jalan dan menunjukkan orang-orang yang tepat yang bisa membantu melalui tahapan ini. Owner Roemah Boenga Cibinong. Consultant for Agricultural, Land Rehabilitation, Reforestation and Organic Waste Treatment. Pemerhati Anak-Anak

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Siaran Televisi - Buku dan Bahasa Indonesia

31 Agustus 2012   08:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:05 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1980-an, di televisi ada acara Pembinaan Bahasa Indonesia yang dipandu oleh bapak Yus Badudu. Saya sering duduk diam didepan televisi karena kebetulan dulu belum ada acara yang beragam seperti saat ini. Tapi itu saya syukuri karena saya banyak sekali menerima manfaatnya. Apalagi dipandu oleh seseorang yang benar-benar paham dan mengerti tentang Bahasa Indonesia.

Prof. Dr H. Jusuf Sjarif Badudu, yang lebih di kenal dengan nama Yus Badudu, lahir pada tanggal 19 Maret 1926 di Gorontalo. Ia menamatkan sekolahnya di Ampana (1939), Cursus Volksonderwijzer (CVO) di Luwuk (1941), Normaalschool (NS) di Tentena (1949), Kweekschool Nieuwestijl (SGA) di Makassar (1951), B.1 Bahasa Indonesia di Bandung (1955), Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran di Bandung (1963), Postgraduate Study Linguistik di Leiden-Holland (1971-1973), dan memperoleh gelar doktor dalam ilmu-ilmu sastra dengan pengkhususan linguistik di Universitas Indonesia (1975).

Mungkin bagi sebagian besar penonton, acara ini dianggap membosankan tetapi buat saya yang waktu itu masih duduk dibangku sekolah dasar, sangat menyenangkan. Itu memotivasi saya untuk banyak menulis dengan penggunaan tata bahasa yang baik dan benar berdasarkan Ejaan Yang Disempurnakan. Saya sudah bisa membaca sejak umur 3 tahun dan saya masih menyimpan buku pertama saya yang dibeli di Toko Buku Gramedia di Pasar Baru Jakarta. Begitu menyenangkan menunggu hari-hari dimana saya bisa bepergian dengan ke dua orang tua saya ke sana. Karena begitu banyak yang bisa saya lihat dan saya baca. Dan akhirnya dunia saya terbentuk dari hasil membaca, pengetahuan saya bertambah dan sampai sekarang saya mengenal banyak hal karena membaca dengan bahasa Indonesia yang ditulis dengan Ejaan Yang Disempurnakan.  Saya ada beberapa buku yang masih menggunakan ejaan lama. Dan bisa dibayangkan orang akan merasa lelah untuk mengartikan sekaligus membacanya, akhirnya minat membacanya jadi kurang.

Sekarang saja dengan kemajuan jaman dan teknologi, pembinaan Bahasa Indonesia sudah tidak ada dan minat membaca dari generasi anak-anak saya pun sudah berkurang. Belum lagi ditambah beragam televisi swasta yang berlomba-lomba membuat materi acara yang memakai bahasa gaul bahkan kebarat-baratan bahkan bahasa alay kata anak-anak sekarang.  Memang nilai jual yang dibutuhkan untuk persaingan dalam siaran tetapi apa salahnya jika ada acara untuk pembinaan bahasa Indonesia kembali.

Yang saya lakukan saat ini adalah dengan mengajak anak-anak saya untuk mencintai Indonesia mulai dari bahasanya dan itu bisa dengan membaca. Ada sekitar 19.000 judul buku mulai dari buku anak-anak, remaja, dewasa baik novel, cerita bergambar sampai ilmu pengetahuan yang lain, saya simpan dan koleksi dengan baik, minat baca anak-anak saya dan teman-temannya sangatlah kurang. Mereka lebih asik dengan gadget, bbm atau bahasa-bahasa gaul yang kadang kala bikin saya mau pecah kepalanya.

Tetapi saya tidak kekurangan akal, setiap mereka bertanya tentang apapun, saya tidak akan merespon kalau mereka pakai bahasa gaul, setelah mereka memakai bahasa yang benar baru saya jawab pertanyaan mereka. Tapi apakah bisa dilakukan oleh orang tua lain. Buat saya, walaupun itu mustahil tapi paling tidak saya tetap tanamkan dalam hidup anak-anak saya bahwa Bahasa Indonesia itu adalah bahasa leluhur mereka. Orang asing saja yang bekerja disini, mereka berusaha untuk mempelajari bahasa Indonesia, kenapa kita tidak mau memakainya.

Aku mencintai Indonesia dan disinilah aku lahir dan dibesarkan. Walaupun aku harus pergi jauh untuk menimba ilmu tetapi aku kembali ke pangkuan ibu pertiwi karena disini banyak yang harus dilakukan bagi orang-orang yang tersisihkan, untuk masyarakat yang terabaikan. Hanya dengan satu bahasa yaitu BAHASA INDONESIA, kita akan mampu menutup kesenjangan sosial itu dengan berbahasa yang dimengerti oleh anak-anak negeri.

Mimpi seorang idealis, BAHASA INDONESIA menjadi BAHASA INTERNASIONAL.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun