Tak begitu lama kami menunggu sampai vespa selesai diperbaiki, begitu beres kami bergegas menyusul menuju lokasi. Kami sampai di Tebing Gribig pada siang hari. Untuk masuk ke kawasan tebing ini ternyata tidak perlu membayar alias gratis karena tidak terlihat ada pengelola. Namun kami harus tetap menjaga kebersihan tempat ini karena di sekitar tebing masih merupakan area perkebunan warga.
Sesampainya kami di lokasi, kami memarkir motor di samping ladang milik warga. Perlu berjalan sekitar lima menit dengan medan menanjak melewati perkebunan warga untuk sampai ke tebing. Sesampainya di depan tebing kami terpukau dengan keindahan pemandangan yang ada di bawah. Kami bisa melihat hamparan terasering yang mengelilingi telaga warna.
Aku menatap tebing di belakangku, tebing dari batuan andesit dengan tinggi sekitar 25 sampai 30 meter ini punya 14 jalur pemanjatan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi. Aku tidak sabar ingin memanjat tebing ini segera saja aku meminta temanku menjadi belayer (yang mengamankan pemanjat).
Karena masih amatiran, aku hanya memanjat satu jalur yang paling mudah. Meski begitu, aku senang, karena pemandangan dari atas tebing jadi lebih indah. Selain digunakan untuk panjat tebing, di sekitar Tebing Gribig sangat cocok digunakan untuk camping bersama keluarga ataupun teman karena suasana udaranya yang sejuk dan pemandangan yang indah.
Menjelang malah hari, kami mendirikan camp dan memasak. Semakin malam udara makin dingin, kami merapatkan diri mengerubungi api unggun dan saling bercengkrama sambil membakar sosis hingga larut malam. Malam itu, aku tidak bisa tidur nyenyak karena kedinginan. Berkali-kali aku terbangun untuk membenarkan selimut, hingga tanpa terasa matahari sudah terbit.
Aku keluar dari tenda, menikmati udara pagi hari yang masih dingin. Dari kejauhan aku melihat Mbak Mila berdiri di atas bukit melambai-lambai berteriak memanggilku. Rupanya dia sudah mendapat spot terbaik untuk lihat sunrise, jadi segera saja aku menyusulnya. Dari atas bukit aku bisa melihat pemandangan hijau lebih luas, ada bukit terasering, telaga warna, tebing yang kemarin kupanjat, hingga pemukiman-pemukiman nun jauh di sana. Indah sekali.
Mampir ke Umbul Mudal Slukatan, Mojotengah
Pagi itu juga kami berberes membongkar tenda dan packing, kemudian melakukan perjalanan menuju Semarang. Sebelum pulang kami mampir ke Umbul Mudal, Slukatan, Mojotengah, Wonosobo. Jaraknya sekitar 26 km atau sekitar satu jam perjalanan bila dari Tebing Gribig.
Umbul mudal merupakan sebuah mata air jernih berupa kolam sedalam 1-2 meter. Di kolam tersebut ada puluhan ikan koi dan satu batang pohon besar yang tumbang di tengah kolam yang menjadi ciri khas tempat ini. Untuk masuk ke Umbul Mudal kami tidak ditarik biaya, kami hanya membayar parkir kendaraan sebesar Rp 2000,-.
Walaupun air di Umbul Mudal ini dingin, tapi sangatlah menyegarkan. Selain berenang bersama puluhan ikan koi yang besar-besar, tempat ini juga cocok untuk snorkeling. Tempatnya yang masih asri sangat cocok untuk berfoto dan buat video konten instagram. Karena tidak ada pengelola, fasilitas di Umbul Mudal masih kurang memadai.
Di pemandian ini tidak tersedia toilet atau kamar mandi. Namun ada bilik kecil untuk berganti pakaian jika akan berenang. Meski begitu, saat berganti kita masih butuh teman untuk menjaga di depan bilik karena hanya ada kain sebagai pintunya. Setelah puas berenang, kami akhirnya melanjutkan perjalanan pulang ke Semarang. Perjalanan menuju Semarang meskipun lama tapi berjalan lancar.
Momen hari raya memanglah momen yang ditunggu-tunggu dirayakan bersama keluarga. Namun, bagi orang diperantauan hal itu kadang tidak memungkinkan untuk dilakukan. Meskipun begitu, merayakan hari raya di lingkungan yang baru dengan teman-teman baru juga tidak kalah seru. Liburan Idul Ahda ke Dieng ini menyenangkan sekali, aku bisa menikmati pemandangan indah Dieng dan melakukan perjalanan yang seru bersama teman-teman.