Mohon tunggu...
Lybertha
Lybertha Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lepaskan Aku Darinya

28 Januari 2024   20:26 Diperbarui: 31 Januari 2024   09:58 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Alunan lagu mengitari pendhapa, segala keluh kesah terlontar dari mulut anak-anak. Bagaimana tidak, saat ini anak kelas 10 sedang digempur proyek gelar karya P5 yang kedua. SMA Stella Duce 2 Yogyakarta mengadakan Gelar Karya ke-2 sebagai bentuk proyek P5 untuk menutup semester pertama. Beginilah nasib angkatan Kurikulum Merdeka. Hari harinya dipenuhi proyek. 

   "Anak-anak, silahkan berkumpul sebentar" Suara lembut Bu Van mengelus telinga membuat seluruh anak menoleh ke arahnya. Anak-anak Antareja mulai mendekat dan berkumpul disekitar Bu Van.

   "Nak...Proyek ini kan akan ditampilkan untuk Lustrum tanggal 16 Januari nanti. Segala perjuangan dan kerja keras kalian akan ditampilkan dan dilihat oleh banyak orang. Bagaimana kalau kalian membuat iklan atau short film untuk mempromosikannya? Nanti bisa kalian upload di instagram x_seantero" Anak Antareja antusias mendengar saran dari Bu Van.

   "IHH KEREN. Nanti kita terkenal trus jadi seleb. NGUAHAHA" Yira mulai mengeluarkan jati dirinya.

   Meskipun hampir seluruh anak antusias tetap saja ada yang tidak senang dengan adanya proyek iklan tersebut. Menurut mereka dengan adanya iklan hanya akan menambah beban. Memang benar tapi asik juga kok. 

   Pendhapa mulai sepi, anak-anak memutuskan untuk bermigrasi menuju ke kelas. Mereka berencana akan membuat skenario untuk iklannya nanti. Suasana sunyi memekakan telinga. Tak ada satupun yang mau memulai berbicara. Semuanya toleh menoleh dan saling menatap bagaikan anak burung yang mencari induknya. 

   "Guys, ini jadinya gimana iklannya?" tanya Ren memecah keheningan. 

   "Aku ada ide nih, semoga kalian setuju ya. Jadi nanti iklannya menceritakan tentang bagaimana isi pikiran dia yang selalu berpikir terlalu jauh. Dia overthinking. Di otaknya hanya tergambarkan suasana ricuh dan penuh keributan saat kita latihan P5. Nyatanya segala pikirannya itu tidak terjadi. Dia tersugesti kalau latihannya nanti akan hancur dan ngebuat dirinya ngedrop dan pingsan" Jelas panjang, lebar Lein ke teman temannya. 

   "Boleh sih, keren juga itu. Yang lain setuju gak?" Ryma menanyakan kembali untuk mendapatkan persetujuan kelas. Semua mengangguk setuju sembari menunjukan wajah lemas tak bersemangat. 

   Lein sebagai sutradara mulai membuat skenario dan naskahnya bersama sutradara lainnya. Ia menghabiskan beberapa hari untuk membuat naskah yang melibatkan seluruh anak Antareja. Bingung rasanya, di satu sisi Lein tidak mau membuat skenario yang banyak karena takut merepotkan teman temannya tapi di satu sisi perlu sesuatu yang meledakkan suasana. 

   Di minggu berikutnya, Lein memberitakan bahwa skenarionya sudah jadi. Ia pun mempresentasikannya di depan kelas. Teman temannya memberikan respon yang baik. Tak berlangsung lama, ucapan Lein terpotong oleh 1 kata.

   "Alay" Ucap Noe dengan enteng. Semua menoloh ke arah Noe. Suasana sunyi kembali memekakkan telinga. 

   Lein hanya terdiam dan tersenyum. Sedikit sakit tapi ia tetap menerima pendapat tersebut. Mungkin saja ia tidak sengaja membuat skenarionya terlalu mendramatisir. Bel sekolah melantunkan melodi menandakan istirahat pertama dimulai. Anak-anak lari berhamburan keluar, tapi tidak dengan Lein. Ia hanya duduk termenung di kelas memikirkan bagaimana rencana pengambilan video di esok hari. 

   Lein mengambil kembali laptopnya untuk melihat skenario dan mulai mengimajinasikan bagaimana angle kamera yang bagus. Sepanjang istirahat Lein tidak makan. Ia terus sibuk dengan skenarionya. Bel selesai istirahat pertama berbunyi dan kegiatan pun dilanjutkan sampai pulang sekolah.

  Di hari berikutnya, Lein membawa alat-alat untuk merekam iklannya nanti. Semua ia persiapkan sendiri mulai dari kamera, lighting, tripod, dll. Suasana rusuh tergambarkan ketika melihat ke arah Lein. Tangan kiri memegang tripod, tangan kanan memegang tas, kamera terkalungkan di lehernya. Maretha yang melihat hal itu pun langsung mendatangi Lein dan membantunya membawa barang. Senyum terlukis di wajah Lein ketika ada yang datang membantu. Jeanice sebagai karakter utama di iklan tersebut tak mau kalah dan ikut membantu membawakan barang. Beruntung rasanya memiliki mereka. 

   "Putri kecil ibu cantik sekali," ucap Lein sembari menertawakan Maretha yang menggendong tripod layaknya ibu yang sedang menggendong anaknya.

   "Bapaknya kemana, bu? Kok gak ikut?" lanjut Jeanice membuat mereka tertawa. 

   Canda tawa mengisi perjalanan mereka. Perekaman ini hanya membutuhkan Jeanice sehingga anak Antareja yang lain melanjutkan latihan mereka untuk teater Lustrum di pendhapa. Mereka merekam beberapa scene di toilet. Sedikit sulit karena toilet adalah tempat publik dan banyak yang keluar masuk. 

   DI tengah-tengah perekaman Lein diam mematung. Rasa sakit dan perih menusuk perut Lein. Maretha dan Jeanice yang sedang mengarahkan lighting pun langsung menghentikan aktivitasnya karena melihat Lein yang merintih kesakitan. Wajah panik terpasang di wajah mereka. Maretha membujuk Lein untuk istirahat sejenak di UKS. Sia-sia, Lein yang keras kepala kekeh untuk melanjutkan proses perekaman. Lein jongkok sejenak untuk meringankan rasa sakit. Setelah mulai mereda mereka pun langsung pergi menuju pendhapa untuk merekam bersama anak Antareja.

  Lein mulai mengarahkan anak-anak Antareja untuk bagaimana akting mereka nanti. Ia menjelaskan sembari menata kamera dan lighting. Belum sampai proses perekaman, rasa sakit kembali menusuk perut Lein. Keringat dingin menghujani tubuh Lein. Bibirnya pucat tak berwarna. Lein segera berlari menuju 1 pilar dan duduk bersandar. Anak-anak yang lain heran dan Ryma langsung mengambil alih. Kali ini ia benar benar tak kuat. Tubuh lein meringkuk. Jeanice dan Maretha semakin panik. Ia memanggil guru untuk membujuk Lein pulang. 

   Butuh waktu untuk membujuk Lein pulang. Orang tua Lein segera menjemputnya dan membawanya ke rumah sakit. Benar saja, setelah diperiksa ternyata asam lambungnya naik. Akhir-akhir ini pola makan dan tidur Lein tidak teratur. Ia sedikit banyak pikiran karena adanya proyek ini. Ketika dirumah ia merasa tak tenang. Otaknya tidak pernah istirahat dan terus memikirkan segala proyek dan kegiatan. 

   Tiba saatnya untuk melakukan perekaman bersama anak Antareja. Proses perekaman ini cukup lancar. Banyak anak-anak yang serius dan mendengar instruksi dengan baik. Waktu terus berjalan, anak Antareja mulai kehilangan konsentrasi dan semangat. Mereka mulai mengadu nasib dan bertengkar. 

   "Ribet banget! Segala harus iniin ekspresi lah itu lah! Dikata gak capek apa?!" Danzel menggerutu kesal.

   "Lu pikir lu doang yang capek?! Cuma pemeran sampingan aja ngeluh!" Lara yang panas pun menyahut dengan emosi.

   "LAH LU PIKIR LU SIAPA? PEMERAN UTAMA? BUKAN!" Danzel terpancing emosi. Nadanya mulai naik dan menusuk telinga. 

   "TAPI PERAN GW LEBIH BANYAK DARI LU!" Lara menjawab tak mau kalah suara. 

   "Guys, udah yuk. Sudah cukup yaa.. Kita istirahat dulu. Rileksin diri, pikiran, emosi. Kita semua pasti capek" Lein mencoba melerai kedua temannya yang bertengkar. 

   "LU JUGA DIEM DEH! BIKIN SKENARIO RIBET BANGET. BELAGU BANGET KAYAK UDAH PRO AJA. SETTING KAMERA AJA LAMA. KALO GA BISA MAH GAUSAH SOK SOK AN!" Emosi Danzel semakin naik dan membentak Lein.

   Lein terdiam sejenak dan mengeratkan kepalan tangannya. "Maaf ya... Skenarionya ribet ya? Aku cerewet ya? Hehe biar bagus soalnya kan mau dilihat banyak orang... Kita istirahat dulu, oke?.." Sekuat tenaga ia menjawab dengan lembut dan tenang. Ingin sekali marah namun itu hanya memperburuk suasana. 

   "Brisik lu belagu" Danzel pergi meninggalkan Lein. Semua mata tertuju pada Lein dan yang menjadi pusat perhatian hanya bisa tersenyum.

   Lelah... Berkontribusi bersama orang orang seperti mereka. Mengerjakan sesuatu bersama tanpa adanya rasa nyaman ataupun senang. Ingin kutinggalkan tapi aku terikat dengannya. Tak mungkin aku melepaskan tanggung jawabku begitu saja. -Lein's Diary

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun