Mohon tunggu...
Lydia Kristiani
Lydia Kristiani Mohon Tunggu... Human Resources - Mengisi hari dengan bekerja di bidang sumber daya manusia

Selalu meluangkan waktu untuk menulis dan olahraga. Tidak perlu susah payah mencari hal yang bisa menyenangkan diri, cukup dengan membaca dan menikmati pemandangan alam yang indah.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Rumah Abah Jajang dan Potret Wisata Indonesia

1 Mei 2023   16:34 Diperbarui: 3 Mei 2023   03:45 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah kayu Abah Jajang yang viral. (Doc. Ahmad Johan via kompas.com)

Beberapa waktu lalu, mungkin belum banyak yang mengenal Abah Jajang. Namun sekarang, siapa yang tidak mengenal beliau? 

Semua yang melek teknologi minimal hobi memantau media sosial, pasti sudah akrab dengan foto rumah khas pedesaan dengan halaman berumput hijau dan menghadap ke arah curug. 

Semua yang ada dalam foto itu pas betul dengan imaji mengenai pemandangan ideal yang menenangkan. Rumahnya tidak neko-neko, rerumputan subur terawat, pepohonan yang rindang tapi tidak sampai jadi hutan hingga curug yang terlihat sempurna. 

Konon saking strategisnya lokasi rumah itu, Abah Jajang menerima tawaran untuk menjualnya seharga 2,5 miliar rupiah. 

Harga yang fantastis dan bikin khalayak penasaran, seperti apa aslinya rumah tersebut. Seperti sudah diduga, warga pun beramai-ramai datang untuk mencicipi sepotong surga di rumah Abah Jajang. 

Seperti sudah saya duga, keramaian itu akhirnya membuat lingkungan di sekitar rumah jadi amburadul. Dari segi positif, kehidupan masyarakat di sekitarnya meningkat karena banyaknya kunjungan turis. 

Objek wisata di sekeliling kediaman sang Abah pun berpotensi disambangi lebih banyak orang. Tapi apa yang kemudian tersisa dari kecantikan rumah Abah Jajang? 

Saya pun melihat lanjutan kisah dari drama rumah abah. Terlihat bahwa setelah menarik begitu banyak pengunjung, hamparan rumput yang tadinya hijau menggoda lenyap dan menjadi lapangan tanah. 

Bukan hanya itu, pengunjung yang datang atau bahkan berkemah juga meninggalkan sampah di halaman rumah. Yang tersisa adalah pemandangan pepohonan dan curug yang tentu saja tidak mungkin hilang begitu saja. 

Orang membantu membersihkan sampah (Photo by AV RAW: pexels.com/photo/a-man-cleaning-the-forest-11410837/_
Orang membantu membersihkan sampah (Photo by AV RAW: pexels.com/photo/a-man-cleaning-the-forest-11410837/_

Sangat disayangkan, untungnya Abah Jajang berlapang dada dan tetap berterimakasih kepada orang-orang yang datang untuk memanjakan mata mereka. Sebenarnya ada apa dengan para penikmat wisata itu? 

Saya sering berpikir jika satu tempat wisata alam yang indah dipublikasikan, maka akan sangat mudah jadi populer. Netizen di Indonesia sangat cepat tanggap dengan segala hal yang viral dan berusaha jadi yang pertama untuk menjejakkan kaki di tempat itu. 

Setelah tiba disana, yang dilakukan tentu adalah berfoto dan membuat video untuk dipamerkan. Bak bola salju, kepopuleran pun akan berlipat ganda. Namun warga di sekitar tempat wisata seringkali tidak siap untuk menyambut arus pengunjung. 

Wisatawan yang datang pun tidak terlatih untuk bukan cuma menikmati tapi juga menjaga kelestarian alam. Itu persepsi saya dan ada alasannya. 

Biasanya akses menuju ke jalur wisata yang viral masih dibiarkan kurang baik atau malah buruk. Saat ini di beberapa tempat sudah dibentuk Pokdarwis dan sudah mulai dilakukan perbaikan akses agar mampu menyedot lebih banyak pengunjung. 

Namun tidak sedikit yang masih diacuhkan dan menyia-nyiakan potensi yang ada. Bisa juga terjadi di tempat yang awalnya cantik alami justru dibangun anjungan atau sudut foto yang artifisial dan tidak nyambung dengan suasana di sekitarnya. Efek yang ditimbulkan malah terlihat aneh dan menutupi keindahan alamnya. 

Dari sisi pengunjung, wisatawan perlu lebih diedukasi agar tidak mengabaikan kelestarian alam. Biasanya edukasi ini banyak diberikan kepada grup pencinta alam. 

Slogan jangan ambil sesuatu kecuali gambar, jangan tinggalkan sesuatu kecuali jejak dan jangan bunuh sesuatu kecuali waktu itu seharusnya diterapkan semua orang. 

Bila merasa ingin berkemah, bawalah kantong sampah sendiri untuk membereskan sampahmu hingga lingkungan tetap bersih. Bila melihat rumput yang apik dan tanaman terawat, jangan dicabuti dan diinjak semena-mena. 

Rasanya tentu lebih repot dibandingkan tinggal datang, foto-foto sesuka hati lalu makan kudapan dan langsung lempar bungkusnya kemana saja. 

Tapi hal ini berkaitan dengan rasa tanggung jawab dan hati nurani setiap orang karena kalau bukan dari kita yang menjaga, mau siapa lagi? 

Semoga kisah rumah Abah Jajang ini berakhir bahagia... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun