Mohon tunggu...
Lya Munawaroh
Lya Munawaroh Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Suka bertualang

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Trip Liburan ke Dieng, Sangat Seru dan Menyenangkan!

25 November 2023   10:22 Diperbarui: 20 Desember 2023   19:14 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan dari Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi

Bermula dari ajakan seniorku liburan ke rumahnya di Dieng saat kami mengobrol santai di teras basecamp. Akhirnya kami menyetujui mengisi liburan hari raya Idul Adha tahun 2021 lalu dengan melakukan trip bersama ke rumahnya. Personil trip kali ini berjumlah sebelas orang, enam perempuan dan lima laki-laki. Karena beberapa dari kami tidak memiliki motor, jadi harus diatur pasangan boncengan tiap motor.

 Meskipun jalan raya ke Dieng beraspal bagus, tetapi tidak sembarang motor bisa berkendara ke sana. Dieng berada di dataran tinggi, sehingga motor yang kami gunakan harus dalam keadaan prima. Kami memang sangat antusias dengan trip kali ini terutama dua orang tamu dari Lampung dan seorang perempuan dari Aceh yang selama beberapa pekan sudah menginap di basecamp.

Kami berangkat sehari sebelum hari raya. Dari Semarang, kami berdelapan berangkat lebih dulu, sedangkan tiga perempuan dari kami berangkat sore hari karena ada urusan. Aku ikut berangkat yang siang harinya.

  • Perjalanan dengan Vespa yang Tidak Mudah

Waktu itu perjalanan ke Dieng tidak selalu mulus. Belum satu jam perjalanan, sesudah melewati Boja, vespa yang dikendarai Bang Akmal dan Bang Anam mogok. Aku yang ada di belakang mereka ikut berhenti dan menghampiri. Aku menghubungi teman-teman lainnya yang sudah di depan meminta mereka menunggu. Untungnya setelah beberapa menit vespa itu bisa menyala kembali setelah diotak-atik oleh pemiliknya. Kami pun segera menyusul teman-teman yang lain.

Baru beberapa menit setelah melewati Curug Sewu, tepatnya di jalan berkelok-kelok tajam Patean-Boja, Ferdian si tuan rumah yang membonceng Kadek tiba-tiba terjatuh di jalan menikung. Kami semua ikut berhenti dan membantu mereka. Syukurlah tidak ada yang terluka parah, hanya saja spion motor Ferdian copot satu.

Motor kami kembali melaju memasuki daerah Tambi, kaki Gunung Sindoro. Jalanan semakin menanjak, mesin motor harus semakin keras bekerja. Sambil terus berpegangan jok, aku menikmati pemandangan kanan dan kiri jalan yang berupa hamparan kebun tembakau dan Gunung Sindoro yang megah. Hawa dingin juga sudah mulai menerpa kulit, terasa begitu sejuk.

  • Perjalanan dengan Medan Menanjak

Sesudah melewati Tambi, kami memasuki jalanan Kejajar. Sejauh ini cukup lancar hingga kami kembali melewati jalanan yang mulai menanjak lagi. Vespa Bang Anam sudah tidak kuat lagi kalau dibuat boncengan, juga motor yang kunaiki. Terpaksa aku dan Bang Anam turun dan jalan kaki dulu.

Namun sebelum kami berjalan jauh, kebetulan ada mobil bak lewat di depan kami dan menawarkan tumpangan. Wah, kami senang sekali. Akhirnya kami yang semula diboncengin ikut menumpang mobil bak semua. Di atas mobil bak, Bang Anam berteriak kegirangan sambil membuat video, kami pun ikut tertawa bahagia dan melambai ke kamera.

Pemandangan di sepanjang jalan menuju Dieng/Dok. Pribadi
Pemandangan di sepanjang jalan menuju Dieng/Dok. Pribadi
  • Mampir di Tuk Bimalukar

Mobil kemudian berhenti di depan sebuah bangunan tinggi berundak yang bertuliskan 'Tuk Bimalukar'. Kami pun turun dari mobil, rupanya teman-teman kami sudah menunggu di sana.

Situs Tuk Bimalukar/ Dok. Pribadi
Situs Tuk Bimalukar/ Dok. Pribadi

Tuk Bimalukar adalah sebuah mata air yang dipercaya sebagai hulu dari Sungai Serayu yang mengalir dari Wonosobo hingga ke laut Cilacap. Mata airnya terletak di bawah bangunan bertulisan tadi. Di sebelah mata air ada tangga yang menuju ke atas. Di sana terdapat tanaman bunga beraneka warna dan ada juga menara gardu pandang yang menjulang tinggi di ujung.

Dari sana kami bisa melihat pemandangan perbukitan hijau dan tulisan besar 'Dieng Banjarnegara'. Tidak perlu membayar untuk menikmati keindahan Dieng dari tempat ini ataupun mencoba kesegaran mata airnya.

Situs Tuk Bimalukar/ Dok. Pribadi
Situs Tuk Bimalukar/ Dok. Pribadi

Pemandangan dari menara Tuk Bimalukar/ Dok. Pribadi
Pemandangan dari menara Tuk Bimalukar/ Dok. Pribadi

  • Sampai di Dieng Negeri Atas Awan

Tak mau lama-lama, kami melanjutkan perjalanan, tak sampai lima menit motor menyusuri jalanan, akhirnya sampailah kami di tembok 'Welcome to Dieng Wonosobo'. Kami langsung memarkir motor dan berfoto-foto di sana. Paling heboh Bang Anam dan Bang Akmal yang mengabadikan vespa mereka di depan tembok ini. Memang keren, vespanya dari Lampung sudah bisa sampai Dieng.

Hari menjelang malam, kami bergegas berkendara lagi. Tujuan kami adalah rumah Ferdian di daerah Pejawaran. Matahari mulai meyingsing, langit berangsur dari biru cerah perlahan menjadi gelap. Udara yang menerpa tubuh kian dingin.

Sebenarnya sekitar 40 menitan atau sekitar 20 km lagi kami bisa sampai ke rumahnya. Namun Ferdian mengajak kami mampir ke pemandian air panas dulu se sembari menunggu tiga teman yang dalam perjalanan menyusul kami. Sayangnya pemandian perempuan tidak bisa digunakan. Akhirnya hanya yang laki-laki yang bisa berendam, sedangkan aku hanya bisa menunggu dengan makan pop mie.

Tak lama, ketiga teman yang menyusul kami sudah sampai. Mereka bergabung denganku ikut menunggu. Sehabis adzan Isya, para lelaki sudah beres mandi. Kami berkumpul dan bergegas melanjutkan perjalanan kembali. Meski vespa Bang Anam sempat mogok lagi, tetapi hanya sebentar dan perjalanan berjalan lancar hingga sampailah kami di rumah Ferdian.

  • Bermalam di Pejawaran Banjarnegara

Kami disambut hangat dipersilahkan masuk oleh Ibu Ferdian. Kami hanya berbincang sebentar dengannya, karena waktu itu sudah terlalu malam. Jadi kami dipersilahkan langsung istirahat di ruangan lantai dua. Akhirnya, kami bisa rebahan juga setelah menempuh perjalanan beberapa jam. Walaupun menemui beberapa hambatan, perjalanan ke Dieng tidak pernah membosankan karena pemandangan indah di sepanjang jalan yang memanjakan mata.

Keesokan harinya kami bangun lebih awal, bergantian mandi bersiap untuk Salat Ied. Seperti Dieng, udara di Pejawaran itu sama dinginnya. Jadi bisa dibayangkan betapa dinginnya ketika mandi subuh-subuh di sana, hampir semua dari kami menggigil.

Namun mandi termasuk cara aklimatisasi, jadi biarpun menggigil setelahnya kami tak merasa sedingin sebelumnya. Seharian itu setelah sholat ied, kami menghabiskan waktu dengan memasak rendang dan malam harinya kami menikmati sate buatan sendiri sampai sepuasnya. Benar-benar nikmat.

  • Desa Sembungan Tertinggi di Pulau Jawa

Esok hari kami beranjak dari rumah Ferdian menuju Tebing Watu Gribig. Kalau dari Pejawaran membutuhkan waktu satu setengah jam atau 41 km perjalanan untuk sampai di sana. Namun, ditengah perjalanan Bang Akmal meminta di antar ke bengkel terdekat agar nanti waktu pulang ke Semarang vespanya tidak mogok lagi. Ferdian dan aku pun menemaninya mencari bengkel, sedangkan teman-teman yang lain menuju lokasi lebih dulu.

Bengkel terdekat ternyata lumayan jauh, sepanjang jalan kami belum menemui pemukiman apalagi bengkel. Hingga akhirnya kami sampai di Desa Sembungan. Sebenarnya desa ini hanya berjarak enam kilometer dari Tebing Watu Gribig, tetapi kami dari Pejawaran jadi terasa sangat jauh karena berlawanan arah dengan jalan menuju tebing. Desa Sembungan adalah desa tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 2300 mdpl, itu berarti lebih tinggi dari Gunung Ungaran. Pantas saja begitu tiba, udara dingin dan kabut langsung menyambut kami. Tak heran jika para warga terus memakai jaket meski beraktivitas di siang hari.

Suasana berkabut di Desa Sembungan/ Dok. Pribadi
Suasana berkabut di Desa Sembungan/ Dok. Pribadi
  • Serunya Rock Climbing di Tebing Watu Gribig

Tak begitu lama kami menunggu sampai vespa selesai diperbaiki, begitu beres kami bergegas menyusul menuju lokasi. Kami sampai di Tebing Gribig pada siang hari. Untuk masuk ke kawasan tebing ini ternyata tidak perlu membayar alias gratis karena tidak terlihat ada pengelola. Namun kami harus tetap menjaga kebersihan tempat ini karena di sekitar tebing masih merupakan area perkebunan warga.

Sesampainya kami di lokasi, kami memarkir motor di samping ladang milik warga. Perlu berjalan sekitar lima menit dengan medan menanjak melewati perkebunan warga untuk sampai ke tebing. Sesampainya di depan tebing kami terpukau dengan keindahan pemandangan yang ada di bawah. Kami bisa melihat hamparan terasering yang mengelilingi telaga warna.

Pemandangan dari Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi
Pemandangan dari Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi
Aku menatap tebing di belakangku, tebing dari batuan andesit dengan tinggi sekitar 25 sampai 30 meter ini punya 14 jalur pemanjatan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Aku tidak sabar ingin memanjat tebing ini segera saja aku meminta temanku menjadi belayer (yang mengamankan pemanjat).

Karena masih amatiran, aku hanya memanjat satu jalur yang paling mudah. Meski begitu, aku senang, karena pemandangan dari atas tebing jadi lebih indah. Selain digunakan untuk panjat tebing, di sekitar Tebing Gribig sangat cocok digunakan untuk camping bersama keluarga ataupun teman karena suasana udaranya yang sejuk dan pemandangan yang indah.

Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi
Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi
Memanjat Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi
Memanjat Tebing Watu Gribig/ Dok. Pribadi
Menjelang malah hari, kami mendirikan camp dan memasak. Semakin malam udara makin dingin, kami merapatkan diri mengerubungi api unggun dan saling bercengkrama sambil membakar sosis hingga larut malam. Malam itu, aku tidak bisa tidur nyenyak karena kedinginan. Berkali-kali aku terbangun untuk membenarkan selimut, hingga tanpa terasa matahari sudah terbit.

Aku keluar dari tenda, menikmati udara pagi hari yang masih dingin. Dari kejauhan aku melihat Mbak Mila berdiri di atas bukit melambai-lambai berteriak memanggilku. Rupanya dia sudah mendapat spot terbaik untuk lihat sunrise, jadi segera saja aku menyusulnya. Dari atas bukit aku bisa melihat pemandangan hijau lebih luas, ada bukit terasering, telaga warna, tebing yang kemarin kupanjat, hingga pemukiman-pemukiman nun jauh di sana. Indah sekali.

Pemandangan dari atas bukit/ Dok. Pribadi
Pemandangan dari atas bukit/ Dok. Pribadi
  • Mampir ke Umbul Mudal Slukatan, Mojotengah

Pagi itu juga kami berberes membongkar tenda dan packing, kemudian melakukan perjalanan menuju Semarang. Sebelum pulang kami mampir ke Umbul Mudal, Slukatan, Mojotengah, Wonosobo. Jaraknya sekitar 26 km atau sekitar satu jam perjalanan bila dari Tebing Gribig.

Umbul mudal merupakan sebuah mata air jernih berupa kolam sedalam 1-2 meter. Di kolam tersebut ada puluhan ikan koi dan satu batang pohon besar yang tumbang di tengah kolam yang menjadi ciri khas tempat ini. Untuk masuk ke Umbul Mudal kami tidak ditarik biaya, kami hanya membayar parkir kendaraan sebesar Rp 2000,-.

Walaupun air di Umbul Mudal ini dingin, tapi sangatlah menyegarkan. Selain berenang bersama puluhan ikan koi yang besar-besar, tempat ini juga cocok untuk snorkeling. Tempatnya yang masih asri sangat cocok untuk berfoto dan buat video konten instagram. Karena tidak ada pengelola, fasilitas di Umbul Mudal masih kurang memadai.

Di pemandian ini tidak tersedia toilet atau kamar mandi. Namun ada bilik kecil untuk berganti pakaian jika akan berenang. Meski begitu, saat berganti kita masih butuh teman untuk menjaga di depan bilik karena hanya ada kain sebagai pintunya. Setelah puas berenang, kami akhirnya melanjutkan perjalanan pulang ke Semarang. Perjalanan menuju Semarang meskipun lama tapi berjalan lancar.

Momen hari raya memanglah momen yang ditunggu-tunggu dirayakan bersama keluarga. Namun, bagi orang diperantauan hal itu kadang tidak memungkinkan untuk dilakukan. Meskipun begitu, merayakan hari raya di lingkungan yang baru dengan teman-teman baru juga tidak kalah seru. Liburan Idul Ahda ke Dieng ini menyenangkan sekali, aku bisa menikmati pemandangan indah Dieng dan melakukan perjalanan yang seru bersama teman-teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun