Bukan rahasia umum lagi kalau sejak kemarin-kemarin sudah rame sejak beredarnya berita Ahok menggugat istrinya untuk bercerai, dan juga beredar isu kalau istri Pak Ahok terlibat cinta segitiga yang menurut gosip-gosip (Instagram Lambe Turah, Facebook, Whatsapp, Warta Kota, Forum Detik, Kaskus dkk) berlangsung sejak tahun 2010.Â
Disana dikabarkan juga bahwa si Ahok ini sudah menyadari perubahan sikap istrinya 8 tahun lalu dan berusaha untuk memperbaiki rumah tangganya. Istrinya yang dulu waktu usia 19 tahun imut-imut dinikahinya, sekarang sudah berubah menjadi lebih dewasa.Â
Mungkin bukan juga istri saja dan bukan hanya berubah menjadi dewasa saja, namun juga yang pada kenyataannya semua orang berubah dengan waktu, dan hanya satu tetap sama yaitu cinta lama, cinta sejati. Sayangnya cinta sejati Veronica kelihatannya memang benar-benar bukan di tangan Ahok. Saatnya move on!
Ahok sudah benar dengan sudah berusaha memediasi via pendeta dan Veronica juga tidak salah untuk tidak merubah atau memperbaiki apapun. Karena hati manusia siapa yang tahu. Kelihatannya sang istri memang menikah di usia yang terlampau muda, dan Ahok juga sudah terlanjur memaksakan diri untuk berusaha memperbaiki sesuatu yang mungkin sama sekali tidak rusak. Don't fix something which isn't broken.
Saya sendiri seorang yang besar di luar negeri di sebuah negara barat dimana kedudukan wanita dan pria setara. Kadang miris melihat budaya Indonesia dimana hubungan suami istri dianggap bahwa istri harus patuh atau suami harus patuh, anak-anak mesti begini atau begitu. Pernah di wawancara youtube dengan stasiun radio di rumahnya, Veronica  bilang kalau di rumah, Ahok harus tunduk pada dia, sedangkan di luar rumah sebaliknya, atau anak-anaknya harus tunduk sebelum usia 17 tahun dengan belajar gitar / violine dll. Di negara barat, hidup kadang berjalan bagaikan bola liar.Â
Tidak seorang pun tahu apa yang terjadi, atau akan terjadi. Dan sama sekali tidak perlu menyesal atau disesali apabila hubungan atau rumah tangga tidak berjalan mulus. Bukan sesuatu yang tidak normal, apabila perselingkuhan terjadi.
Masalahnya mungkin satu karena Ahok adalah figur publik dan mantan pejabat publik, sehingga mungkin di kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih konservatif, tradisional atau mungkin kata kasarnya sepertinya memiliki peradaban yang tertinggal 50 tahun dibanding negara-negara maju, yang kebanyakan masih belum dapat menerima apabila ada seorang pemimpin atau eks pemimpin tidak mampu memiliki hubungan rumah tangga yang harmonis.Â
Sehingga sebagian orang beranggapan "Bagaimana mau memimpin DKI, memimpin rumah tangga saja tidak mampu, huh.", dan sebagian lain tenang-tenang saja. Anehnya, di luar negeri tidak demikian halnya, karena masyarakat kebanyakan sudah dapat memisahkan urusan pribadi dengan urusan profesional, sehingga tidak ada kaitan antara urusan memimpin dengan urusan rumah tangga sang pemimpin. Lain halnya apabila sang pemimpin bertindak asusila seperti memiliki affair ketika memang sedang menjabat.
Kalau bercerai anak-anak akan menjadi korban. Ini juga kalau asumsinya  yang saya perhatikan di negara kita seperti ini. Di negara-negara maju mungkin perceraian adalah sesuatu hal yang lumrah dan sudah sering terjadi sejak berakhirnya perang dunia 2, sejak kedudukan wanita dan lelaki menjadi sederajat. Saking seringnya terjadi, anak-anak tidak selalu menjadi korban.Â
Cukup banyak teman saya juga dari keluarga yang bercerai. Bercerai bukan berarti harus selalu akhirnya jadi anak-anak dari broken home. Bahkan banyak anak memilih tidak mau memiliki ayah atau ibu karena hidup kadang berjalan indah seperti apa adanya. Tapi mungkin lain ladang lain belalang, di Indonesia mungkin hanya perlu dibiasakan. Mungkin ya, karena saya bukan ahli konsultasi masalah keluarga.
Kembali ke perceraian Ahok dan Veronica, apa yang akan saya lakukan sebagai Veronica Tan dengan menyadari bahwa saya hidup di masyarakat yang emosional yang sedikit banyak tertinggal dibanding negara maju misalnya ? Apa saya akan kembali bermediasi dengan Ahok dan berpura-pura bahagia ? Ataukah saya lebih baik hidup bahagia bersama PIL saya ?
Masalahnya cinta sejati itu kebanyakan hanya sekali dalam hidup ini. True love only happens once ! Apabila saya seorang Veronica lain yang besar di Barat sudah pasti akan saya ceraikan atau biarkan Ahok menceraikan saya, karena saya berhak hidup bahagia dan saya berhak berselingkuh apabila ada sesuatu yang kurang dalam hidup ini apabila tidak saya selesaikan.Â
Saya berhak egois, dan saya berhak mencintai dan tidak lagi mencintai siapapun juga. Mungkin saya akan berbisik lembut di telinga suami saya yang sekarang, atau berbicara di depannya, "Look, it's my fault, I'm resigning from the family. I think, you have to move on, and I have to move on too, we all have to move on. Love that was once there, it's no longer there, baby.".Â
Mungkin dia akan menangis dan membanting piring berhari-hari lamanya, tapi seperti di novel-novel Sydney Sheldon, waktu juga yang dapat menyembuhkan segalanya. Anak-anak perlu dijelaskan dan tetap membagi waktu kunjungan untuk bertemu dan menghabiskan waktu bersama keluarga lama atau pun yang barunya.
Dan apabila saya seorang Veronica Tan yang memang tidak besar di Barat melainkan di Indonesia dan saat ini memiliki suami bernama Ahok ? Jujur saya tidak tahu, lebih baik urusan ini saya serahkan kepada Veronica yang aslinya karena itu bukan urusan saya yang notabene bukan Veronica Tan. Veronica Tan yang pernah saya lihat di video-video di youtube, pernah berkata bahwa dia sebenarnya orang kota, sedangkan Ahok seperti orang kampung, dia dulunya tidak dapat berkomunikasi dengan mudah sebelum aktif di gereja dibandingkan dengan Ahok yang dapat bergaul dengan siapa saja.Â
Veronica Tan yang saya lihat dan belum pernah saya bertemu sekali pun, sepertinya memang tidak tertarik dengan urusan politik dan di video-video pun terlihat tidak bahagia atau tidak cocok dalam menjalankan tugas-tugas sebagai istri Gubernur. Saya tebak, perempuan-perempuan seperti Veronica Tan yang berlatar belakang tionghoa kebanyakan lebih memilih hidup anonim, bisa jalan-jalan tanpa ada satu orang pun yang mengenalinya atau pun melakukan segala sesuatunya tanpa harus perlu dinilai publik apakah baik atau buruk, tanpa harus berpura-pura bahwa hidup ideal adalah hidup yang suci atau pun bersih atau berdasar prinsip-prinsip.Â
Kata kasarnya mungkin hidup seperti bola liar pun adalah hidup yang dapat dijalani karena itu adalah sebuah pilihan, daripada harus berpura-pura menjadi seorang istri gubernur, lebih baik menjadi diri saya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H